26. Propose

9.9K 741 73
                                    

Beberapa bulan kemudian, hubungan Alexa dan Axel semakin manis. Mereka menjalani hidup selayaknya sepasang suami istri, padahal bukan. Axel selalu siap menuruti keinginan Alexa apalagi di tengah kehamilannya itu, dan Alexa sangat senang menjahili Axel.

Seperti saat ini, pria itu tengah menatap ngeri ke arah Alexa yang sedang fokus membidik panah. Bukan, bukan itu yang membuat pria itu ngeri. Melainkan karena Alexa meminta Axel berdiri bersandar di papan sasaran target dan wanita itu terus meluncurkan anak panahnya.

"Jangan bergerak, jika tidak kau akan membahayakan dirimu sendiri." Ucap Alexa yang masih fokus membidik.

"Keinginanmu sangat aneh," oceh Axel yang masih berdiri kaku.

"Jangan bergerak,"

"Satu, dua, tiga!" Alexa lagi-lagi melepaskan anak panahnya dan tepat mengenai samping telinga Axel. Jika pria itu bergerak tiga sentimeter dari tempatnya, pasti telinganya sudah menjadi sasaran empuk.

Pria itu sempat terkejut dan melotot ke arah Alexa. Ia sungguh tidak percaya telah jatuh cinta kepada wanita gila ini. Lihat saja, setelah membuat jantung Axel hampir lompat dari tempatnya, ia malah asyik mentertawakan Axel.

Huh, untung saja ia sedang hamil besar. Jika tidak, mungkin Axel akan membantingnya ke ranjang dan, ah lupakan.

"Apakah ini benar-benar keinginan bayi itu?" tanya Axel sambil menatap curiga.

"Not really," jawab Alexa enteng.

Axel membulatkan matanya. Ia berjalan mendekati Alexa.

"Kau mengerjaiku, huh?"

"Maybe?" Alexa menatap Axel meledek.

"Akan kubuat kau tidak bisa berjalan setelah lahiran nanti, ingat itu." Ucap Axel yang sengaja melontarkan kalimat bermakna kotor.

"Dendam, huh?"

"Itu janji, Sayang."

Alexa tersenyum malu. Ia masih belum terbiasa dengan sikap Axel yang terkadang menjadi sangat lembut dan perhatian. Pria itu benar-benar berubah setelah penyesalannya dahulu. Ia benar-benar menepati janjinya untuk tidak melukai Alexa lagi.

"Istirahat, okay? Jangan sampai kau terlalu lelah,"

"Aku tidak lelah sama sekali,"

Axel menghembuskan napas pelan. Alexa dengan keras kepalanya selalu membuat Axel menghembuskan napas pasrah. Ya, hanya itu yang dapat ia lakukan bukan? Mengancamnya dengan cara apapun tidak akan berhasil, wanita itu seperti tidak takut dengan apapun.

"Lalu kau ingin melakukan apa?" tanya Axel lembut.

"Entahlah, lebih baik aku beristirahat." Ucap Alexa yang membuat Axel lagi-lagi menghembuskan napas. Bukankah sejak tadi Axel meminta seperti itu? Astaga.

"Ayo kuantar," ucap Axel.

Ia meletakkan tangan kanannya di pinggang Alexa yang belakangan ini sering pegal-pegal. Usia kandungan wanita itu sudah delapan bulan lebih satu minggu, tentu saja perut Alexa sudah membesar. Keluhan demi keluhan pun mulai sering dirasakan oleh wanita itu.

Axel mengantar Alexa hingga ke kamar dan menemaninya. Ia mengelus rambut Alexa sambil memandangi wajah wanita itu seolah-olah tidak pernah bosan. Wajah yang dahulu selalu menampilkan ekspresi garang ke arah Axel. Namun kini wajah wanita itu terus berputar di kepala Axel.

Ia rasa ia benar-benar jatuh sedalam-dalamnya kepada Alexa. Setelah ditinggalkan oleh orang-orang sekitarnya, Axel tidak lagi merasakan apa itu cinta. Tidak ada yang mencintainya dan tidak ada yang ia cintai di dunia ini selain Shea. Ia benar-benar merasa sepi. Satu-satunya motivasi untuk hidup hanyalah Shea.

Falling In Love With A KillerWhere stories live. Discover now