17. Facts Revealed

11.6K 860 41
                                    

"Memangnya Aunty tidak mencintai Daddy?" tanya Shea lagi.

"Daddy, apakah Daddy mencintai Aunty?" Kini gadis itu menghadap ke arah ayahnya.

Axel dan Alexa saling menatap dan terdiam.

"Ti-tidak, tentu tidak." Ucap Axel. Seketika wajah Shea berubah menjadi cemberut.

"T-tetapi akan Daddy coba," lanjut Axel yang mampu membuat jantung Alexa copot detik itu juga.

Alexa hanya mampu terbelalak kaget dengan bibir yang sudah menganga. Sangat berbeda dengan ekspresi Shea yang sudah kegirangan. Tetapi, entah mengapa seperti ada sesuatu yang aneh di dadanya. Oh perasaan apa ini?

Sedangkan Axel, semua orang tahu pria itu tidak pernah main-main dengan ucapannya. Kecuali satu, membunuh Alexa. Sampai saat ini kalimat itu belum juga terbukti kebenarannya. Karena apa? Entahlah. Tetapi, ucapannya tadi memang berasal dari hatinya yang bahkan ia sendiri terkejut dengan kalimat yang keluar dari bibirnya.

Semua itu ia lakukan untuk putrinya, mungkin? Atau ... memang keinginannya sendiri?

***

Alexa tengah duduk di atas ranjang sambil memeluk kedua lututnya. Pikirannya terus melayang ke ucapan Axel tadi. Apakah pria itu benar-benar akan mencoba untuk mencintainya? Bagaimana bisa? Ia tahu betul pria itu sangat membenci Alexa.

Sejujurnya, benci di hati Alexa perlahan memudar. Ia semakin sadar bahwa tidak seharusnya ia membenci Axel, toh yang membunuh adiknya adalah Cleo, bukan Axel. Lagipula, pria itu dapat begitu dendam kepada Alexa karena ia sudah ditinggalkan oleh istrinya, lalu ditambah dengan Alexa yang membunuh adiknya. Sakit bertubi-tubi, bukan?

Jika ia ingin berusaha untuk mencintai Alexa, maka Alexa harus menghapuskan rasa dendam Axel kepadanya. Haruskah ia meminta maaf? Oh tidak-tidak, mengapa Alexa seolah-olah berharap pria itu berhasil mencintainya? Bukankah dahulu ia sangat senang melihat amarah pria itu kepadanya?

"Sedang apa?"

"Astaga kau mengagetkanku!" jengkel Alexa saat mendapati Axel sudah berdiri di samping ranjangnya.

"Sedang memikirkan aku, huh?" tanya Axel dengan kepercayaan diri penuh.

"Ya," jawab Alexa jujur. Memang itu kenyataannya, bukan?

"Mulai terpesona denganku?" tanya Axel yang juga mendudukkan dirinya di hadapan Alexa.

"Kau tidak terlihat menyeramkan jika seperti itu. Selamat, imagemu hancur di hadapanku." Ucap Alexa sambil menatap Axel yang sudah duduk bersila di hadapannya.

"Kau pun sama. Imagemu hancur saat berada di bawahku." Ucap Axel tidak mau kalah.

Alexa membulatkan matanya, oh ya Tuhan! Haruskah mereka membahas kejadian saat mereka berhubungan intim terus-terusan? Pria itu selalu saja mengeluarkan kalimat menyimpang!

"What the fuck are you talking about?!" kesal Alexa.

"About last night. Passionate night." Bisik Axel sensual.

"Shut up!" Pipi Alexa sudah merah padam.

Alexa kembali menatap Axel dalam-dalam. Sedangkan pria itu juga menatap Alexa dengan raut bingung, mengapa ia menatap Axel seperti ini? Seperti ada sesuatu yang ingin wanita itu ungkapkan.

"Ada apa?" Axel mengangkat sebelah alisnya bingung.

"Sorry," ucap Alexa lembut, ia tidak pernah berucap dengan selembut ini kepada Axel sampai-sampai pria itu pun melongo keheranan.

"Untuk?"

"Adikmu, maaf karena aku telah ... membunuhnya." Lirih Alexa sambil menunduk.

Axel menghembuskan napas kasar. Ia masih sering emosi saat mengingat itu. Mengapa harus Alexa yang membunuh adiknya? Mengapa harus wanita di hadapannya ini?

Falling In Love With A KillerWhere stories live. Discover now