Episode XLVII (Tamat)

8.2K 219 22
                                    

Prana masih terdiam di kursinya. Kepala laki-laki itu tidak berhenti memandang jalan yang berada di kiri jalannya. Tidak ada lagi hamparan hijau luas yang membentang sepanjang perjalanan. Sebagai gantinya, ada banyak bangunan berwarna cokelat tua yang menghiasi jalan Kota Mittelbergheim. Hanya itu yang mampu Prana lihat.

Pikirannya sudah berkelanan. Jauh membentang pada peristiwa di area makam itu. Mereka baru saja keluar area makam dan akan pergi ke restoran untuk makan siang. Tapi kepala Prana, sudah penuh kesesakan.

Seharusnya ia menyadari sejak awal. Meminta waktu untuk memperjuangkan kesempatan yang mungkin diberikan Alya terdengar sangat tidak mungkin. Itu laksana sesuatu yang tidak mungkin dicapainya. Perempuan itu tidak mungkin memberikan celah bagi Prana untuk kembali masuk ke dalam hidup Alya. Sudah terlalu banyak luka yang berikan olehnya.

"Kalau Alya nerima Kakak kembali?"

"Aku akan terus mencintai kamu."

"Kalau Alya memilih bercerai?"

"Aku enggak akan mangkir dari panggilan pengadilan."

Kalimat itu masih terekam jelas dalam pikirannya. Ucapan Alya yang terdengar tenang-tanpa intimidasi. Ya, memangnya sejak kapan Alya bisa mengintimidasinya. Tapi, kalimat itu terlalu mengintimidasinya. Ia terlalu takut memikirkan setiap kata yang terucap dari bibir istrinya. Ia takut akan detik yang berdetak maju.....


Kalian dapat membaca kelanjutan episode terakhir kisah Alya dan Prama di Karyakarsa. Link dapat dilihat di bio. Kalian juga mendapatkan bonus extra part. Terima kasih....

Hari Setelah Kemarin (Selesai)Where stories live. Discover now