Episode XXIX

3.5K 384 22
                                    

Selamat menikmati....





Tiga hari pertama setelah kepergian Prana menuju Mittelbergheim, kota kelahiran Noëlle. Di tempat asal perempuan yang begitu dicintai suami Alya. Perempuan itu justru menghabiskan sorenya di sebuah restoran cepat saji di Plaza Festival.

Alya duduk di pinggir ruangan. Di sampingnya, kaca putih besar memperlihatkan mobil-mobil yang terparkir. Orang-orang lewat di pinggir dengan menggunakan pakaian kerja. Semuanya terasa lambat. Berbeda dengan yang ada di pikirannya. Dalam kepalanya, justru banyak hal berputar tentang hal yang akan Alya ambil setelah suaminya kembali.

"Hei, udah lama?"

Alya menoleh. Ia melihat Mario berdiri di sampingnya. Raut wajah laki-laki itu menampakkan kelelahan. Ruangan ber-AC tidak mengubah binar lelah dari laki-laki berkulit cokelat itu.

"Enggak, kok. Baru lima belas menitan," balas Alya.

"So, Mc Flurry?" mata Mario melihat gelas berisi es krim cokelat di meja depan Alya.

"Favoritku," balas Alya cepat.

Mario menaruh tas ranselnya di kursi di depan Alya. Katanya, "Aku mau order dulu, ya. Laper banget."

Jadi begini rasanya. Pulang kuliah dan tidak langsung kembali ke rumah. Mampir ke mall dan menikmati sore di Kota Jakarta. Ternyata cukup menyenangkan. Hidupnya memang terlalu monoton. Kuliah dan pulang terasa datar.

Mungkin memang Tuhan ingin memberikan sedikit warna dalam hidupnya. Bergelombang dengan masalahnya dan Prana. Atau memang masalah terus mengikutinya sepanjang hidupnya?

"Positif," kata Mario setelah menghabiskan makannya. Laki-laki itu menjulurkan ponsel di tangannya ke arah Alya. Ada sebuah foto IG-Instagram. Alya membaca pemilik akun foto tersebut, Louise. "Dia adiknya Noëlle," kata Mario menjawab kebingungan Alya.

"Le Retour de l'enfant Prodigue," André Gide.

Alya membaca itu sebagai caption postingan Louise. Alya tahu siapa André Gide. Ia adalah sastrawan Prancis yang bukunya diterjemahkan Chairil Anwar, Pulanglah Dia si Anak Hilang. Setelah lebih dari dua tahun, si anak hilang telah kembali.

Karena Noëlle tempat Prana kembali. Ke sisi perempuan itu, tempat seharusnya Prana berada. Bukan di Jakarta dan menjadi suaminya.

"Alya."

"Alya?"

Dua suara berbeda menggema di telinga Alya. Perempuan menoleh. Ia melihat Ratu berdiri di sampingnya. Perempuan itu terkejut melihat sosok Alya dan Mario.

"What are you doing here?" tanyanya. Matanya meminta penjelasan pada Mario. "Tell me the truth, Mario," desaknya.

***

"Kamu bukannya lagi di Belanda sama Prana?" tanya Ratu. Perempuan itu menatap Alya penuh tanya. Lebih membingungkan lagi karena Alya sedang makan berdua dengan teman kerjanya. Well, teman nongkrong suaminya juga.

Mario menghembuskan napasnya. Kemungkinan bertemu dengan rekan kerja memang selalu ada. Plaza Festival yang jaraknya hanya lima menit jalan kaki dari tempat kerjanya di Kedutaan Besar Australia di kawasan Kuningan. Karena hanya tempat ini yang terdekat dari tempat kerjanya dan bisa jalan kaki.

"Prana bilang ke Belanda sama elu, Ratu?" tanya Mario.

Ratu menggeleng. "Gue dikasih tahu Kakek Ali. Prana cuti buat jalan-jalan ke Belanda sama istrinya."

"He was lie, Ratu."

"Who?" tanya Ratu kebingungan. "Oh, I see. Tapi buat apa?"

"Karena dia mau nemuin mantan calon istrinya," jawab Mario sarkas.

Oh, Ratu membeku di tempatnya. Prana mau menemui Noëlle. Bukankah laki-laki itu sudah move on? Semuanya, Ratu meyakini itu. Tawa dan wajah bahagia Prana selalu terpancar setiap kali berada di dekat Alya. Laki-laki itu bahagia bersama istrinya.

Ratu mengenal betul Prana. Kakak sepupu kesayangannya yang selalu membelanya. Kini, yang ada di hadapannya justru perempuan yang disakiti Prana. Sosok Alya yang membuat tawa Prana terus menggema dari mulut laki-laki itu.

Ratu pikir, Prana bahagia bersama Alya.

Perempuan itu menghembuskan napasnya berat. Tubuhnya menghadap Alya yang kini duduk di sampingnya. Tangannya terulur menarik tubuh Alya dalam pelukannya. Perempuan muda itu tidak mengatakan apa-apa selain hembusan napasnya yang terdengar di dada Ratu.

Mario hanya dapat membeku melihat pemandangan itu. Tubuhnya menyandar ke belakang kursi. Seharusnya ia tahu. Saat melihat perempuan itu dikenalkan Prana sebagai calon istrinya, dadanya bergejolak tidak karuan. Prana datang membawa undangan pernikahannya saat mereka berkumpul bersama segerombolan teman lainnya.

Ia mati-matian menyingkirkan rasa itu. Itu perasaan salah. Jatuh cinta pada istri orang. Bahkan, saat bertemu Ratu dengan Alya di Pondok Indah Mall, ia harus berpura-pura tidak mengenal perempuan itu.

Ia hanya ingin melihat Alya bahagia. Sesederhana itu cintanya pada Alya. Melihatnya selalu diliputi kebahagiaan bersama keluarga kecilnya hanyalah obat dari rasa yang tak terbalas.

"Ratu, ajak Alya ke apartemen gue aja," kata Mario yang dibalas anggukan Ratu.

Setiabudi Residence adalah apartemen yang disewa Mario sejak ia bekerja di Jakarta. Uang hasil subsidi ayahnya yang pengusaha di Indonesia Timur sana. Di sini, ia tidak perlu repot dengan kemacetan jalan Ibukota. Cukup jalan kaki melewati jembatan penyebrangan akan langsung sampai ke tempat kerjanya.

Tidak banyak yang diucapkan Alya saat mereka sampai di apartemen Mario. Perempuan cantik itu hanya menjawab pertanyaan Ratu layaknya sebuah introgasi. Tidak banyak kalimat yang keluar dari bibir mungilnya. Mengorek informasi darinya tidak semudah itu. Ratu harusnya tahu itu.

Dari secuil informasi itu, Ratu tahu seberapa dalam luka yang ditorehkan Prana untuk istrinya.

"Is she okay, Ratu?" tanya Mario. Matanya melirik tubuh Alya yang terpejam di sofa ruang tamunya.

"Sulit untuk baik-baik aja saat tahu suamimu justru masih mencintai mantannya. Dan, sekarang justru pergi ke tempat mantannya," kata Ratu. Tangannya berpegang pada tiang di balkon. Dari lantai tujuh, ia bisa menghirup udara sore ini.

"Gue selalu berpikir kalau Prana udah bahagia sama Alya, Mario," kata Ratu pelan. "Alya cantik, pintar masak, dan keibuan. Harusnya gampang untuk jatuh cinta sama dia."

"Karena Prana enggak bisa merelakan pernikahannya yang gagal dengan Noëlle." Mario menghembuskan napasnya. "Menurut lu, apa yang ada di pikiran Prana saat nikah sama Alya?"

Ratu membalasnya dengan mengangkat bahunya.

"Untuk memastikan keluarganya tahu kalau Prana udah move on dari Noëlle. Lu tahu sendiri kondisi Prana setelah dia gagal nikah. Bahwa, dengan menikahi Alya, seluruh keluarganya enggak perlu mengkhawatirkannya lagi."

Mario melangkah ke dalam. "Kalau Prana terus menyakiti Alya, biar gue yang membahagiakannya," bisiknya.

***

Cuplikasi episode berikutnya.

Prana mulai mengingat. Di setiap dentingan jam di tangannya, menunggu Noëlle datang dengan penuh rasa tegang. Lamarannya dan rencananya untuk membina rumah tangga bersama perempuan itu.

Noëlle mengetahui restoran ini. Tempat ini mudah ditemukan karena berada di tengah-tengah kepadatan ibukota Prancis. Prana meyakinkan dirinya sendiri. Mereka pernah merayakan anniversary di sini. Noëlle tidak mungkin lupa.

Cie, ada yang melamar pujaan hati.....

Hari Setelah Kemarin (Selesai)Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt