Episode XVI

3.2K 396 6
                                    


Alya adalah yang pertama kalinya membuatkan kue ulang tahun untuknya. Bayu memastikan hal itu dalam ingatan di usianya yang menginjak 57 tahun. Kue sederhana. Hanya bolu dengan atasnya diberikan krim-menjuntai hingga melingkari pinggir lingkaran. Di atasnya ada dua buah lilin berbentuk angka yang seperti usianya saat ini.

Ia bahkan lupa kapan terakhir kali merayakan ulang tahun dengan kue seperti ini.

Ketika menikah dengan Retno-33 tahun yang lalu-tradisi merayakan ulang tahun berubah. Tidak ada kue, makan-makan, atau acara spesial lainnya. Bayu tahu akan hal itu. Bagi istrinya, ulang tahun hanya sebatas pertambahan usia. Tidak lebih.

Alya tidak pernah tahu apapun tentangnya selain dirinya adalah ayah kandung Prana-suaminya. Ia meyakini itu. Perempuan muda yang wajahnya terlihat sedih saat istrinya menolak dipanggil mama olehnya. Perempuan inilah yang berdiri di hadapannya. Tangannya memegang kue ulang tahun-yang dibuat sendiri oleh Alya. Bibir perempuan itu tidak pernah henti menyunggingkan senyum seolah pertambahan usianya adalah hal yang membahagiakan bagi Alya.

Pada Minggu pagi di akhir September ini, semua mata orang rumah ini menatap Alya dengan pandangan tidak percaya. Sepulang lari pagi di sekitar taman dekat rumah, mereka justru terkejut dengan kehebohan di rumah.

Empat orang itu-Bayu, Retno, Ratu, dan Prana-berdiri di hadapan Alya. Dengan tubuh penuh keringat, mereka melihat Alya menghampiri mereka dengan kue ulang tahun di tangannya. Di belakang mereka, ada Mbak Atik dengan pisau kue dalam genggamannya. Asisten rumah tangga itu terlihat kikuk namun tetap tersenyum seperti Alya.

Membuat kue ulang tahun untuk ayah mertuanya bukan sekadar memamerkan kepeduliannya. Alya hanya ingin melakukan hal yang semestinya. Ia membuat kue ini seperti dulu yang ia buat untuk ulang tahun kakek dan neneknya. Karena biar bagaimanapun, Om Bayu dan Tante Retno adalah pengganti kakek dan neneknya-meskipun mereka menolak dipanggil layaknya orangtua.

"Selamat ulang tahun, Om Bayu," ucap Alya. Jika itu kakek, Alya sudah menghambur dalam pelukan laki-laki itu. Tapi, Alya cukup menahan diri. Melihat gurat senyum Bayu saja sudah menghangatkan hatinya.

Bahkan, tidak ada yang pernah mengingat ulang tahunnya selain karyawannya sendiri. Tanpa perayaan, tanpa kue, hingga tanpa ingatan. Semuanya berjalan seperti layaknya hari-hari lain. Ia sudah terbiasa dengan itu semua.

"Alya," suara Prana terdengan pelan. Laki-laki itu menatap tidak percaya dengan apa yang dilakukan istrinya. Kue ulang tahun, lilin, dan ucapan selamat bertambahnya usia tidak pernah ada dalam hidupnya sejak remaja. Terakhir kali Prana merayakan ulang tahun adalah saat ia duduk di kelas empat SD.

"Kak Prana enggak mau ngucapin ulang tahun ke papa Kakak?" tanya Alya.

Prana membeku. Ia tidak tahu harus mengucapkan apa. Ucapan ulang tahun justru terdengar aneh di telinganya. Bukannya melangkah mendekat, Prana justru menatap Alya bingung-tatapan yang sama diberikan juga oleh mama dan adik perempuannya.

"Selamat ulang tahun, Papa," kalimat itu justru muncul dari bibir Ratu. Anak perempuan semata wayang Bayu itu menghampiri ayahnya. Tangannya melebar dan membawa tubuhnya ke dalam pelukan sang ayah.

Pelukan ini terasa berbeda. Bayu menggumamkan itu dalam hatinya. Tangannya terulur mengelus pundak anak perempuannya. Matanya hampir memanas. Ini kali pertama Ratu mengucapkan selamat ulang tahun padanya.

"Terima kasih, Ratu," balasnya.

Ratu melerai pelukan hangat itu. Hatinya sedikit tersentil. Ulang tahun yang tidak pernah diucapkan pada sosok laki-laki terhebat dalam hidupnya. Justru perempuan muda lain yang mengucapkannya.

"Oh, Pa, selamat ulang tahun ke 57. Semoga Papa selalu sehat," akhirnya Prana mengucapkan kalimat itu. Dalam satu tarikan napas, ia berhasil mengeluarkan kalimat yang sejak tadi bercongkol dalam tenggorokannya.

Bayu tersenyum. Ia menepuk pelan pundak anak laki-laki kebanggaannya. Ia merasa seperti perempuan muda labil. Hatinya tersentuh dengan apa yang terjadi hari. Perayaan perdana di hari ulang tahunnya bersama keluarga membuka sisi sensitif dalam hatinya.

Tatapannya berlalih pada sosok ratu dalam hidupnya. Istri yang telah menemaninya selama lebih dari tiga puluh tahun. Teman berbagi cerita suka dan duka. Perempuan yang sangat ia cintai sepenuh hati. Perayaan ini membuatnya berharap lebih. Salahkah jika ia menginginkan perempuan ini mengucapkan selamat ulang tahun padanya?

"Tante Retno enggak mau ngucapin selamat ulang tahun ke Om Bayu?" kata Alya.

Retno tersentak. Hatinya bergeming. Ia menatap wajah Alya. Perempuan itu mengubah tradisi yang telah lama ia bangun di keluarga ini. Alya, yang bahkan belum genap setengah tahun masuk ke dalam keluarganya sudah merusakan tatanan indah itu.

Alya baru saja akan beranjak menghampiri Retno ketika melihat Bayu menggeleng. Perempuan itu tidak tahu masa lalu mengerikan istrinya.  Bayu paham benar hal itu.

"Mama mau ke kamar dulu," balas Retno. Ia langsung melangkahkan kakinya meninggalkan empat orang di sekitarnya.

"Alya," panggilan Bayu mengalihkan rasa penasaran Alya. "Terima kasih sudah mengingat ulang tahun Om," katanya.

Di sana, senyum Alya mengembang.

***

Hari Setelah Kemarin (Selesai)Where stories live. Discover now