Episode XXIII

3.6K 397 16
                                    


Hallo, semoga kalian enggak lumutan menunggu cerita ini. Kencangkan votes dan berikan terus komentar kalian, ya. Bila 75 votes dan 20 komentar, besok publish dua episode baru (double up). Selamat menikmati dan hatur nuhun.





Alya baru saja beranjak ke ranjang ketika sebuah tangan besar menahan lengannya. Kepalanya mendongkak untuk menatap sosok laki-laki bertubuh tinggi yang berdiri di depannya. Ada Prana yang tengah menatapnya.

"Kita perlu bicara, Al," kata Prana.

Alya menatap suaminya ragu. Pembicaraan apa lagi yang harus mereka lakukan? Bukankah semuanya sudah jelas? Kalau hati laki-laki ini telah terisi dengan sosok bernama Noëlle. Alya tidak memiliki celah untuk berada di sana.

"Please, Al," kata Prana memohon.

Mungkin tidak ada salahnya.

Dengan berat hati, Alya menganggukkan kepalanya. Mereka berjalan beriringan-dengan jarak yang diciptakan Alya menuju taman belakang. Duduk saling berhadapan di gazebo. Tidak ada yang bersuara selama beberapa menit. Alya menunggu suaminya. Dan, Prana mencoba meneguhkan hatinya untuk memberikan penjelasan ini pada istrinya.

"Maaf untuk semuanya, Al," kata Prana membuka. "Aku tahu, seribu kali aku mengucapkan maaf pun, enggak sebanding dengan rasa kecewa kamu."

Alya tidak menjawab. Perempuan itu justru berkata, "Kalau Kakak enggak cinta Alya, kenapa mau nerima perjodohan itu? Kakak punya pilihan untuk nolak."

Prana tahu itu. Sejak awal Kakek Ali mengenalkan Alya padanya, pikiran itu sering muncul. Bahwa Prana memiliki seribu alasan untuk menolak Alya menjadi istrinya. Laki-laki  itu tidak memiliki utang untuk menjadikan Alya sebagai istrinya.

Laki-laki itu menghela napasnya berat. Dengan perlahan, ia melangkahkan kakinya menuju samping istrinya. Ia cukup tahu diri untuk tidak duduk hingga pundak mereka menempel. Belum saatnya sekarang.

"Karena aku pikir kalau kamu bisa mengobati lukaku."

Jawaban itu membuat Alya tersentak. Dengan ragu, ia kembali menatap wajah suaminya. Apakah ia menemukan kebohongan dalam bola mata hitam itu? Alya mencari itu. Tapi, yang ditemukannya hanyalah tatapan penuh luka dan penyesalan.

Mata Prana terpejam. Ia menahan sesak yang menghimpit dadanya. Luka itu seharusnya hanya untuknya. Tidak sepantasnya ia berbagi dengan istri cantiknya. Namun, layaknya buah simalakama, keduanya memiliki sisi yang akan menyakiti Alya.

Prana memilih sisi lain: kejujuran.

"Aku bersama Noëlle selama delapan tahun," kata Prana. Matanya memandang jauh ke belakang. Pikirannya mencoba mengingat segala kenangannya bersama perempuan itu. Prana tahu ini salah. Seharusnya ia menceritakan hal ini ke Alya sejak dulu. Istrinya berhak tahu segala masa lalunya.

"Tapi kami gagal menikah. Kami pisah setahun sebelum kita menikah."

"Dan Kakak menjadikan Alya pelampiasan. Kakak hidup dengan Alya sementara cinta Kakak masih bersama Noëlle." Berusaha menahan air mata yang hendak keluar itu tidak mudah. Alya mati-matian menahan gejolak itu.

"Maaf, Al."

Alih-alih menerima permintaan maaf suaminya, Alya justru bertanya, "Noëlle itu kayak apa?"

Prana menatap Alya bingung. Telinganya tidak salah mendengar, kan? Istrinya minta diceritakan tentang mantan calon istrinya.

"Rambutnya, matanya, sifatnya kayak apa?" kata Alya lagi.

"Al," katanya memastikan.

"Enggak apa-apa, Kak. Alya cuma mau tahu aja. Nanti Alya bisa ikutin gaya Noëlle. Siapa tahu aja, Kakak bisa cinta sama Alya."

Pertahanan diri Prana runtuh. Ia menggeser tubuhnya dan menghadap Alya. Dibawanya tubuh mungil istrinya ke dalam pelukannya. Di sana, ia bisa merasakan bajunya basah. Istrinya menangis.

"Apa selamanya kita akan kayak gini, Kak? Menikah tanpa ada perasaan cinta."

Prana mengeratkan pelukannya pada Alya. Ia tidak memiliki alasan apapun untuk membela dan menjawab pertanyaan Alya. Perempuan itu benar. Prana sudah terlampau jauh menyakitinya.

"Atau Kakak mau kita pisah?"

Laki-laki itu langsung melapaskan pelukannya. Ia menatap wajah sendu istrinya. Ya Tuhan, terkutuklah dirinya yang berulang kali membuat wajah cantik itu ternoda oleh air mata.

Prana menggeleng. Jemarinya membelai wajah istrinya. Katanya, "Aku mau kita terus menikah, Al, sampai kematian memisahkan."

"Seperti ini terus. Alya terus menjadi istri yang enggak dicintai suaminya?"

"Tolong bantu aku, Al," kata Prana. "Bantu aku untuk jatuh cinta kepadamu." Matanya mengerjap. Dalam satu tarikan napas, Prana berucap lagi, "Aku ingin jatuh cinta kepadamu."

Alya memastikan telinganya tidak salah mendengar. Suaminya menginginkan memiliki perasaan yang sama dengannya. Jatuh cinta pada istrinya. Bukankah itu berarti jika Prana siap melepas Noëlle dari hatinya dan menggantinya dengan Alya.

Seulas senyum muncul dari bibir Alya. Kepalanya mengangguk. "Alya akan berusaha membuat Kakak mencintai Alya."

Prana ikut tersenyum. Ia harus bisa. Mungkin sudah saatnya melepaskan masa lalunya. Alya adalah masa depannya. Bersama Alya, Prana yakin bisa mendapatkan sesuatu yang jatuh lebih membahagiakan daripada bersama Noëlle. Karena Alya adalah istrinya.

Laki-laki itu mengecup panjang bibir istrinya. Katanya, "Tetaplah di sisiku, Al."

***

Alya berhasil enggak membuat suaminya jatuh cinta padanya?



Next episode:

"Cara membuat suami semakin cinta istri."

Alya menoleh. Ia melihat sosok sahabatnya sedang menatapnya. 

"Enggak salah baca artikel itu?" tanya Marissa lagi.

Hari Setelah Kemarin (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang