Episode XLI

4.8K 453 34
                                    

Siapa yang menunggu cerita ini? Enggak ada notice kalian, kupikir kalian enggak menunggu cerita ini. Oke, selamat menikmati....




Hidup Alya kembali seperti semula. Jauh sebelum Prana masuk ke dalam kehidupaannya. Berdua dengan kakeknya setelah kematian neneknya. Ia menikmati masa-masa indah itu.

Sepertinya memang hidup berdua dengan Kakek Hamid jauh lebih membahagiakan. Kesederhanaan yang telah mereka jalani nyatanya membuat hatinya tenang. Tidak ada perasaan luka yang terus menghujam hatinya.

Ya, Alya harus meyakinkan dirinya untuk itu. Hidupnya jauh lebih tenang tanpa Prana. Laki-laki yang hanya mampu membuat luka di hatinya terus menganga. Tidak ada cinta yang menjadi alasan ia mempertahankan rumah tangganya. Cinta laki-laki itu telah luruh dibawa oleh mantan pacar Prana-Noëlle.

Prana telah meninggalkannya demi kesetiaan cinta pada Noëlle. Bahkan, sebelum Alya sempat berjuang untuk membuat laki-laki itu jatuh cinta, ia telah kehilangan kesempatan. Karena, tidak pernah ada kesempatan bagi Alya. Laki-laki itu menutup semua celah untuk Alya memberikan cintanya pada suaminya.

Sekarang, ia mampu tersenyum melihat kakeknya terbaring di ranjang di ruangan rumah sakit ini. Melihat sosok tua itu membuka mata membuat kebahagiaan Alya meluap. Akhirnya, setelah lama ia diliputi kecemasan, harapan itu datang. Kakek Hamid akan segera pulih.

Ia tampak jauh lebih bersinar dibanding hidupnya sebelumnya. Alya melihat bagaimana pancaran wajah kakek yang membuat hatinya menghangat. Wajah kakek tersenyum setiap kali melihat Alya. Ya Tuhan, akhirnya semua kesedihan ini akan berakhir. Ia akan merajut kembali kebahagiaan bersama kakeknya-hanya berdua.

"Kek," panggil Alya. Tangannya terulur mengelus kening kakeknya.

"Alya," kakeknya memanggil dengan suara sedikit pelan. Ia masih belum sepenuhnya sehat. Membutuhkan banyak tenaga hanya untuk bersuara.

Alya membalasnya dengan tersenyum. Tangannya meraih tangan kakeknya dan membawanya ke bibirnya. Mencium tangan keriput laki-laki itu. Tangan inilah tempat Alya menggantungkan hidup. Tangan inilah yang membuat Alya bisa hidup hingga saat ini.

Saat ibu kandungnya memilih untuk menyingkirkannya, kakek dan neneknya mempertahankannya. Mereka-di usia senja-merawatnya sejak bayi. Memberikan segala hal terbaik untuk Alya. Kakek mengorbankan mimpinya untuk pergi ke Mekkah hanya demi membiayai sekolah dan kebutuhan Alya.

"Alya sayang kakek," kata Alya. "Kakek harus sembuh, ya. Nanti Alya masakin kakek lagi."

Kakek tersenyum. Inilah kebahagiaan sesungguhnya. Ia tidak menyesal mempertahankan Alya. Cucu semata wayang yang telah memberikan kebahagiaan luar biasa di masa senjanya. Alya yang cantik, berhati lembut, dan selalu memastikan yang terbaik untuknya.

***

Prana harus menahan napasnya ketika melihat pemandangan di hadapannya. Air mata Alya yang menetes ketika melihat kesadaran kakeknya pulih. Ia tahu arti air mata istrinya. Perasaan lega luar biasa saat mengetahui jika orang yang paling dicintainya menunjukkan kesembuhan.

Harusnya Prana menyadari itu. Perasaan cinta Alya pada seseorang selalu tulus. Cinta yang Alya berikan tidak pernah setengah-setengah. Penuh totalitas dan loyal.

Kini, saat Prana menyadari itu, Alya memilih untuk mundur. Ucapan Alya masih terekam dengan jelas di kepalanya. Keinginan Alya untuk berpisah dengannya seketika membuat hati Prana remuk. Ya, akhirnya ia telah kehilangan hartanya yang paling berharga. Istrinya memilih melepaskan diri dari maghligai rumah tangga mereka.

Hari Setelah Kemarin (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang