Episode XXXVIII

4.4K 425 31
                                    

Akhir pekan tapi enggak bisa ke mana-mana? Tenang, semoga ceritaku bisa menghibur di tengah liburan kalian. Selamat menikmati.

Oh, kayaknya aku cuma bisa update di akhr pekan aja, ya....







"Sebenarnya tiga tahun lalu, dia mulai melancarkan aksinya, Pak," Kania memberikan informasi pada atasannya, Prana.

Laki-laki itu mengangguk. "Dia langsung minta gitu?"

Kania menggeleng tapi sesaat kemudian mengangguk. "Awalnya, Pak Hendra minta ini enggak dilaporkan karena untuk keperluan pribadi Pak Ali. Saya pikir itu diperbolehkan, Pak, karena yang punya perusahaan ini, kan, Pak Ali." Ia berkata dengan sedikit takut.

Di hadapan Kania, Prana hanya menghela napas. Ia menyandarkan kepalanya di ujung sofa kerjanya. Kepalanya pusing seperti ada beban berat yang menghantamnya.

"Ummm, Pak Prana," Kania berkata dengan pelan. "Saya enggak dipecat, kan, Pak. Saya beneran enggak ikut menikmati uangnya sepeser pun, Pak."

Prana memperhatikan sosok perempuan muda di hadapannya. Kania masih terlalu muda. Tiga tahun lalu, pertama kalinya ia bekerja di tempat ini. Fresh graduated yang pertama kali merasakan dunia kerja. Ia belum mengerti apapun tentang keuangan sebuah perusahaan.

Tiga tahun lalu.

Waktu ketika Prana masih berjibaku melawan rasa sedihnya karena kehilangan perempuan yang paling dicintainya. Tiga tahun lalu, kakeknya yang sibuk mengembalikan sosoknya. Kakek Ali lupa bahwa ia memiliki perusahaan kain yang harus dikelolanya. Sangat lupa sehingga dimanfaatkan karyawannya untuk mengambil dana perusahaan untuk kepentingan pribadi.

Bagaimana mungkin seseorang yang telah bekerja lebih dari dua puluh tahun rela mengkhianati kakeknya. Ini bukan soal nominal yang diambil orang tersebut. Ini tentang kepercayaan yang dirusak.

Sekali lagi ia melihat sosok Kania. Katanya sambil tersenyum. "Enggak, Kania. Kamu enggak akan saya pecat. Sekarang, kembali ke meja kamu dan terima kasih informasinya."

Perempuan itu pergi seraya mengucapkan terima kasih pada atasannya. Meninggalkan Prana dan Aldi-teman SMA Prana yang juga seorang pengacara.

"Jadi gimana?" tanya Aldi.

"Bawa ke ranah hukum aja. Sekalian sama yang lain-yang ikut bersekongkol dengan dia," kata Prana.

"Nanti kita siapkan berkas-berkasnya."

Prana mengangguk.

"Gue ngerti kok rasanya jadi elu," tambah Aldi. "Rasanya kesel banget ya dikhianati bawahan yang kita percaya banget. Gila, dua puluh tahun kerja bakal sia-sia cuma karena duit 200 juta."

Kalimat yang diucapkan Aldi layaknya seember air dingin yang menyembur padanya. Segalanya yang membuat Prana terus sadar akan kesalahannya pada Alya. Ia adalah seorang pengkhianat pada istrinya sendiri.

Alya telah memberikan kepercayaan yang begitu besar padanya. Perempuan itu mencintainya dengan segenap hatinya. Memberikan seluruh hati yang dimiliki pada Prana. Hati yang harusnya ia jaga bukan khianati.

"Besok kita ke kantor polisi," kata Aldi menyadarkan Prana.

Laki-laki hanya menjawab dengan mengangguk. Ia akan kembali mengeluarkan berkas dari lacinya. Yang dulu ia menyuruh Alya menyiapkan dan malah membuat hati perempuan itu tambah sakit karena melihat foto Noëlle.

"Sampai ketemu besok," kata Aldi lagi sebelum meninggalkan Prana sendirian di ruangannya.

Semoga kita masih bisa ketemu, Al.

Hari Setelah Kemarin (Selesai)Where stories live. Discover now