Part 14

3K 289 20
                                    

Ulang tahun Alaska jatuh pada hari Jumat.

Iris membantu Zayn untuk mendekorasi halaman belakang rumah Zayn agar menjadi sesuatu yang lebih ceria dengan menambahkan balon-balon berwarna cerah, kursi-kursi yang dicat putih, pita-pita, serta alat pesta lainnya.

Langit di atas mereka cerah siang hari itu. Zayn menikmati pemandangan belakang rumahnya yang lebih ceria—lebih hidup. Biasanya ketika ia duduk disini, yang dilihatnya hanyalah kegelapan malam yang pekat.

Iris sudah menyebarkan undangan kepada teman-teman Alaska bahwa ‘pesta’ ulangtahun Alaska akan diadakan jam 4 sore. Zayn sendiri sudah menghubungi keluarga dan kerabat terdekatnya dan mengundang mereka juga.

Beberapa meter dari tempatnya duduk, Iris sedang memindahkan kursi-kursi kecil—menyusunnya, menurut Zayn—agak jauh dari kolam.

Iris tampak seperti Iris hari itu. Kemeja flanel longgar yang digulung nyaris sampai ke siku, skinny jeans, dan sandal. Rambut cokelatnya digulung asal, menyebabkan beberapa helai terjuntai di sekitar telinganya.

Alaska ada disana juga. Anak itu sedang membantu Iris, sesekali mereka mengobrol lalu tertawa.

“Semuanya sudah siap,” Iris menghampiri Zayn dengan napas sedikit terengah-engah, kemudian berkacak pinggang. “Dan kau hampir tidak membantu sama sekali.”

Zayn menyeringai senang. “Terima kasih.”

Sesaat sebelum Iris mengatakan sesuatu yang pintar, ponsel Zayn berbunyi. Zayn berdiri, kemudian masuk ke dalam rumah untuk mengangkat telpon.

Keningnya berkerut ketika menatap layar ponselnya.

“Zayn?”

“Rebecca,” Zayn tersenyum simpul tanpa sadar. Perasaannya bercampur aduk ketika ia mengucapkan nama itu. “Kau dapat pesanku?”

Zayn bisa merasakan Rebecca tersenyum. “Ya, aku dapat,” katanya dengan riang. “Kebetulan aku sedang ada di sekitar London untuk bulan-bulan ini, jadi mungkin aku akan datang.”

“Bagus.”

“Bagaimana Alaska?”

Zayn menceritakan Alaska seadanya, seperti yang biasa ia lakukan kepada orang-orang yang menanyakan kabar Alaska. Alaska sebenarnya baik-baik saja, sungguh. Yang tidak baik-baik saja mungkin adalah dirinya sendiri.

Setelah bercerita panjang lebar, Rebecca minta maaf karena ia tiba-tiba harus pergi, lalu cewek itu memutuskan telpon. Zayn menjejalkan ponselnya kembali ke dalam saku celana pendeknya sebelum kembali ke halaman belakang.

“Sepertinya aku harus pergi sekarang,” kata Iris begitu mereka sudah berhadapan. “Semuanya sudah siap. Aku harus ganti baju dan yang lainnya, lalu aku akan kembali.”

Zayn memperhatikan mata Iris sedikit lebih lama sebelum ia berdehem, lalu mengangguk. “Terima kasih banyak, Iris.”

“Sepertinya kau harus berhenti bersikap formal seperti itu,” Iris menggerutu. “Oke, ini memang aneh dan harusnya aku memintamu untuk tidak bersikap tidak formal. Tapi rasanya aneh.”

Zayn mengangkat bahu. “Aku 5 tahun lebih tua darimu.”

“Kadang aku berharap kita bisa berbagi lelucon yang sama,” Iris bergumam sangat pelan sampai-sampai Zayn hampir tidak mendengarnya. Tetapi Zayn mendengarnya, dan ia tersenyum. “Aku pergi sekarang.”

Setelah Zayn tersenyum geli, Iris pergi.

***

Iris menyukai pesta yang dibuatnya.

For him, She was.Where stories live. Discover now