Part 28

3K 324 63
                                    

Jam dinding pun tertawa

Karena ku hanya diam dan membisu

Ingin kumaki diriku sendiri

Yang tak berkutik di depanmu

Ada yang lain, di senyummu

Yang membuat lidahku gugup tak bergerak

Ada pelangi, di bola matamu

Dan memaksa diri tuk bilang

Aku sayang padamu

***

Zayn kira ia akan meledak seperti bom, tetapi nyatanya tidak.

Nyatanya, ia masih duduk disana bahkan sampai dua menit setelah ia menanyakan pertanyaan itu. Ia dan Ethan masih sama-sama diam membisu, menimbang-nimbang apakah akan bicara layaknya orang baik-baik atau berkelahi seperti binatang.

Pun kalau Zayn harus berkelahi seperti binatang, ia tidak peduli. Pria di hadapannya inilah yang menyebabkan hidupnya hancur selama 6 tahun terakhir. Ia bukannya ingin menuntut balas atas itu. Ia hanya ingin tahu kenapa.

"Kenapa?" Zayn akhirnya bertanya sekaligus menjawab opsi dari dua pertanyaan itu—ia memilih untuk bicara.

Tatapan Ethan masih terpaku ke arah cangkir kopi yang masih penuh, yang kini sudah berubah menjadi dingin. 30 detik, Zayn menunggu dengan sabar. 30 detik kemudian, kesabarannya menipis. Amarah menguasainya.

"Kenapa?" ia bertanya lagi, kali ini intonasinya tinggi. Ia agak takut lama kelamaan tangannya akan maju untuk mencekik Ethan lalu membenturkan kepala pria itu ke atas meja kaca. "Aku hanya menanyakan satu pertanyaan, Ethan. Kenapa?"

Takut-takut, Ethan mendongak untuk menatapnya. "Aku...." ia berkata, suara yang keluar sangat pelan. Hampir-hampir Zayn tidak bisa mendengarnya. "Aku ingin memilikinya untuk diriku sendiri."

Tepat disana, Zayn berhenti menjadi orang baik-baik.

Bahkan sebelum otaknya memerintahkan, tangan Zayn yang terkepal meluncur maju, mengenai batang hidung Ethan dengan keras. Pria itu ambruk ke sofa di sampingnya, darah merah segar mengucur turun dari hidungnya.

"Kenapa?" Zayn bertanya lagi. Ia menatap tangannya yang terciprat darah Ethan, kemudian mengabaikannya. "Kenapa kau ingin memilikinya untuk dirimu sendiri?"

Ethan masih sibuk mengurus pendarahan di hidungnya. Karena Zayn menonjok Ethan sekeras itu, Zayn bahkan tahu hidung Ethan patah. Tapi, ia tidak peduli. Itu bukan urusannya.

"Apa yang kau kira kau lakukan, Zayn?" Ethan balas menatap Zayn, kali ini suara yang keluar tidak kecil dan pelan, tetapi lantang, disertai dengusan sebal. "Kau juga ingin memilikinya untuk dirimu sendiri. Itulah alasannya kau datang kesini mencarinya. Bedanya, aku memilih cara seperti ini."

Zayn hendak meninju Ethan di tempat yang sama, tetapi Ethan dengan sigap menepis tangannya, lalu melayangkan tinju ke rahang Zayn. Disanalah, opsi satunya dimulai.

Cangkir-cangkir berisi kopi itu tumpah ke atas karpet abu-abu ketika Ethan berdiri untuk meninju Zayn sekali lagi. Kali ini Zayn mengelak, lalu memberikan satu pukulan keras di perut Ethan. Sikutnya menghantam tengkuk Ethan, membuat pria itu tersungkur.

Sementara Ethan masih berada di atas karpet, Zayn tidak memukulinya. Itu adalah salah satu aturan dasar ketika kau hendak menghajar orang. Walau rasa benci menguasaimu sekalipun, kau tetap tidak bisa memukuli orang yang sedang tidak bisa balas memukulmu.

Ethan bangkit 5 detik kemudian. Ia mendorong Zayn sampai jatuh, membuat dirinya berada di atas Zayn. Ia meninju wajah Zayn—entah berapa kali, tapi rasanya cukup untuk menyebabkan memar yang membutuhkan berhari-hari untuk sembuh—sampai Zayn bangkit dan mendorong Ethan menjauh.

For him, She was.Donde viven las historias. Descúbrelo ahora