Part 8

3.3K 326 11
                                    

Dr. Hyde bilang Alaska cuma demam. Dr. Hyde juga bilang Alaska harus mengambil beberapa hari libur dari sekolah, setidaknya 3 hari, untuk tidur dan beristirahat di rumah. Dr. Hyde juga bilang, Zayn harus mengawasinya.

Zayn harap dia tidak punya jadwal latihan fisik, jadwal latihan pertandingan, dan jadwal pertandingan liga champions dalam beberapa hari kedepan. Zayn harap ia bisa mengatakan pada Jose Mourinho kalau ia habis tertabrak kereta atau semacamnya, sehingga ia harus cuti 3 hari. Hanya 3 hari.

Tetapi Zayn tidak punya pilihan lain.

Zayn sudah mencoba mengontak suster Alaska, tetapi si suster bilang ia sedang mengunjungi ibunya di Newcastle dan baru kembali sekitar 3 hari lagi. Satu-satunya yang tersisa adalah Mr. Jackson, dan Zayn paham kalau supir tidak seharusnya mengurus anak majikan yang sakit.

Zayn menelpon Cassie, memberitahu keadaan Alaska, dan Cassie kedengarannya cukup prihatin. Zayn kadang-kadang lupa kalau Cassie ini dokter. Walaupun dokter spesialis tulang, sih.

“Wah, aku harap aku bisa menjaga Alaska tetapi aku sedang menengok Aaron di Dubai karena dia dapat 3 hari cuti,” kata Cassie tadi. “Berjuang, ya, Zayn. Kau pasti bisa kok mengurus Alaska sendirian.”

Tampaknya Zayn sudah mengurus Alaska sendirian selama 6 tahun belakangan ini, jadi tentu saja ia bisa.

Zayn akhirnya menelpon Iris.

Tidak tahu kenapa, Iris adalah nama berikutnya yang muncul di benaknya. Menurut Zayn Iris lebih mahir dalam mengurus anak walaupun Zayn sudah punya anak dan Iris belum. Jelas, sih, dia kan guru sekolah dasar.

“Halo?” kata Iris dari sebrang.

Hampir-hampir Zayn merasa lega sekali saat mendengar suara Iris. “Iris, langsung to the point saja,” gumamnya. Ia tidak tahu apakah tidak apa-apa kalau orang tua murid langsung memanggil guru dengan nama depannya seperti ini. “Alaska sakit, jadi dia tidak bisa masuk sekolah. Mungkin 3 hari.”

Terjadi keheningan yang cukup panjang.

“Alaska....sakit?”

Mungkin perasaan Zayn saja atau memang Iris terdengar sangat khawatir saat mengucapkan kata yang barusan.

“Iya, kata dokter sih cuma demam.”

Lagi-lagi, Zayn merasa seperti mereka berdua adalah pasangan suami-istri yang sudah bercerai, sedang bersama-sama mengkhawatirkan anak mereka satu-satunya yang sedang sakit. Anehnya, Zayn tidak merasa terganggu dengan perasaan semacam itu.

“Bolehkah aku menjenguk?” tanya Iris.

Nah, kan.

“Boleh saja, sih,” Zayn menjawab. “Sebenarnya kalau boleh dan kalau bisa, aku ingin meminta tolong padamu. Aku sudah menelpon suster Alaska dan menelpon tantenya juga, tetapi mereka sama-sama tidak bisa menjaga Alaska.”

“Jadi?”

“Jadi, ya, kalau kau bisa, bisa tolong jaga dia dalam 3 hari ini?” Zayn ragu Iris bakal menjawab ‘ya’ karena cewek itu pasti punya banyak pekerjaan untuk dilakukan. “Aku benar-benar sibuk minggu ini. Aku tahu harusnya aku meluangkan waktu untuknya, tapi—“

“Ya, aku mengerti,” potong Iris. “Jadi, mulai kapan aku harus menjaganya?”

Senyum Zayn mengembang. “Kau bisa?”

“Kenapa tidak?” Iris terdiam sebentar. “Tapi, kau tahu kan aku paling tidak harus ada di sekolah sampai jam 12 siang. Setelah itu baru aku bisa kerumahmu untuk menengok Alaska.”

For him, She was.Where stories live. Discover now