Part 38

2.8K 331 73
                                    

Hari itu Sabtu, ketika tahu-tahu Aaron datang kerumahnya.

Zayn sedang berenang pagi-pagi bersama Alaska. Sejak Alaska meminta sedikit waktu Zayn untuknya, Zayn memutuskan untuk selalu menghabiskan waktu bersama Alaska. Hanya pergi kalau benar-benar perlu.

Dan tentunya, itu berlaku juga untuk Katya. Dalam satu minggu, paling tidak Zayn hanya satu kali bertemu Katya. Atau contohnya minggu itu, mereka bahkan belum bertemu sama sekali. Selain karena jadwal Zayn padat, waktu yang sedikit itu hanya dihabiskannya bersama Alaska.

Lagipula, beberapa hari lalu Katya mengatakan bahwa ia akan pergi ke luar kota selama beberapa hari. Jadi tampaknya minggu-minggu ini adalah minggu yang sulit untuk hubungannya dengan Katya.

"Hai, Zayn," Aaron menyapa, wajahnya terlihat senang. "Sedang bersama Alaska rupanya."

Alaska menyeringai, lalu dengan tubuh basahnya, ia berlari menghampiri Aaron. "Uncle!" teriaknya. Aaron langsung menggendong Alaska, tidak tampak keberatan walaupun Alaska membuat kaos dan celananya ikut basah.

"Wah, kau makin besar ya?" Aaron tertawa.

Zayn keluar dari dalam kolam. Ia memeras celana boxernya yang basah, lalu mengambil handuk di kursi terdekat untuk menutupi tubuhnya.

"Jadi, kenapa datang pagi-pagi?" tanya Zayn setelah menyuruh Alaska bermain sendiri sementara ia dan Aaron mengobrol agak jauh. "Dimana Cassie?"

"Cassie di rumah, sedang istirahat. Aku sudah meminta izin padanya untuk kesini sebentar. Dia tidak ikut karena, yah, tampaknya sedang tidak enak badan. Dia sudah akan melahirkan, kau tahu."

Zayn menyeringai. "Kau akan jadi ayah," gumamnya.

"Seperti kau juga."

"Tapi serius," Zayn mengubah topik ke topik awal. "Kenapa datang pagi-pagi? Biasanya kau bakal menyuruhku datang."

Aaron mengisyaratkan Zayn untuk menunggu. Ia mengambil sesuatu di meja dapur, sebuah kantong karton yang ukurannya tidak terlalu besar. Dari kantong itu, ia mengeluarkan sebuah kotak berbentu persegi panjang.

"Apa itu?" Zayn mengerutkan dahinya bingung.

"Hadiah ulang tahunmu," sekarang Aaron menyeringai. "Aku lupa kau ulang tahun, kalau bukan Cassie yang mengingatkan. Entah dia ingat darimana. Lagipula, hadiah ini memang tidak bisa kuberikan tepat waktu karena prosesnya panjang."

Zayn membuka tutup kotak itu. "Pistol?"

"Aku tahu kau mungkin tidak membutuhkannya. Lagipula, hanya ada satu peluru di dalamnya. Aku tidak memberikannya kepadamu untuk dipakai, sih. Aku hanya ingin memberikan sesuatu kepadamu, dan aku bingung harus memberikan apa. Inilah yang terpikirkan."

Zayn memperhatikan pistol itu. Itu adalah sebuah hand gun yang panjangnya tak lebih dari 20 senti, berwarna hitam doff. Di bawahnya, terdapat surat-surat kepemilikan yang tidak perlu dibuktikan keasliannya.

"Oke," Zayn mengangguk. Ia mengambil benda itu, lalu meletakkannya di laci di bawah meja televisi. "Terima kasih, kurasa?"

Aaron tertawa. "Ya, sama-sama. Ah, dan, satu lagi." Aaron mengeluarkan sebuah koran, dengan headline news sebuah kecelakaan pesawat. "Aku tak sengaja menemukannya. Lihat," ia menunjuk sebuah nama.

Ethan Nakamura.

"Korban?" Zayn mengerutkan dahinya bingung.

"Ya....tampaknya begitu." Aaron terdiam selama beberapa saat. "Dia salah satu penumpang di kecelakaan pesawat itu, Zayn."

"Dia sudah meninggal?" tanyanya tak percaya. Aaron hanya mengangguk.

Zayn terdiam. Ia merasa seperti sesuatu telah menghantamnya. Ethan sudah meninggal. Rasanya baru kemarin pria itu menghampiri Aaron di rumahnya untuk meminta maaf. Lalu sekarang pria itu sudah meninggal.

For him, She was.Where stories live. Discover now