Part 25

2.9K 293 52
                                    

Jace: "And if I can't be with her, it doesn't really matter to me where I am. I might as well be with you, because at least if she knew I was trying to protect you, that might make her happy."

Simon: "So you're trying to make her happy despite the fact that the reason she's unhappy in the first place is you? That seems contradictory, doesn't it?"

Jace: "Love is a contradiction."

—The Mortal Instruments: City of Fallen Angels.

***

Ketika Zayn sampai di lobby rumah sakit pun napasnya sudah hampir habis. Ia merasa seperti habis bermain 120 menit tanpa diganti. Keringat dingin sudah bercucuran dari keningnya, turun sampai ke lehernya, tetapi tidak ada waktu untuk mengeluh.

Cepat-cepat Zayn menghampiri bagian resepsionis. Resepsionis itu sedang menunduk untuk menatap buku di atas mejanya ketika Zayn tiba dengan gaduh karena keseimbangannya nyaris hilang. Si resepsionis mendongak, lalu ia terlihat kaget ketika menatap Zayn.

"Unit gawat darurat?" ia bertanya.

Zayn cepat-cepat menggeleng. "Tidak, tidak," sahutnya. "Aku ingin bertemu Dr. Flynn."

Si resepsionis memandangi Zayn dari atas sampai ke pinggangnya. Mungkin ia merasa Zayn seperti korban tabrak lari, padahal tidak ada noda darah di kausnya. Kaus yang ia pakai hanya melekat erat pada tubuhnya seperti kulit karena terkena keringat dingin. Dan mungkin, ia kelihatan pucat.

"Dr. Flynn sedang tidak ada," kata si resepsionis dengan nada menyesal. "Maksudku, tentu, dia ada. Tetapi dia sedang tidak bisa praktek."

"Aku ingin bertemu dengannya."

"Maaf, aku takut kau tidak bisa," katanya lagi, masih dengan nada menyesal yang sama. "Kalaupun bisa, kau tidak punya banyak waktu karena sebentar lagi jam besuk akan habis."

Zayn mengerutkan dahinya bingung. "Aku tidak ingin membesuk siapa-siapa."

"Kau bilang kau ingin bertemu Dr. Flynn?" tanyanya, membuat Zayn mengangguk. "Dr. Flynn kecelakaan tadi siang, ketika hendak kembali kesini. Mobil yang ditumpanginya ditabrak mobil dari arah kanan. Dia selamat, tetapi kondisinya kritis."

Kenyataan itu seperti sebuah tamparan di pipi buat Zayn. Dr. Flynn kecelakaan tadi siang. Artinya hanya beberapa saat setelah Zayn bertemu dengannya ketika ia hendak menebus obat. Dan kecelakaan itu terjadi disaat yang bersamaan.

Saat Zayn mengetahui sedikit kebenaran.

Entah ini hanya perasaannya saja, atau ia memang selalu dijauhkan dari kebenaran, bahkan walaupun kebenaran yang diperolehnya baru sedikit sekali.

"Dimana dia dirawat?"

Si resepsionis memberi secarik kertas yang sebenarnya tidak perlu, mengingat Zayn bisa menghafal dengan baik bagian-bagian rumah sakit itu karena sudah beberapa kali kesana. Kamar Dr. Flynn terletak di lantai tiga, di sayap kiri. Kamar Amber nomor 303, begitu tulisannya.

Dengan sabar, Zayn menunggu lift. Ketika lift berdenting terbuka dan orang-orang yang hendak turun sudah berhamburan keluar, Zayn masuk. Lift tertutup kembali, lalu Zayn mengulurkan tangannya untuk menekan angka 3.

Hanya ada beberapa orang di dalam lift dan mereka semua memperhatikan Zayn seperti sesuatu yang keren tetapi menyedihkan. Zayn tahu, tetapi ia tidak peduli. Tepatnya, ia tidak punya banyak waktu untuk peduli tentang apapun. Baik penampilannya, atau kesehatannya.

Zayn harus beristirahat sebentar ketika ia keluar dari lift. Ia bisa saja ambruk ke lantai saat itu juga karena kepalanya terus-terusan terasa sakit, dan perutnya terasa seperti sedang ditonjok oleh sekumpulan orang. Lagi, tidak ada waktu untuk mengeluh.

For him, She was.Where stories live. Discover now