Part 3

3.7K 371 6
                                    

Alaska sudah ada di rumah.

Zayn begitu lega karena saat ia membuka pintu depan, Alaska langsung berlari menghampirinya, lalu memeluknya. Zayn berjongkok untuk balas memeluk Alaska.

Ia sangat lega sampai-sampai ia ingin menonjok sesuatu.

Rambut Alaska tidak basah, tetapi wangi stroberi. Tubuh Alaska wangi bedak bayi yang biasa ia pakai sejak umurnya masih 1 tahun.

“Daddy lama sekali,” Alaska menggerutu.

“Maafkan daddy, ya,” gumam Zayn. “Tadi daddy mengobrol dulu dengan Jose Mourinho. Daddy jadi lupa daddy harusnya menjemput Alaska. Lain kali, daddy akan suruh Mr. Jackson saja untuk menjemput Alaska, oke?”

Alaska menggeleng. “Tidak,” katanya. “Alaska mau dijemput daddy.”

Alaska kemudian melepas pelukannya dan berlari kecil menuju seseorang yang berdiri di samping grand piano Zayn. Awalnya Zayn tidak menyadari kehadiran si cewek berambut cokelat itu, tetapi sekarang ia menyadarinya.

Dia siapa?

“Hai, um,” si cewek itu berkata seolah ia tahu kalau Zayn diam-diam menanyakan siapa dia? “Namaku Iris Tomlinson. Aku guru musik Alaska di sekolah.”

Entah kenapa, cewek ini tidak asing.

“Apa kita pernah bertemu?”

Sesaat setelah Zayn mengajukan pertanyaan itu, raut wajah si cewek langsung berubah masam. Zayn tidak tahu apakah ia pernah bertemu dengan cewek ini sebelumnya atau tidak, tapi ia berani bertaruh kalau mereka pernah bertemu, pertemuan pertama mereka pastilah tidak berjalan baik.

“Ya,” si cewek menjawab dengan ketus. “Satu kali. Kau menabrak mobilku waktu itu. Memberikanku kartu nama, habis itu pergi.”

Oh, pantas.

“Oh, pantas,” Zayn mempertahankan raut datarnya. “Kau tidak menelponku untuk meminta ganti. Kenapa? Atau perlukah aku ganti sekarang?”

Zayn dapat membaca raut sejenis ‘serius, nih? Kau pikir aku butuh uangmu?’ di wajah cewek itu, tetapi cewek itu hanya tersenyum sedikit.

“Oh, tidak perlu. Temanku bisa memperbaikinya. Tenang saja, aku tidak butuh uangmu,” kata si cewek pada akhirnya.

Sebenarnya, sih, ini bukan soal uang atau apa. Zayn tidak peduli apakah cewek ini mampu untuk membayar reparasi mobilnya atau tidak. Ia hanya ingin mengganti rugi karena ia merasa kecelakaan itu adalah salahnya.

Tapi kalau cewek itu memang tidak ingin diganti rugi, ya sudah. Buat apa Zayn memaksa untuk mengganti rugi? Seperti di film picisan saja.

“Soal Alaska,” Zayn berdehem. “Terima kasih sudah mengantarnya pulang.”

Cewek itu menatap Zayn dingin.

“Bukan masalah.”

***

Zayn sedang merokok di teras depan saat tiba-tiba si guru yang bernama Iris ini keluar. Sepertinya cewek itu tidak menyadari kehadiran Zayn, karena sewaktu Zayn bertanya apakah cewek itu sudah mau pulang, dia malah kaget.

“Eh, iya,” dia tersenyum. “Alaska sudah tidur. Sebaiknya aku pulang sekarang.”

“Kuantar.”

Saat Zayn mengatakan itu, raut wajah si cewek langsung berubah. Entah apa yang dipikirkannya, Zayn tidak mau tahu. Zayn langsung mematikan rokoknya, dan mengambil kunci mobil.

“Apa?”

Setelah Zayn sudah berada di dalam mobilnya, barulah Zayn menjawab pertanyaan si cewek. “Anggap saja ucapan terima kasihku sekaligus permintaan maafku karena menabrak mobilmu,” katanya. “Tunggu apa lagi?”

For him, She was.Where stories live. Discover now