Part 2

4.3K 384 18
                                    

“Zayn,” panggil Katya. “Aku tahu cerita ini.”

Zayn mengangkat sebelah alisnya. “Benarkah?”

“Iya. Setahuku...”

Zayn mendapati dirinya tersenyum saat Katya bercerita. Ia menyukai cara Katya menyampaikan cerita itu—begitu lembut dan detail, dengan gestur yang tepat. Ia menyukai mata Katya yang berbinar di bagian favoritnya. Ia menyukai Katya yang tersenyum saat mendapati Zayn tersenyum.

“...sehingga Hippomenes menang.”

“Lalu?”

“Golden Apple juga diceritakan...”

Katya kembali bercerita. Kali ini mata abu-abunya terlihat sangat berbinar. Zayn bahkan bisa melihat senyum yang terus-terusan terhias di bibir Katya selama Katya bercerita. Cewek itu terlihat sempurna—seperti biasa.

“Tetapi, cerita tentang Golden Apple favoritku adalah cerita di drama ini,” katanya lagi.

“Memang seperti apa?” tanya Zayn.

“Dalam keputusan Paris, Golden Apple dikenal sebagai Apel Perselisihan,” Katya bercerita lagi. “Eris, dewi perselisihan, melemparkan Golden Apple bertuliskan ‘untuk yang tercantik’ saat pernikahan Peleus dan Thetis.”

Sebenarnya Zayn merasa tidak enak karena ia nyaris tidak menangkap apa yang Katya ceritakan kepadanya. Ia sibuk memperhatikan Katya dengan segala keindahan dan kesempurnaan cewek itu. Ia sibuk memperhatikan Katya dengan segala kecantikkannya, sekalipun cewek itu tidak berusaha untuk menjadi cantik.

“...perang Troya,” kata Katya. “Begitulah.”

“Wow,” Zayn tersenyum. “Kalau aku yang memegang apel emas itu alih-alih Eris, aku pasti akan melemparkannya kepadamu.”

Kenang Katya berkerut. “Kenapa?”

“Karena kau yang tercantik.”

Pipi Katya langsung bersemu merah begitu Zayn mengucapkan kata-kata itu. Zayn mendapati dirinya sekali lagi mengagumi Katya dengan segala keindahannya. Mata abu-abunya, rambut cokelatnya, pipi merahnya.

Saat itu Zayn membayangkan, apa jadinya ia tanpa Katya?

***

Mimpi lagi.

Zayn terbangun jam 2 pagi dengan kepala yang berdenyut-denyut. Ia—entah yang keberapa ribu kali—memimpikkan Katya lagi. Kali ini ia memimpikkan kencan pertama mereka sewaktu di Merseyside, saat Zayn mengajak Katya menonton theater.

Tentu Zayn masih mengingat kejadian itu walaupun sudah bertahun-tahun lalu. Ia masih ingat bagaimana Katya terlihat sangat bahagia. Ia masih ingat wajah lugu Katya, pipi merahnya, senyum indahnya.

Kali itu Zayn sedang tidak ingin merokok ataupun minum alkohol, jadi ia keluar kamar dan berjalan menuju grand piano-nya yang ia beli beberapa tahun lalu.

Zayn belajar main piano tepat dua tahun lalu, dan entah bagaimana ia juga tidak tahu, ia sedikit-sedikit bisa bermain piano.

Zayn memainkan lagu Moonlight Sonata—lagu favoritnya—ciptaan Beethoven.

Lagu ini terdengar agak seram saat pertama kali ia mendengarnya, tetapi memang sih, secara keseluruhan lagu ini memang seram. Tetapi ada suatu hal yang Zayn rasakan ketika ia memainkan lagu ini, yang tidak bisa diungkapkannya.

Saat Zayn mendongak, ia mendapati Alaska sedang berdiri di ujung anak tangga. Wajahnya masih terlihat mengantuk. Ia mengenakan baju tidur panjang bergambar kartun yang tidak Zayn ketahui. Mata abu-abunya menyipit sementara rambut cokelatnya menjuntai.

For him, She was.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang