Part 26

2.9K 310 60
                                    

"I can't help it. You're the most beautiful thing I've ever seen. You can't hold it against me for saying it the only time I'm allowed to."

—Aspen , The Selection.

***

Daisy Ackerley membukakan pintu untuk tetangganya—Zayn Malik—sekitar jam 9 malam. Sebelumnya Zayn memang sudah mengatakan bahwa ia akan menitipkan Alaska disana, karena ia ada sedikit urusan.

Daisy sendiri tidak keberatan. Jarang-jarang Damon kedatangan teman seperti ini. Sejak Damon berada di playgroup sekalipun, Damon selalu menyendiri. Ia tidak pernah dekat dengan siapapun, yang sebenarnya, bukan sepenuhnya salah anak itu.

Zayn berdiri di depan pintu rumahnya. Di balik kaus tipis yang dipakainya, Zayn memiliki tubuh atletis yang dimiliki oleh sebagian besar atlet. Walau begitu, wajahnya tampak sangat lelah. Usianya pasti belum menyentuh angka 30, tetapi dengan wajah selelah itu, ia kelihatan seperti 35.

"Menjemput Alaska?" Daisy bertanya dengan ramah, yang dibalas oleh anggukan singkat serta senyum seadanya oleh Zayn. Dengan gesturnya, Daisy mengisyaratkan Zayn untuk mengikutinya ke dalam. "Alaska ada di kamar Damon."

Daisy menunjukkan jalan menuju kamar Damon, lalu membukakan pintu. Kamar Damon sepi dan gelap, dan berantakan juga. Dari pintu, terlihat Alaska sedang terlelap di ujung kiri tempat tidur Damon, sementara Damon tidur di atas lantai yang dilapisi karpet tebal.

Tanpa suara, Zayn melangkah masuk. Mula-mula ia menggendong Damon lalu meletakkan anak itu di atas tempat tidur, barulah ia mengangkat Alaska dan memeluk anak itu dalam gendongannya. Dalam gendongan Zayn, tidur Alaska bahkan tidak terganggu sama sekali.

"Maaf merepotkan," kata Zayn.

"Tidak, aku malah senang akhirnya Damon punya teman," Daisy tersenyum. "Omong-omong, memangnya Alaska...?"

"Tidak bangun?" tebak Zayn. Daisy mengangguk. "Tidak. Alaska sulit dibangunkan kalau ia sudah tidur seperti ini, jadi tidak masalah."

Daisy menoleh ke arah Alaska yang masih memejamkan matanya. Dadanya naik turun dengan teratur layaknya orang tidur. Rambutnya yang panjang menjuntai turun melewati lengan Zayn. Saat seperti itu pun, Alaska tetap terlihat cantik.

Alaska tidak terlalu mirip dengan Zayn, pikir Daisy. Rambut Alaska cokelat, rambut Zayn hitam. Mata Alaska abu-abu, mata Zayn cokelat. Tetapi, ada satu yang benar-benar mirip dari mereka, yang sulit dijelaskan Daisy.

Ketika mereka sampai di depan pintu, Zayn menggumamkan maaf serta terima kasih sekali lagi sebelum kembali ke rumahnya sendiri. Setelah Zayn pergi, Daisy menutup pintu di belakangnya, lalu berjalan masuk, ke arah kamar Damon.

***

Waliyha membukakan pintu untuk Zayn. Kakaknya datang sembari membawa Alaska di pelukannya. Tampaknya Alaska tertidur sangat lelap sampai-sampai anak itu tidak bangun ketika Zayn membetulkan posisi kepala Alaska menggunakan lengannya.

Setelah Zayn meletekkan Alaska di kamarnya di lantai dua, Zayn turun untuk bergabung bersama Waliyha di atas sofa.

Kalau diperhatikan, Zayn terlihat sedikit lebih kurus. Tulang rahang dan tulang pipinya menonjol. Kulitnya juga pucat. Terdapat kantung mata dan lingkaran hitam di sekitar matanya.

"Aku harus pergi ke Manchester," kata Zayn. Suaranya serak dan pelan, nyaris seperti bisikian. "Bisakah kau menjaga Alaska selama aku tidak ada?"

Waliyha memegang tangan Zayn. "Kau yakin kau tidak apa-apa?" tanyanya. Waliyha mengabaikan rasa dingin di telapak tangannya ketika ia menyentuh permukaan kulit Zayn. "Kau sakit. Bukankah sebaiknya kau tidak ikut tanding?"

For him, She was.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang