Part 35

2.9K 304 56
                                    

Katya terbangun dengan bantal di bawah kepalanya, selimut menutupi tubuhnya, lampu sudah menyala, serta semua lilin sudah mati. Juga, flat yang kosong karena Zayn sudah tidak ada.

Sebenarnya ada bagian dari diri Katya yang entah bagaimana berharap Zayn masih ada disana, tertidur di suatu tempat. Tetapi tidak mungkin. Saat itu sudah sekitar jam 7 pagi, sedangkan Zayn sendiri bilang dia harus ke bandara jam 8 pagi.

Katya belum mau beranjak dari posisinya. Memang, tidur di sofa membuat tubuhnya sedikit sakit. Tapi membayangkan bahwa Zayn mengambilkan bantal dan selimut untuknya dan menyelimutinya membuat Katya merasa.....entahlah. Sesuatu yang sulit dijelaskan.

Katya tidak tahu kapan tepatnya Zayn pergi. Apakah sesaat setelah Katya tertidur? Atau sesaat setelah lampu menyala? Atau beberapa saat lalu? Tapi, mungkin Zayn pergi sesaat setelah Katya tertidur. Lagipula, tidak mungkin Zayn tahan sendirian di flat yang gelap, sembari menunggu orang tidur.

Semalam, sebelum tidur, Katya mengobrol banyak hal bersama Zayn. Katya menemukan dirinya dengan mudah bercerita tentang hal-hal yang dia kira tidak akan pernah dia ceritakan kepada siapapun karena hal-hal itu tidak penting, tetapi dengan Zayn, Katya merasa ia bisa menceritakan apa saja.

Zayn sendiri terlihat memperhatikan dengan cukup baik. Walaupun Katya rasa Zayn bosan mendengar cerita Katya yang tidak penting, tetapi cowok itu tetap terlihat menyimak dengan baik. Sekali-sekali menimpali, sekali-sekali bercerita.

Katya berpindah posisi, lalu secara tidak sengaja kakinya yang terluka itu mengenai pinggiran sofa, membuatnya meringis. Tetapi hanya sebentar, karena rasa sakitnya menghilang ketika Katya mengingat kejadian semalam.

Astaga, dia memang sangat ceroboh. Kok bisa-bisanya menjatuhkan piring cuma karena lampu yang tiba-tiba padam?

Tapi Zayn, tanpa disangka-sangka, malah membantu Katya membereskan pecahan piring yang berserakan, serta membalut luka di kaki Katya. Dan Zayn juga tahu kalau Katya takut gelap. Mereka pasti benar-benar kenal dekat waktu itu.

Kadang Katya ingin tahu bagaimana perasaannya terhadap Zayn waktu itu. Apakah Katya menyukai Zayn? Katya punya firasat yang kuat bahwa jawabannya adalah ya. Katya mungkin dulu menyukai Zayn. Memangnya, bagaimana mungkin Katya tidak menyukai Zayn kalau Zayn sendiri sebaik itu?

Zayn selalu memperhatikan Katya ketika Katya berbicara. Tidak pernah memotong, tidak pernah berkomentar sebelum tiba saatnya berkomentar. Zayn selalu bersikap sopan, tidak pernah satu kalipun bersikap kurang ajar. Tutur katanya juga halus.

Dan suaranya.....Katya tidak tahu apakah dia pernah menyukai suara orang lain seperti dia menyukai suara Zayn. Katya mungkin tidak ingat kalau dia pernah mengenal Zayn, tapi suara itu familiar sekali di telinganya.

Suara Zayn rendah dan serak, tetapi anehnya lembut.

Sepertinya, sudah cukup Katya memikirkan Zayn. Toh mereka hanya sebatas teman. Zayn sendiri yang bilang begitu. Pasti ada sebuah alasan kenapa mereka tetap berteman. Dan Katya ingin mereka tetap begitu sampai ia menemukan alasannya.

Katya bangun, lalu mengecek ponselnya. Ia menemukan satu pesan singkat dari Zayn yang dikirim sekitar jam 4 pagi.

Lampunya sudah menyala. Maaf aku harus pergi tanpa membangunkanmu.

Omong-omong, tidak memberiku kalimat dukungan?

Hanya dengan itu, Katya tertawa.

Semoga beruntung!

***

Iris senang karena Damon sudah masuk sekolah.

Memang, Damon seperti bayangan. Ia ada disana tetapi tidak benar-benar terlihat. Tidak bicara, tidak aktif seperti anak-anak yang lain. Bagaimanapun, Iris tidak bisa menyalahkan Damon. Damon mau masuk sekolah saja sudah bersyukur.

For him, She was.Where stories live. Discover now