Bab 33

1.8K 164 5
                                    

"And oh my love,
I'm holding on forever,
Reaching for the love that seems so far."

Westlife – My love.

****************

Sekali lagi hari telah berganti. Lapisan putih tak jua menampakan tanda akan menipis. Bersama dinginnya tiupan angin salju perlahan turun. Matahari yang telah dinanti-nanti tidak pula kunjung bersinar, masih terlelap diselimuti gumpalan awan kelabu nan tebal.

Barius adalah desa yang sepi. Penduduk yang mungkin tidak melibihi seratus orang hidup dengan kedamaian sesuai masing-masing keluarga. Musim dingin bukanlah waktu dimana mereka aktif di luar rumah. Tetapi cahaya kehangatan juga kepulan asap dari cerobong-cerobong menandakan aktifnya kehidupan mereka.

Di sebuah rumah, lebih jauhnya di sebuah ruangan dengan jendela yang masih ditutup rapat seseorang tengah terbaring. Lapisan selimut, tabung-tabung kompresan tidak lupa bantal-bantal empuk mengelilinginya. Seolah menjadi penjaga ketika ia terlelap.

"Bagaimana?" Sebuah suara meski berusaha tenang, nada khawatir masih terdengar pula darinya.

"Kondisinya sudah lebih stabil." Tangan terampil milik pria berambut hitam itu segera kembali memperbaiki letak pakaian setelah selesai memeriksa pasiennya tadi. Matanya masih sembab akibat malam panjang yang dilaluinya. Tubuhnya lelah menjeritkan keinginan untuk lebih lama bergumul di ranjang. Tetapi apa daya? Nona muda yang ia layani sudah memintanya bekerja sejak dini hari.

Aron kembali menguap akibat rasa kantuk yang ditahannya.

"Tidak lama lagi seharusnya ia sudah bisa sadar. Jika kau tidak butuh hal lain aku akan ada di ruanganku." Untuk tidur. Tentu penjelasan terakhir tidak disampaikannya.

".. Beristirahatlah Aron." Tetapi bahkan ketika Aron tidak mengatakannya langsung, Serena sudah dapat menebak.

Dan Meski sedikit terkejut, Aron tidak banyak memikirkannya. Baguslah jika nonanya segera mengerti. Ia mungkin setidaknya cukup bersyukur untuk sisi cepat tanggap gadis itu. Dengan langkah ringan Aron meninggalkan ruangan.

Suara helaan nafas terdengar kemudian begitu yakin Aron tidak akan mendengarnya. Bola matanya kembali menangkap sosok pemuda yang terbaring.

Rambut pirang menjuntai hingga bahunya. Helai demi helai nampak lembut bahkan ketika tidak dirawat. Rona pucat yang perlahan berwarna setidaknya cukup memberikan sedikit ketenangan bahwa benar anak ini membaik.

Lagi Serena tanpa sadar menghela nafasnya. Entah untuk yang keberapa kalinya. Bahkan sepertinya ini adalah kali pertama membiarkan dirinya seperti ini. Menampakan kelemahan, menunjukan jelas kekhawatiran dihadapan orang banyak, ini adalah yang pertama kalinya.

Khawatir? Tentu saja. Pria muda yang terbaring ini adalah pangeran kedua, putra yang terlahir langsung dari permaisuri, terdaftar sebagai pewaris tahta setelah Vienno. Bisa dibayangkan akan betapa gegernya kerajaan ini jika saja diketahui ia pingsan di tanah Barius? Terlebih di tempat dimana mantan putri mahkota mengasingkan diri, Serena sudah dapat membayangkan kalimat yang mungkin tercetak pada surat kabar. Begitu pula dengan undangan dan petisi yang masuk baik ke kediaman Olive maupun istana. Ia tahu rumor macam apa yang dapat tersebar. Baik itu secara positif maupun negatif.

Semalaman penuh hati gadis itu tidak tenang. Mungkin tidak berlebihan jika dikatakan iapun hampir selesai mempersiapkan diri untuk membuat pernyataan untuk berjaga-jaga.

Tetapi bahkan dengan semua penyangkalan itu, Serena tahu bukan perkara itu yang mengganggunya. Fakta bahwa anak ini mungkin tidak membuka mata, tengah tidak baik-baik saja yang mengguncang dirinya.

Kingdom Stories : The Abandoned CrownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang