BAB (13) LAMPU MERAH

773 175 15
                                    

Dari penunggu lampu merah kita belajar jika fisik yang menarik banyak dikejar daripada yang burik!
-Haidar

●○●

Entah apa yang sudah Haidar perbuat sampai Raden meninggalkannya begitu saja di taman kota. Ibaratnya, Raden gak bakalan marah kalau gak ada penyebab nya. Kali ini entah kesalahan apa yang membuat pemuda berdarah biru itu marah pada Haidar.

Entah motif apa juga yang membuat Haidar dan Raden pergi ke taman kota di hari sabtu. Biasanya mereka jarang pergi bersama, alasannya ya karena Haidar bisanya buat Raden darah tinggi. Selain karena orangnya malu-maluin plus pecicilan, Raden juga memiliki love-hate relationship bersama Haidar.

Marvel kini berjalan menyusuri taman untuk menemui Haidar yang batang hidungnya belum juga kelihatan. Padahal Marvel bisa saja mengabaikan Haidar dan fokus mencari sarapannya. Namun namanya juga teman, mau sebegajul apapun kelakuannya tetap saja Haidar itu temannya Marvel.

"Mang kalau makan bubur ayam enaknya tim di aduk atau nggak nih? Saya bingung sekarang banyak sekte lain yang ngadi-ngadi." Tanya Haidar Random yang saat ini duduk nangkring di dekat gerobak penjual bubur ayam.

"Yeh si ujang, ya kalau itu mah sesuai selera aja." Balas penjual bubur yang saat ini menyiapkan pesanan Haidar.

"Saya mah netral aja sih mang, di aduk hayu gak di aduk juga oke." Kata Haidar sambil menerima semangkuk bubur ayam yang sudah jadi.

"Gak tahu diri! Gue cariin ternyata disini." Kata Marvel yang sekarang berjalan menghampiri Haidar.

Haidar menghentikan tangannya yang baru saja akan mengaduk bubur ayam nya. "Weh Vel, kirain gak bakalan datang. Duduk sini!."

Marvel pun menurut lalu duduk di kursi plastik samping Haidar. Kebetulan sekali dia belum sarapan, Marvel pun memesan semangkuk bubur ayam.

"Lo sebenarnya ngapain ke taman kota?" Tanya Marvel setelah memesan lalu duduk kembali di samping Haidar.

Haidar menyimpan semangkuk bubur nya di kursi samping kiri yang kosong. Meneguk sedikit teh manis nya untuk membasahi kerongkongan yang bakalan bercerita panjang kali lebar pada Marvel.

"Gini nih Vel, gue kan di suruh Mami nganterin baju pesenan Ibundanya Raden. Nah gue kan otomatis nganterin ke rumahnya pagi buta, eh pas disana gue lihat Raden rapih banget pagi-pagi udah bening splending. Ya gue penasaran dong jadinya ngintilin dia deh." Jelas Haidar yang hanya di balas anggukan kecil Marvel.

"Lo jadi human lihat-lihat dulu orang yang mau di intilin kayak gimana. Kalau modelnya kayak Naufal atau Faresta ya gakpapa. Nah ini Raden lo intilin untung gak ditendang ke dunia lain." Komentar Marvel sambil menerima mangkuk bubur nya yang sudah jadi.

Haidar hanya cengesan mendengar ucapan Marvel. Kalian gak tahu aja kalau gangguin Raden itu seru sekaligus menguji adrenalin juga. Walaupun badannya kecil tapi masalah ucapannya itu loh bisa buat orang kena mental dengernya. Raden juga tak mandang bulu mau perempuan atau laki-laki bakalan kena ucapan julidnya kalau cowok itu gak suka. Haidar termasuk orang yang pernah beberapa kali kena mental sampai terjungkal dengar ucapan pedas plus menusuk Raden.

"Lah mending gue punya darah biru, daripada lo darah rendah. Yang ada kerjaannya bikin orang darah tinggi."

"Makanya otak itu dipake bukan cuman dijadiin pajangan kepala doang! Setidaknya walaupun gue bisa kalah di fisik tapi kalau masalah otak jangan ditanya!"

"Tanya apa Den?"

"Tanya lo kenapa makin gede makin goblok!"

Kurang lebih seperti itulah nasihat atau lebih tepatnya kata-kata julid Raden pas Haidar menyinggung soal tinggi badan Raden yang mentok alias gak tumbuh lagi. Tingginya sangat minimalis, wajahnya begitu manis namun ucapannya begitu miris.

STM vs SMEATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang