45 | TERPECAH BELAH

37.8K 4.5K 594
                                    

Vote
Comment
Vote
Comment

HAI PARA PEMBUCIN ANAKKU !

Untuk siapkan hati dan jantung ok?

Jangan berhenti ya, harus kuat sampe akhir !!

Yang berhenti baca berarti lemah, BERCANDA!! Terserah kalian mau gimana kok vira mah terima aja :')

Gak seserem itu...

BANTU AKU YUK SHARE CERITA INI KE TEMEN-TEMEN KALIAN BOLEH ?? biar bisa baper barenggg.

SELAMAT MEMBACA !! ❤❤

°°°°

"Ketika kepercayaan sudah di rusakan tak peduli seberapa sering kata maaf di ucapkan karena sudah tak ada artinya lagi." — Hera Asterla.

°°°°°

Makanan sudah tersedia rapi di atas meja. Fardil sengaja memesannya lebih banyak karena ia tahu kalau Hera merasa tidak enak padanya. Sementara Hera terlihat tak berselera padahal menu makanan yang di sajikan tampak lezat.

Hera tidak menyentuh kentang goreng pesanannya sama sekali. Gadis itu sibuk dengan pikirannya sendiri, hingga suara berat Ardes terdengar yang menyita atensi semua orang termasuk Hera.

"Pa, boleh bicara sebentar di luar?"

"Untuk apa?"

"Ada yang mau di omongin."

"Sebentar ya, Fardil." ucap ayah Ardes lalu berjalan keluar terlebih dahulu kemudian Ardes menyusulnya.

Hera mengusap wajahnya gusar. Ia hanya bisa berharap agar semuanya berjalan dengan baik tanpa merugikan kedua belah pihak. Fardil menepuk pundak Hera pelan membuatnya sontak menoleh.

"Kamu mau ya bantu om?" ucap Fardil seperti membujuknya.

"Bantu apa?" tanya Hera dengan alis bertekuk karena bingung.

"Bantu terima perjodohan ini. Selain mama kamu bebas, perusahaan om juga selamat karena om sedang mengalami rugi besar. Kamu mau ya, Hera?" Ada tatapan penuh harap di kedua mata Fardil yang memandangnya.

"Tau, masih mending papi gue mau bantu lo. Gak tau diri banget." celutuk Audy.

"Audy, gak boleh begitu." tegur Fardil kepada anaknya.

Perkataan Audy membuat Hera berpikir lagi. Memang benar jika Fardil sudah banyak membantunya, bahkan pria itu sering membelikan makanan kepadanya selagi Hera tidak memiliki uang. Hal itu yang membuat Hera merasa berhutang budi.

Jika Hera menolak pun membuatnya merasa tidak enak. Beberapa menit kemudian Ardes dan ayahnya kembali bergabung. Terlihat wajah Ardes memerah seperti sedang menahan amarah yang bisa meledak kapan saja.

Hera terus menatap Ardes, berharap ada kabar baik yang bisa ia dengar. Namun cowok itu hanya diam tak menoleh ke arahnya.

"Bagaimana pertunangannya? Mau kapan di laksanakan?" tanya ayah Ardes sembari tersenyum kepada Hera.

Hera membulatkan matanya tak percaya tetapi ia harus bersikap normal karena orang yang berada di hadapannya ini adalah yang punya yayasan SMA Dihantara.

"Bagaimana jika bulan depan?" usul Fardil dengan antusias.

"Bulan depan?!" beo Hera kemudian menatap Ardes untuk meminta pertolongan. Sementara Ardes terlihat datar seperti tak ada semangat hidup.

ZEUSHERA (SUDAH TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang