50. Di Bawah Tangisan Hujan (4)

11.4K 862 44
                                    

Selamat membaca guyss!!

---

Setelah di ringkus nya Beny dari kamar rawat inap oleh kepala polisi. Semua bukti sudah mereka dapatkan baik dari kesaksian ajudan Beny yang menculik Levin. Serta pengakuan dari pelayan di rumah Anya yang mencampurkan obat keguguran dalam minuman nya saat David berkunjung.

Air mata Anya menetes, ia mencengkram selimutnya. Dirinya sangat ketakutan jika bayi nya akan keguguran lagi. Lalu melihat keadaan Levin yang parah. Semua itu juga ulah Beny. Ini seperti ia diikuti oleh banyak kesialan hingga Levin terkena dampaknya.

"Aku takut." Guman Anya menutup wajahnya.

Adam menggelengkan kepalanya, "Ini salah ku, seharusnya kau tidak pernah menikah dengan baj*ngan itu nak." Ia mengelap air matanya yang ikut jatuh.

Harga diri Adam sudah hancur lebur saat tahu jika ini semua perbuatan Beny. Mantan menantunya. Harusnya ia memberikan peringatan lebih pada orang gila itu. Putrinya yang malang harus mengalami semua ini. Ini sangat tidak adil.

Ardian hanya bisa menatap adik bungsu perempuannya dengan mengepalkan kedua tangannya. Arlina sudah menangis dengan Gabriella putri nya di sebelahnya.

Adam mengambil tangan Anya lalu mengelusnya, "Kau jangan khawatir lagi. Ayah akan menjerumuskan orang itu ke jurang tak berdasar, hingga kau tidak akan pernah melihatnya lagi." Janji nya lalu mengecup dahi putrinya.

Dirinya kemudian menoleh melihat Levin yang hanya bisa menatapnya tanpa ekspresi.

"Tuan David sepertinya kita perlu bicara. Dan anak-anak ayo biarkan Anya dan Levin istirahat." Ujar Adam meminta pengertian pada semuanya.

Ia menepuk bahu Levin seakan bangga dengan usaha hidup anak itu. David menggangguk saat Adam menatapnya. Ia mendorong kursi roda Levin menuju ranjang sebelah Anya.

Gabriella menatap sekilas kedua orang yang saling diam itu sebelum benar-benar menutup pintu kamar rawat inap nya.

Anya menggigit bibirnya takut melihat sekilas Levin yang hanya diam saja. Ia ingin menangis lagi melihat keadaan Levin. Dengan seluruh keberaniannya dirinya mendongakkan kepala menatap lurus mata Levin.

Selama bermenit-menit tidak ada percakapan di antara keduanya. Mereka hanya saling bertatapan seakan menyiratkan sesuatu di sana.

"Maaf." Itu adalah kata pertama Levin.

Mendengar hal itu membuat Anya menggeleng, "Kenapa kamu yang minta maaf. Kamu nggak salah Levin."

Levin ingin mengusap air mata Anya yang sejak tadi turun hingga sekarang. Tapi tidak bisa, dirinya merasa tidak berdaya bahkan untuk menggerakkan jemarinya.

Dokter mengatakan jika tangan Levin perlu di operasi secepatnya. Karena ini bisa berbahaya jika dibiarkan, akan tetapi Levin memohon untuk menundanya. Meminta waktu sejenak, hanya sebentar saja.

Dirinya ingin melihat keadaan Anya, Levin tidak mau begitu saja percaya dengan ucapan Gellen bahwa Anya baik-baik saja. Ia ingin melihat Anya secara utuh. Levin bisa bunuh diri di tempat jika Anya dan bayi di perutnya kenapa-kenapa karena ketidak becusan nya menjaga Anya.

"Sorry I can't take care of you and our baby." Senyum sendu Levin, air matanya menetes tanpa suara.

Untuk pertama kalinya Levin merasa sangat tidak berguna menjadi manusia. Ia tidak bisa melindungi Anya, ia tidak bisa berada di sisi wanita nya saat Anya kesakitan, dan lagi ia tidak bisa melawan Beny.

Lantas apa yang bisa dilakukan oleh dirinya? Ucapan Beny berputar-putar di kepalanya. Demi apapun ia takut, Levin takut tidak bisa berdiri tegak di samping Anya setelah ini semua.

The Keyboardist And Sugar Mommy | NAVIGASI SERIESWhere stories live. Discover now