FIVE | HOW ABOUT ME?

255 90 54
                                    

Deringan diponsel Vanessa berbunyi membuatnya segera mengambil ponselnya yang berada di sakunya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Deringan diponsel Vanessa berbunyi membuatnya segera mengambil ponselnya yang berada di sakunya. Seketika senyuman terpatri dari bibirnya kala melihat Bundanya lah yang menelpon dirinya. Lantas ia menarik tombol hijau itu ke atas.

"Halo sayang, maafin Bunda karena Bunda gak bisa pulang sekarang. Soalnya Bunda harus lembur lagi buat nyelesain berkas di kantor."

Vanessa terdiam. Ia mendesah kecewa. Ia pikir Bundanya benar-benar akan pulang hari ini, tapi ternyata tidak.

"Sayang? Maafin Bunda, Nak."

Setelah terdiam cukup lama, ia pun membuka suaranya dan berusaha untuk tersenyum.

"Bunda gak usah minta maaf, Bunda juga kerja demi kebaikan Eca sama kak Resya. Semoga kapan-kapan kita bisa hangout bareng lagi ya, Bun. Semangat kerjanya, Eca tutup dulu dadah, assalamualaikum."

Tut tut tut

"Waalaikumsalam." Bunda Vanessa yang diketahui bernama Ana pun terdiam sejenak sesekali menghela nafas panjang.

"Maafin Bunda, Ca."

Di lain tempat Vanessa tengah menahan rasa bersalahnya. Apakah dirinya terlalu tidak sopan tadi? Ia bahkan memutuskan sambungannya sepihak ya walaupun ia sudah bicara bahwa ia akan menutup sambungan ya, ia tetap saja merasa tak enak hati. Takutnya Bundanya sakit hati karenanya. Tanpa sadar matanya mulai berair dan menandakan bahwa tangisannya akan pecah sebentar lagi.

"Bundaa, maafin Eca hiks..."

Deringan diponsel ya berbunyi menandakan ada yang menelponnya kembali. Lantas ia memilih mengangkatnya asal dan tak melihat nama sang penelepon.

"Ca, gue di depan."

"Ngapain?" ujarnya dengan suara yang sedikit serak.

"Ca? Eca lo kenapa?"

Vanessa mengusap air matanya kasar. "Eca gak papa."

"Ca, lo gak bisa bohong sama gue, lo kenapa?"

"Abis nangis hm?"

Vanessa menahan isak tangisnya. Mengapa ia selalu lemah jika sudah ditanya kenapa? Padahal itu cuma satu kata.

"Eca gakpapa." Setetes air matanya lolos kembali. Namun, ia berusaha untuk tidak terisak.

"Keluar," titah suara dari sebrang sana.

"Gak mau, males."

"Keluar sekarang," ujar lelaki itu dingin.

Mendengar nada bicaranya yang berbeda sontak membuat Vanessa segera mematikan sambungan teleponnya dan bergegas ke luar kamar untuk menemui seseorang di depan halaman rumah.

Dibukanya pintu utama olehnya menampakkan wajah datar milik Fauzan yang terpampang sangat jelas. Dilihatnya lelaki itu berjalan menghampirinya membuat Vanessa sedikit takut melihat wajah itu.

Diusapnya air mata gadis itu yang masih terlihat bekasnya oleh ibu jari milik Fauzan. Setelahnya tangan lelaki itu beralih untuk mengelus pipinya sayang. Hingga tatapan yang semula menatapnya dingin kini sudah tergantikan oleh tatapan teduhnya.

"Kenapa nangis, hm?"

Vanessa memilih menundukkan kepalanya dalam. "Eca gak nangis kok."

Fauzan memegang dagu gadis mengarahkan ke arahnya agar mata gadis itu menatapnya.

"Kalo gak nangis kenapa ada bekas air mata di pipi?"

Vanessa semakin menahan kuat-kuat isak tangisnya. Ia membuang pandangannya ke sembarang arah seakan tak mau menatap lelaki itu.

Fauzan dapat melihat mata Vanessa yang mulai berair. Ia hanya diam seakan menunggu Vanessa, ia akan melihat seberapa kuat Vanessa menahan segala isak tangisnya. Tangannya yang biasanya menarik Vanessa ke dalam dekapannya pun kini ia biarkan saja.

Vanessa kembali menatap Fauzan dengan air mata yang kian meluruh. Gadis itu segera mendekap Fauzan erat.

"Hiks.. hiks... Eca hiks.. Eca pengen bunda pulang hiks..."

"Bunda bilang mau pulang hiks.. sore, tapi Eca tungguin sampe malam gini bunda belum juga pulang hiks..."

"Bunda tadi nelpon Eca lagi tenyata bunda gak bisa pulang hari ini dan itu karena urusan kerjaan lagi hiks..."

"Eca juga kadang iri sama kak Resya, kenapa kak Resya suka dibeliin apapun yang kak Resya mau sama ayah. Tapi kenapa giliran Eca minta beli tas sekolah yang lucu gak dibeliin hikss... Eca juga gak pernah dirayain ulang tahunnya sama ayah hiks.. tapi kenapa hiks.. kenapa kak Resya dirayain hiks.. hiks..."

"Kenapa bunda suka bilang janji kalo mau pulang tapi bunda juga ingkarin janji itu, kenapa Ojan? hiks.. HUAAA.. HIKS HIKS..."

Vanessa terus terisak di dalam di dekapan lelaki itu. Fauza dapat merasakan tubuh Vanessa yang bergetar hebat di dalam dekapannya akibat terisak. Ia hanya diam seraya mendekap Vanessa tak kalah erat sesekali mengelus rambutnya sayang seolah ia memberikan kesempatan Vanessa untuk mengeluarkan unek-unek yang tak sempat gadis itu keluarkan.

Ia senang bahwa Vanessa sudah mulai terbuka dengannya, tapi ia juga sangat sesak jika harus terus menyaksikan tangisan pilu gadis itu. Tanpa sadar matanya mulai berair. Entah kenapa melihat Vanessa yang terus menangis membuat dadanya terasah sakit seolah tengah ditusuk ribuat jarum. Mulai saat itu ia benci melihat Vanessa menangis.

"Kadang Eca mikir, sebenernya Eca itu anak mereka apa bukan sampe gak ada satupun dari mereka yang bisa luangin waktu buat Eca hiks.. hiks..."

"Ayah kayak benci sama Eca, tapi beda sama bunda yang kelihatannya sayang banget sama Eca dan ga pernah banding-bandingin Eca sama kak resya, tapi sayangnya bunda sama aja kayak ayah gak bisa luangin waktu buat Eca, Eca pengen ngerasain kasih sayang orang tua juga Ojan, Eca harus gimana hiks..."

"Eca cape cari perhatian dari ayah tapi ayah selalu abai sama Eca, kadang juga suka marahin Eca karena kesalahan yang sama sekali gak Eca perbuat. Sebenernya Eca salah apa?"

"Apa mereka gak suka sama Eca? Padahal Eca gak minta dilahirin ke dunia ini."

"Eca bingung Eca harus gimana, Eca salah apa Ojan, Eca salah apa hiks.. hiks..."

Fauzan tak tahan mendengar semua itu. Ia tak kuasa menahan air matanya yang terus meminta jatuh. Ia ikut terisak masih dengan mendekap Vanessa erat.

Tanpa keduanya sadari, di belakang sana sudah ada pria paruh baya dan Varesya yang sedari tadi menyaksikan tangisan pilu gadis itu.

Varesya sampai ikut menangis mendengar hal yang barusan dilontarkan oleh sang adik. Tak hanya itu, Adrian pun berusaha menahan air matanya agar tidak terjatuh. Ia memilih acuh dan pergi dari sana lalu masuk ke dalam rumahnya.

Fauzan menatap Adrian yang masuk ke dalam rumah, ia pun menoleh kebelakang mendapati Varesya yang menangis tersedu-sedu. Sedangkan Vanessa masih saja terisak tanpa menyadari kehadiran kakanya serta ayahnya barusan. Sepertinya keduanya sudah pulang dari pertemuan kolega bisnis perusahaan Adrian.

TBC

Voment please?

Jangan jadi pembaca gelap ya, share juga cerita ini ke temen-temen kalian

Makasih ya udah mau baca ceritaku, sukses rl buat kalian, semangat terus-!!

NEXT GAK NI?

How About Me? [TELAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang