THIRTY-SEVEN | HB'ME?

113 38 61
                                    

Kini Vanessa dan Deffano akan pindah ke rumah barunya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Kini Vanessa dan Deffano akan pindah ke rumah barunya. Gadis itu menangis tersedu-sedu di dalam dekapan Ana karena akan berpisah rumah dengan kedua orang tuanya. Bahkan, Adrian tak kuasa menahan isak tangisnya saat melihat Vanessa menangis.

Ya, Adrian sudah bisa menerima kehadiran Vanessa. Namun, Vanessa sampai sekarang belum tahu alasannya mengapa dulu Adrian membencinya.

"Udah dong, jangan nangis terus. Kamu gak mau diliatin sama suami kamu, hm?" goda Ana membuat Vanessa semakin terisak.

"Ihh bundaa.. Eca lagi sedih loh, jangan goda Eca mulu."

Vanessa melepaskan pelukannya dan beralih memeluk ayahnya.

"Makasih, karena Ayah Eca bisa merasakan kehangatan seorang ayah."

Adrian membalas pelukan anaknya tak kalah erat. Ia benar-benar sedih waktu mendengar kabar anaknya yang koma akibat tabrak lari. Ia menyesal telah menyiksa Vanessa, ia menyesal dengan apa yang telah dirinya perbuat pada Vanessa.

"Maafin Ayah, Nak. Ayah selalu nyakitin kamu."

Vanessa menggeleng seraya melepas pelukannya. "Ayah gak salah, mungkin Eca nakal."

Deffano tak kuasa membendung air matanya lagi. Air mata kian meluruh membasahi wajahnya membuat rahangnya mengeras menahan kuat-kuat isak tangisnya. Ia tak tega melihat Vanessa yang menangis.

"Kamu harus nurut apa kata suami kamu, saat kamu senang jangan lupa sama Allah juga."

Vanessa mengangguk menanggapi ucapan sang ayah. Akhirnya setelah sekian lama ia dapat memeluk Adrian.

Gadis itu beranjak dari sana dan menghampiri Varesya yang menangis tersedu-sedu. Lantas, ia segera memeluknya.

"Ih kakak cengeng."

Varesya semakin terisak. "Ngeselin hiks.. kamu, Ca. Hiks.. hiks.. HUAAA HIKS..."

Vanessa melepaskan pelukannya kemudian mengusap telinganya yang yang sakit akibat mendengar Varesya terisak kencang.

"Aduh kuping Eca harus diperiksa ke dokter mata kayaknya."

Kedua orang tuanya hanya menggeleng kecil melihat tingkah para putrinya itu.

"Kakak jangan nangis, Eca gak pergi keluar negeri juga kali."

"Tapi kan hiks.. nanti gak ada yang bisa gue jailin hiks.. hiks..."

Vanessa menatap Resya jengah. Ia memilih berdiri kembali lalu menatap ketiganya secara bergantian.

"Eca pamit dulu ya, kapan-kapan Eca juga main ke sini."

Ketiganya mengangguk mengiyakan. Meski sulit, mereka harus mengikhlaskan Vanessa pergi bersama suaminya.

"Aku sama Eca pamit ya." Ketiganya mengangguki ucapan Deffano.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Adrian menatap kepergian keduanya dengan sendu. "Maafin Ayah belum bisa memberitahu fakta yang sebenarnya, Nak," batinnya.

Biarlah ia dan Ana yang menyimpan rahasia itu entah sampai kapan rahasia itu akan aman. Namun, ia sadar jika yang namanya rahasia sekecil atau sebesar apapun itu dan seberapa lama kita menyembunyikan rahasia itu pasti lama kelamaan rahasia itu akan tetap terbongkar.

***

Pengambilan ijazah telah dilaksanakan. Vanessa tengah mengikuti tes SBMPTN untuk masuk kuliah di UI. Di sana terdapat Deffano dan ketiga temannya. Sedangkan Risa akan melanjutkan pendidikan di UGM karena ayahnya seorang dokter dan ditugaskan untuk bertugas di sana. Itu berarti Risa dan Alge akan menjalani LDR-an.

Deffano juga tak bosan menyemangati Vanessa. Ia berharap yang terbaik untuk gadisnya.

Gadis itu akan mengambil jurusan kedokteran. Namun, berbeda dengan Deffano yang memilih jurusan akutansi. Tidak hanya itu, lelaki itu juga sudah bekerja di perusahaan ayahnya sejak SMA.

Vanessa merebahkan tubuhnya di atas kasur karena menurutnya hari ini sangat melelahkan.

Berhubung Deffano masih berada di kampus ia beranjak dari sana dan berinisiatif untuk memasak makanan kesukaan Deffano. Deffano suka sekali dengan nasi goreng udang, dan juga mie goreng udang.

Setelah memastikan bahan-bahannya lengkap, tangannya mulai bergerak lihai dengan peralatan dapur.

Setelah bergelut dengan peralatan dapur, akhirnya nasi goreng udang sudah jadi. Dari aromanya saja sudah wangi. Semoga saja rasanya memuaskan. Ia menyajikannya di piring lalu menaruhnya di meja makan. Kini ia tinggal menunggu Deffano pulang.

Beberapa menit berlalu akhirnya suara deru motor Deffano terdengar. Nampaknya lelaki itu sudah pulang dari kampus. Dilihatnya lelaki itu menghampirinya dan mencium dahinya lama.

"Cape banget gak ada ayang."

Vanessa terkekeh geli. "Kamu besok kerja?"

Deffano mengangguk. "Besok aku sif siang jadi bisa kerja dulu."

"Yaudah ayo makan. Aku udah masakin makanan kesukaan kamu."

Deffano tersenyum merekah. Ia duduk tepat di samping gadis itu. Saat ia akan mengambil sinduk. Tangan Vanessa terlebih dahulu mengambil sinduk itu dan mengambil nasi lalu menaruhnya di piringnya dan terakhir di piring gadis itu sendiri. Deffano menggulum senyumnya. Jadi seperti ini memiliki istri. Jika begitu kenapa tidak dari dulu saja ia menikahi Vanessa.

"Selamat makan sayang." Vanessa tersenyum senang kemudian memakan makanannya dengan hidmat. Lain dengan Deffano yang masih terdiam seraya menahan malu.

Wajahnya sudah memerah hingga semburat merah menjalar hingga ke telinganya. Mendengar kata terakhir yang Vanessa lontarkan mampu membuat jantungnya berdegup kencang. Padahal sudah biasa ia mendengar kata itu dari Vanessa. Namun, entah kenapa ia masih saja merasa gugup.

"Ayo dimakan sayang," ujar Vanessa saat Deffano hanya terdiam.

Ucapan Vanessa barusan berhasil membuyarkan lamunannya. Ia mengangguk kemudian menyantap makanannya dengan lahap. Sungguh masakan Vanessa sangatlah enak.

TBC

Voment please?

Jangan jadi pembaca gelap ya, share juga cerita ini ke temen-temen kalian

Makasih ya udah mau baca ceritaku, sukses rl buat kalian, semangat terus-!!

NEXT GAK NI?

How About Me? [TELAH TERBIT]Where stories live. Discover now