TWENTY-SIX | HB'ME?

131 45 58
                                    

Keesokan harinya, Vanessa terbangun dari tidurnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Keesokan harinya, Vanessa terbangun dari tidurnya. Berhubung sekarang hari weekend, ia memilih berlari pagi di sekitar taman dekat rumahnya.

Netranya tak sengaja menangkap sosok pria yang ia kenali, dia Fauzan tengah bersama Cindy. Dilihatnya lelaki itu tengah berkeliling menggunakan sepeda bersama Cindy. Sesekali lelaki itu tertawa kecil saat hampir menabrak pohon akibat Cindy yang tak bisa diam. Terlihat sangat bahagia bukan?

Ia hanya bisa tersenyum kecut lalu lanjut berlari. Namun, belum beberapa langkah, tiba-tiba lengan kekar mencekal lengannya membuatnya terpaksa berhenti.

"Deffano?"

Deffano tersenyum tipis. "Mau jogging bareng?"

Vanessa mengangguk antusias. Lantas, keduanya mulai berlari hingga berhenti dibawah pohon rindang. Keduanya sengaja beristirahat sejenak dengan mengatur nafas mereka.

Deffano memberikan air minum pada Vanessa yang sengaja ia beli tadi.

"Buat lo mana?"

"Gue ntaran."

Vanessa mengangguk lalu menerima botol minum itu lalu menegak separuhnya. Deffano mengambilnya kembali dan diteguk habis oleh lelaki itu membuat Vanessa menatapnya cengo.

"Kenapa?" tanya Deffano heran.

"I-itu kan bekas gue."

Deffano tersedak air liurnya sendiri. Ia berusaha mengontrol kegugupannya. Ah sial, ia lupa jika itu bekas Vanessa lalu secara tidak langsung mereka sudah berciuman. Wajahnya memerah hingga semburat merah itu menjalar ke telinganya.

Vanessa terbahak-bahak melihat wajah Deffano yang memerah. "Ahaha Def, muka lo kenapa jadi merah AHAHAHA"

Deffano hanya mendengkus kesal. "Mau pulang?"

Vanessa berusaha meredakan tawanya lalu mengangguk.

Setelah mengantarkan Vanessa pulang dengan selamat, Deffano berlalu dari sana untuk pulang ke rumahnya. Vanessa sempat mengajaknya masuk ke dalam rumah. Namun, lelaki itu bilang ada urusan dan alhasil Vanessa hanya mengangguk dan mempersilahkan Deffano pulang.

Vanessa masuk ke dalam rumahnya yang terlihat sepi. Bundanya sudah kembali ke luar negeri untuk mengurus bisnisnya di sana. Sedangkan ayahnya tengah berjalan-jalan bersama Resya. Rasanya ia ingin merasakan kehangatan sikap ayahnya seperti yang selalu Adrian berikan pada Resya.

***

Sudah berhari-hari Fauzan tak pernah berniat untuk menemui Vanessa. Namun, kali ini Vanessa di kejutkan dengan sosok Fauzan yang berada di rumahnya.

"Ojan?"

"Ca, gue boleh main gak?"

Vanessa mengangguk. "Boleh, ayo masuk."

Malam ini terasa sunyi. Keduanya terus dilanda keheningan. Keduanya sama-sama terlihat canggung. Fauzan benci dirinya yang tidak bisa melakukan apapun. Ia benci dengan keadaan yang seperti ini.

Lelaki itu menyenderkan punggungnya di sofa seraya memejamkan matanya.

"Ca, gue mau ke base."

Vanessa menatap Fauzan horor. "Gak boleh."

Lelaki itu kembali membuka matanya lalu menatap Vanessa dalam. "Lo jaga diri baik-baik, gak usah khawatirin cowok brengsek kayak gue. Gue benci diri gue sendiri yang tega nyakitin lo. Gue benci, Ca."

Vanessa menatap Fauzan dengan pandangan yang tak terbaca. "Ojan ngomong apa sih, jangan ngaco deh."

"Gue gagal jaga lo, Ca. Gue malah nyakitin lo, bahkan sekarang Dimata lo gue adalah cowok paling brengsek yang pernah hadir di kehidupan lo."

"Maafin gue, Ca."

Fauzan mendekatkan wajahnya pada Vanessa. Ia menangkup wajah Vanessa dengan tangan yang sedikit gemetar.

Cup

Dikecupnya lama kening Vanessa olehnya. Hal itu mampu membuat hatinya menghangat. Setelahnya Fauzan beranjak dari duduknya dan berlalu dari sana. Tanpa sadar air matanya lolos membasahi wajah tampannya.

Vanessa tak bisa membiarkan Fauzan pergi begitu saja, ia segera berlari menyusul lelaki itu dan segera mencekal lengan kekar itu. Betapa terkejutnya ia saat Fauzan menghentakkan tangannya kasar. Vanessa menatap kepergian Fauzan dengan sendu.

"Ojan, Eca gak pernah sekalipun benci sama Ojan! Dimata Eca Ojan lelaki terbaik setelah ayah, bahkan Ojan lebih baik dari ayah!" pekiknya.

Ia kembali berlari keluar rumah. Dilihatnya Fauzan menancap pedal gas motornya kencang menjauhi pekarangan rumah. Melihat itu membuat Vanessa segera berlari mengejar lelaki itu dengan terisak.

"OJAN! JANGAN TINGALIN ECA, HIKS.. HIKS..."

Gadis itu terus berlari mengejar Fauzan tak menentu arah. "FAUZAN, GUE BILANG BERHENTI!"

Brak!

Tubuh Vanessa terpental jauh ke atas aspal dan kepalanya membentur pembatas jalan membuat darah segar mengalir dari kepalanya. Dengan mata sayunya ia melihat dari kejauhan motor Fauzan yang mulai menjauh ditelan jarak. Ia juga melihat beberapa orang yang berdatangan mendekatinya. Tak hanya itu, ia pun melihat mobil truk tanpa memakai plat nomer melaju begitu saja tanpa berniat bertanggung jawab.

Dilain tempat Fauzan sudah sampai di area balapan. Ia tidak ditemani oleh keempat temannya. Ia sengaja tak memberitahu mereka, ia hanya ingin bermain dengan musuhnya, Vezo.

Tak lama Vezo pun datang dan balapan akan segera dimulai. Vezo tersenyum smirk pada Fauzan yang kini tengah memandang ke arah depan. Entah apa yang dipikirkan oleh lelaki itu.

Pikiran Fauzan terus dipenuhi oleh Vanessa. Hatinya mendadak merasa tak tenang. Seperti ada yang menjanggal. Ia segera menepisnya dan berusaha fokus untuk balapan malam ini.

Akhirnya balapan pun dimulai. seluruh penonton balapan berteriak heboh ada yang mendukung Fauzan dan ada juga yang mendukung Vezo. Namun, dari mereka lebih banyak yang mendukung Fauzan.

3

2

1

Keduanya sama-sama mengegas pedal gas motornya. Keduanya sama-sama memperebutkan posisi terdepan. Fauzan berhasil memimpin balapan kali ini, dan sudah dapat dipastikan Vezo tertinggal jauh olehnya.

Saat melewati beberapa tikungan jalan, tiba-tiba dada terasa sesak. Entah mengapa yang ada dibenaknya kini hanya Vanessa. Apa yang terjadi dengan gadis itu? Pikirnya.

Lampu terang menyorot ke arahnya membuyarkan lamunannya, dan—

BRAK

Fauzan dan motornya terpental jauh. Namun, Fauzan terpental ke arah trotoar membuat kepala belakangnya membentur trotoar cukup keras. Sedangkan motornya terpental jauh ke atas aspal dapat dipastikan kerusakan motornya itu cukup parah. Suara dengungan yang panjang membuat kepalanya begitu terasa pening. Darah segar mulai menggalir sangat deras. Tubuhnya mulai melemas, nafasnya pun tercekat. Ia mengambil sebuah kalung yang ada disaku celananya.

Bulir matanya jatuh di susul oleh cairan bening lainnya. "Eca, m-maafin Ojan."

Bertepatan dengan itu, kesadarannya pun menghilang. Beberapa warga yang menyaksikan tabrakan itu segera menghampiri Fauzan, dan ada juga yang berusaha menghubungi ambulance.

TBC

Voment please?

Jangan jadi pembaca gelap ya, share juga cerita ini ke temen-temen kalian

Makasih ya udah mau baca ceritaku, sukses rl buat kalian, semangat terus-!!

NEXT GAK NI?

How About Me? [TELAH TERBIT]Where stories live. Discover now