TWENTY | HB'ME?

137 52 40
                                    

"CA!"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"CA!"

"ECA KELUAR!"

"OJAN MAU JELASIN SAMA ECA, AYO KELUAR, CA!"

Teriakan Fauzan kembali terdengar di telinga Vanessa. Gadis itu terlanjur kesal dan memilih menyumpal telinganya dengan earphone, ia pun sengaja menaikan volumenya agar tidak mendengar suara pekikan dari lelaki itu.

"VANESSA!"

Kriet

"Sayang kamu gak kasian sama Fauzan, hm?"

Vanessa yang sadar akan kehadiran bundanya segera melepas earphone nya.

"Kalo ada masalah, selesaikan dulu baik-baik. Kamu gak mau nyesel di akhir kan?"

Vanessa hanya terdiam seraya menatap kosong ke depan.

"Ke bawah yuk, kasian Fauzan dari tadi teriak-teriak mulu."

Pandangan Vanessa mengabur akibat matanya yang mulai berair. Hal itu membuat Ana mengelus rambut anaknya sayang.

"Eca gak mau ketemu ojan bunda," ujarnya lirih.

Tes

Setetes air mata jatuh mengenai pipinya disusul oleh cairan bening lainnya.

"Eca gak mau bunda."

Ana terus mengelus rambut Vanessa lembut. "Itu sama saja kamu lari dari masalah, kamu belajar untuk bisa menghadapi suatu masalah dengan kepala yang dingin. Eca mau kan temuin Ojan? Minta penjelasan yang sebenarnya dari dia, bunda yakin Eca pasti bisa ngatasin masalah Eca sendiri."

Vanessa mengangguk. Apa yang dibilang bundanya memang benar. Ia tidak boleh lari dari masalah, ia harus mendengarkan penjelasan Fauzan terlebih dahulu.

Ana tersenyum. Akhirnya ia bisa bernafas lega. "Ayo ke bawah."

Vanessa menampakkan kakinya ke lantai dan berlalu dari kamar untuk menemui Fauzan di halaman rumah.

Pintu utama terbuka membuat Fauzan tersenyum tipis. Akhirnya ia bisa melihat Vanessa lagi, ia pikir gadis itu tak mau menemuinya lagi.

Dilihatnya gadis itu berjalan menghampiri Fauzan dengan raut wajah datarnya. Fauzan baru melihat wajah itu, ia baru tahu sisi lain dari Vanessa. Ia benci dirinya yang membuat Vanessa seperti sekarang.

Perlahan tangannya hendak menangkup pipi gadis itu. Namun, Vanessa lebih dulu menepisnya kasar.

"Gue-"

Vanessa menatap Fauzan semakin dingin. "Jelasin, katanya mau jelasin."

Fauzan terdiam sejenak kemudian menghela nafas panjang. Lelaki itu menjelaskan serinci-rincinya perihal hubungan dirinya dan Cindy dari SMP hingga menjadi mantan sekarang.

"Gue cuma kangen sama dia, Ca. Gak lebih."

Vanessa membuang pandangannya ke sembarang arah. Ia seharusnya tak seperti ini, Fauzan hanya sahabatnya bukan kekasihnya. Namun, entah kenapa dirinya bersikap seolah-olah wanita yang kecewa saat kekasihnya terciduk berpelukan dengan wanita lain. Ia harus segera menepis rasa cemburunya.

"Maafin Eca, harusnya Eca gak kayak gini. Eca juga bukan siapa-siapanya Ojan, Ojan bebas dong mau pacaran sama siapa aja."

"Ojan mending pulang udah malem."

Fauzan menatap Vanessa dengan tatapan yang tak terbaca. "Ca, gue g-gue pengen main."

Vanessa dibuat cengo. Tak biasanya Fauzan seperti ini.

"Nanti besok lagi, gue pengen sendiri."

Tiba-tiba mata lelaki itu berair dan bibirnya sudah melengkung ke bawah tanda ia sebentar lagi akan menangis. Hal itu sontak membuat Vanessa gelagapan dan segera memeluk Fauzan erat.

"Ojan jangan nangis, masa cowok nangis."

Air mata Fauzan terjatuh. Ia tak dapat lagi membendung air matanya yang terus meminta jatuh. Ia membalas pelukan itu tak kalah erat. Rahangnya mengeras dan menangis tersedu-sedu di dalam dekapan Vanessa.

"Hikss.. hiks.. HUAAA..."

"Eca jangan jauhin Ojan hiks..."

"Ojan gak bisa jauh-jauh dari Eca HUAAA.. HIKS.. HIKS..."

Vanessa terus mengelus rambut lelaki itu sayang. "Eca gak bakal jauhin Ojan, udah ya berhenti nangisnya."

Fauzan menghiraukan ucapan Vanessa. Ia terus saja menangis tersedu-sedu. Jujur saja ia tak bisa jika harus berjauhan denga Vanessa. Ia tak mau Vanessa pergi dari hidupnya, ia tak mau itu terjadi.

Tanpa mereka sadari Ana dan Resya melihat dari balik jendela rumah dan menyaksikan Fauzan yang terus menangis. Mereka menatap lelaki itu cengo.

Ana menggelengkan kepalanya tak percaya melihat itu. "Astaghfirullah, gak nyangka. Ternyata anak Asya nangis juga karena cewek."

Resya masih cengo. Ia pikir Fauzan itu cowok cool dan friendly. Ternyata lelaki itu memiliki sisi lain yaitu chillders.

Tanpa mereka sadari, Adrian pun melihat dari jendela kamarnya dan menatap cengo apa yang barusan ia lihat di bawah sana.

"Dasar bocah prik."

Lelaki itu menggeleng tak percaya. Ternyata Fauzan memiliki sifat chillders juga.

TBC

Voment please?

Jangan jadi pembaca gelap ya, share juga cerita ini ke temen-temen kalian

Makasih ya udah mau baca ceritaku, sukses rl buat kalian, semangat terus-!!

NEXT GAK NI?

How About Me? [TELAH TERBIT]Where stories live. Discover now