THIRTY-SIX | HB'ME?

103 36 27
                                    

Setelah melihat Vanessa terbangun, Deffano segera menghampiri Vanessa dengan semangkuk bubur ditangannya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Setelah melihat Vanessa terbangun, Deffano segera menghampiri Vanessa dengan semangkuk bubur ditangannya.

"Cuci muka dulu sana, nanti makan."

Vanessa melepas handuk kecil yang menempel di keningnya.

Deffano yang paham kembali bersuara. "Semalem kamu demam."

Vanessa hanya ber'oh' ria. Setelahnya ia berjalan ke kamar mandi untuk mencuci mukanya. Gadis itu kembali dengan wajah yang basah serta rambut yang dicepol asal.

Deffano terkejut saat Vanessa menduduki pahanya. Tidak tahukan Vanessa jika jantungnya tengah berdisko di dalam sana?

"Ca, duduknya di kursi ini, kalo gini aku susah suapin kamunya."

Vanessa menggeleng lemah dan malah menyenderkan kepalanya di dada bidang lelaki itu.

"Ayo makan dulu, Ca. Nanti aku ajak kamu jalan-jalan."

Mata Vanessa berbinar kemudian beranjak dari sana dan duduk di kursi yang berada di hadapan Deffano dengan tersenyum senang. Mulutnya terbuka agar Deffano segera menyuapkan bubur itu.

Melihat itu Deffano menggeleng kecil akan tingkah Vanessa yang menurutnya menggemaskan. Tangannya pun menyendok bubur itu dan memasukkannya ke dalam mulut Vanessa, dengan senang hati Vanessa menerimanya.

Vanessa sudah menghabiskan bubur itu hingga tandas tak tersisa. Deffano mengacak rambut Vanessa gemas.

"Gitu dong."

"Ayoo keluar!" seru Vanessa dengan wajah cerianya.

Sebenarnya Deffano masih parno dengan kejadian semalam. Ia takut jika orang-orang misterius itu kembali menemui Vanessa. Ia tidak mau terjadi sesuatu dengan gadisnya.

"Tapi sebentar aja, ya?"

Vanessa mengangguk pasrah. Ia tahu jika Deffano hanya tak ingin ada sesuatu hal yang tak inginkan terjadi padanya.

***

"Aaaa seneng banget."

"Udaranya sejuk."

Gadis itu berlarian di taman. Lain dengan Deffano yang memilih duduk santai. Namun matanya terus mengawasi gerak-gerik Vanessa.

Syukurlah komplotan misterius itu sudah tidak lagi berkeliaran. Ia segera menghampiri Vanessa dan mengajaknya pulang.

"Ayo pulang, kamu gak kangen orang-orang di rumah, hm?"

"Ayoo, Eca udah kangen sama mereka."

Kini keduanya tengah berada di perjalanan pulang dengan menggunakan taksi. Deffano smepat menghubungi supirnya dahulu karena mobilnya itu tertinggal di jalan dekat gang semalam.

"Ca," panggil Deffano saat diperjalanan.

Vanessa yang tengah memainkan ponselnya pun beralih menatap Deffano. "Iya, kenapa?"

"Kamu mau kan pindah ke rumah baru?"

Vanessa terdiam sejenak. Sebenarnya ia masih ingin tinggal bersama kedua orang tuanya dan juga Resya. Namun, ia juga sudah menjadi istri sahnya Deffano sekarang. Mau tak mau ia harus mengikuti kemanapun Deffano pergi.

Gadis itu mengangguk mengiyakan. "Eca mau."

Deffano menatap gadis itu sendu. "Maaf ya—"

"Stt.. gak usah minta maaf. Kamu kan suami aku, jadi udah seharusnya aku ikut kamu."

Deffano tersenyum hangat. Syukurlah Vanessa sudah dewasa. Ia bersyukur bisa menikahi orang yang tepat. Ia bertekad untuk menjaga gadis itu meskipun nyawanya menjadi korban sekalipun.

"Makasih, Ca."

Gadis itu malah menidurkan kepalanya di atas paha Deffano. Ia memejamkan matanya membuat Deffano tersenyum. Sepertinya gadis itu masih mengantuk.

TBC

Voment please?

Jangan jadi pembaca gelap ya, share juga cerita ini ke temen-temen kalian

Makasih ya udah mau baca ceritaku, sukses rl buat kalian, semangat terus-!!

NEXT GAK NI?

How About Me? [TELAH TERBIT]Where stories live. Discover now