5

201 37 6
                                    

Jam di ruang duduk berdentang tiga kali. Bastian hanya bisa mendengarnya samar-samar selagi mempersiapkan diri.

Dia berjengit setiap kali lantai kayu berderit di bawahnya. Lama sekali dia terdiam di beberapa titik, kemudian lanjut berjalan setelah memastikan semua orang masih terlelap. Sesampai di lantai terbawah, Bastian berbelok ke arah dapur, mencari pintu menuju halaman belakang.

Kunci untuk pintu dan pagar di luar rumah tidak sulit ditemukan. Bastian mengeratkan mantel ketika udara dari luar menerpanya. Sambil mempersiapkan sebuah lampu minyak, Bastian mempertimbangkan untuk kembali ke kamar dan mengabaikan pertemuan hari ini.

Tapi mereka pasti sudah menunggu, pikir Bastian. Dia menghela napas panjang dan melangkah keluar. Entah kenapa mereka harus berangkat sepagi ini.

Tak jauh dari pagar kediaman Lockwood, dua pemuda dan seorang perempuan sudah menanti di posisi mereka, membawa serta dua lentera. Si perempuan melambaikan tangan, menyuruh Bastian bergerak lebih cepat.

Bastian tidak percaya dia benar-benar berjalan memasuki Hutan Dyriad di tengah subuh bersalju, untuk tujuan aneh pula.

"Ini dia si Bastian," Edwin bersuara. Dia menepuk pundak Bastian. "Bagaimana gadis itu?"

"Semoga saja jelek," harap Robert.

"Cantik atau jelek, semua gadis pantas dicintai," tegur Aeryn. "Bagaimana, Bastian? Cepat ceritakan!"

"Sekarang bukan saatnya bicara soal itu. Orang tua kami belum membicarakan masalah pernikahan."

"Tapi bagaimana dia?" Aeryn masih mendesak.

Bastian tersenyum kecil. "Siapa pun yang menikahinya pasti beruntung."

Dia merasa tidak begitu pantas jika diharuskan mengambil posisi itu. Cecilia bisa saja menikahi pria lain yang lebih baik, tapi mau bagaimanapun, Bastian akan berusaha memenuhi standar gadis itu. Lagi pula, menjaga Cecilia adalah cara terbaik membalas seluruh kebaikan Mr. Lockwood terhadap keluarga Ollenard. Bastian beruntung bisa mendapatkan kesempatan untuk mengemban tanggung jawab itu.

Robert mendengus tidak puas. "Semoga saja gadis itu menolak."

"Sudahlah, Robert. Bukan salah Bastian kalau kau sering ditinggal kekasihmu," Edwin menenangkan, mengabaikan delikan tajam Robert. "Sebaiknya kita segera bergegas sebelum naga-naga itu bangun."

Edwin yang mulai mencetus ide ini dan mengancam akan pergi sendirian jika tak ada yang mau menemaninya. Semua ini gara-gara dia membaca sesuatu mengenai kandungan sihir yang dimiliki oleh setiap naga dan berniat menangkap seekor naga daun untuk bereksperimen lebih lanjut. Padahal yang dibacanya hanya segelintir informasi, tetapi ambisi Edwin sudah seperti kobaran api yang menjadi-jadi.

"Ingat, Edwin, kau melakukan ini sendiri," ujar Robert. "Sayangnya aku meninggalkan makanan ringan di penginapan. Padahal sudah kusiapkan."

Aeryn mengerang. "Kita melintasi hutan subuh-subuh begini hanya untuk melihat Edwin diserang naga. Kenapa kau lupa membawa kudapan?"

"Jangan pura-pura tidak peduli, padahal kalian di sini untuk menjagaku." Edwin berhenti berjalan. "Di sana." Dia dan Robert mengangkat lentera. Sarang naga daun menggelantung sepanjang dahan pohon oak kering bagaikan hiasan gantung.

Robert mendorong Edwin maju. "Sana."

"Aku akan menghargai bantuan dari siapa pun."

"Berada di sini untuk menemanimu sudah merupakan bantuan, Ed," bisik Aeryn. "Sana pergi."

Edwin beralih ke arah Bastian, tapi Bastian pun tidak berani melangkah lebih dekat ke sarang yang terlihat agak mengintimidasi itu.

Dia berharap Edwin akan mengurungkan niatnya jika tidak ada yang membantu. Sayangnya tekad pria itu sekuat baja.

Daughter of Naterliva [#1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang