38

96 27 1
                                    

Pada tanggal 15 Agustus, Dion mengikuti ujian masuk Akademi Qarstone. Cecilia pergi ke Neryma bersama sang adik, dibawa oleh kereta kuda yang sudah mereka sewa.

Dion tidak membaca bukunya selama perjalanan. Dia hanya menoleh ke luar, mengamati pemandangan. Tangannya tak pernah melepas genggaman Cecilia.

"Kau akan melakukannya dengan baik," Cecilia menenangkan adiknya, walau dia tidak yakin apakah Dion butuh ditenangkan atau tidak.

"Aku tahu," balas anak itu. "Kalaupun tidak, aku masih punya jalan lain."

Cecilia merangkul adiknya mendekat dan mengecup puncak kepalanya. "Aku akan lebih senang kalau kau berhasil."

"Kenapa? Memangnya kau suka aku jauh-jauh darimu."

"Tidak, Dion." Dicubitnya pipi sang adik dengan gemas. "Aku akan senang jika kau masuk ke sekolah impianmu. Aku pun akan sangat bersyukur bila reputasi keluarga kita masih cukup baik untuk diterima di Qarstone."

Dion menatapnya. "Tidak ada yang salah dari reputasi keluarga kita," tepisnya. "Kau mengembalikan perdamaian dan melakukan tugasmu dengan baik. Kalau ada yang menolakku masuk ke Qarstone hanya karena apa yang kau lakukan, maka orang-orang itu patut menyesal."

Cecilia tidak bisa menahan senyumnya. "Mereka memang patut menyesal jika menolak adikku yang jenius."

Sesampainya di gedung Kementerian Pendidikan dan Budaya Neryma, Dion masuk sendiri untuk melakukan pemeriksaan barang bawaan dan langsung diarahkan ke ruang ujian. Dia akan melaksanakan ujian selama empat jam, dari pukul sepuluh pagi hingga dua siang. Selagi menunggu, Cecilia mengarahkan kusir kereta kuda agar membawanya menuju kediaman Ollenard.

"Cecil!" Aeryn menyambutnya di pintu masuk. Gadis itu langsung menggandeng lengan Cecilia. "Masuklah! Bastian sudah cerita soal rencana kedatanganmu. Apa Dion sudah di gedung kementerian?"

Cecilia mengangguk. "Sebelum jam dua aku sudah harus kembali. Selamat pagi, Mrs. Ollenard."

Wanita tua itu baru saja selesai memanggang roti di dapur. Celemeknya masih berlapis tepung. "Silakan duduk, Miss Lockwood," katanya. "Maaf aku tidak bisa menyambutmu dengan layak. Roti-roti ini selesai dibuat lebih lama dari yang kuduga."

Di ruang duduk, terlihat Edwin sedang menikmati bacaannya. Pria itu mengangguk sopan tatkala Cecilia masuk, lalu kembali fokus ke bukunya.

"Roti apa yang Anda buat, ma'am?" tanya Cecilia.

"Roti gulung manis. Aku ingin kau membawanya pulang, Berikan pada saudara dan teman-temanmu," ujar Mrs. Ollenard. "Tunggulah di sini. Pelayan akan membawakan teh."

"Aku tadi membantu sedikit," pamer Aeryn, terlihat sangat bangga. "Sedikit saja. Membuat kue bukan keahlianku."

"Kau cuma membantu membawa air," Edwin menyeletuk.

"Aku juga mengaduk adonan!"

"Dan hasilnya kurang bagus sampai harus dibuat ulang." Pria itu membalikkan halaman bukunya. "Dan karena itulah Mrs. Ollenard terlambat selesai."

Bibir Aeryn mengerut tak senang. "Pasti puas sekali, ya, bisa menjelek-jelekkanku di depan tamu?"

"Oh, sangat puas." Edwin menutup buku dengan senyum. "Aku akan ke atas. Tidak enak rasanya mengganggu pembicaraan para wanita."

Segera setelah penyihir itu berlalu, pelayan datang sebagai gantinya, membawa nampan berisi roti dan teh. Mrs. Ollenard menyusul tak lama setelahnya seusai mengganti pakaian.

"Kuharap kau tidak menunggu terlalu lama," ujar wanita itu, masih mengusap peluhnya. "Dan semoga hasilnya cocok dengan seleramu, Miss Lockwood."

Cecilia sudah melahap gigitan pertama dari rotinya. Terlalu manis untuk lidah Cecilia. "Rasanya luar biasa, Mrs. Ollenard," pujinya. "Adikku akan sangat menyukainya."

Daughter of Naterliva [#1]Where stories live. Discover now