12

168 36 2
                                    

Cecilia dan Jaromir berdiri di tepi sebuah batuan yang menjorok ke luar. Di sebelahnya, ada naga bersisik putih yang telah berbaik hati membawa mereka kemari, karena dia tahu naga lain tidak akan mampu bila diminta terbang ke puncak tertinggi Pegunungan Andorra pada musim dingin.

Cecilia mengeratkan mantel dan syal, tak lupa merapatkan topi hangat ke telinga. Sarung tangan melapisi setiap jengkal jemari dan telapak tangannya, membantu menghalau udara dingin yang tak tertahankan.

Ayo, di dalam akan lebih hangat, ujar si naga awan. Cecilia tidak tahu seperti apa standar kehangatan bagi naga awan, karena sejatinya mereka adalah penggemar udara dingin nan menggigil. Sisik naga awan akan kaku ketika udara terlalu panas, membuat mereka agak sulit bergerak. Kalau meminjam perumpamaan Marcus Wickham: "Rasanya akan seperti memakai zirah, tetapi dipaksa menari".

Jaromir menggandeng Cecilia agar berjalan lebih cepat karena embusan angin bahkan lebih kencang di tempat ini. Si naga berbaik hati membentangkan sayap untuk melindungi dua manusia di dekatnya.

Situasi di dalam gua masih menggigit tulang, tetapi lebih baik dibanding keadaan di luar.

Sang naga awan berjalan mendekati keluarganya yang berada tak jauh dari Cecilia dan Jaromir. Sang betina sedang sibuk memandikan anak-anaknya dengan jilatan lidah.

Dia datang, dia datang! Seekor naga betina kecil menyenggol saudaranya. Ayo, cepat sedikit!

Ibu, cepat sedikit! protes si jantan kecil.

Sudah kubilang untuk menjaga jarak dari manusia. Cyrus, kembali ke sini! Sang ibu melotot tajam ke arah naga betina yang duluan berjalan ke dekat Cecilia. Ketika masih muda, ukuran naga awan tidak berbeda jauh dari seekor domba.

"Halo, Cyrus. Senang bertemu denganmu." Cecilia menyapa. Dia merendahkan tubuhnya hingga sama tinggi dengan si anak naga. Tidak ada cara khusus yang perlu dilakukan ketika bertemu naga awan. Dia mengulurkan tangan, tapi membiarkan si naga mendekat duluan.

Kau benar-benar bisa memahamiku! Cyrus berseru senang. Kullus, cepat ke sini!

Akhirnya si naga jantan kecil mulai lolos dari cengkraman ibunya dan mendekati sang saudari. Mereka sama-sama membaui Cecilia hingga kepala keduanya menyusup masuk ke sela-sela pakaian hangat Cecilia.

Kau bawa apa? tanya Kullus ketika membaui tas Cecilia. Tentu saja naga itu bisa mencium aroma roti isi cokelat yang dibawanya.

"Nanti akan kuberi," janji Cecilia. Dia menggerakkan tangan, meminta Jaromir mendekat. "Aku Cecil. Ini temanku, Jaromir."

Cecilia membiarkan para anak naga mengenali aroma tubuh pria itu, tetapi mereka lebih tertarik dengan makanan yang Cecilia bawa. Akhirnya dia membuka tas, membagi setengah potong roti untuk kedua naga.

Rasanya lucu, komentar Cyrus. Tapi aku tidak terlalu suka.

Aku suka. Boleh minta lagi? tanya Kullus.

Cecilia memberi sedikit lagi kepada si naga. "Sudah, ya? Aku juga mau makan."

Akhirnya mereka berdua kembali ke dekat sang induk. Untunglah mereka tidak minta lagi. Roti isi hari ini terlalu enak dan Cecilia juga mau menyantapnya.

"Lucu sekali mereka," komentar Jaromir dengan suara pelan. "Aku jadi rindu adikku."

"Sepertinya kau suka membahas soal adikmu," komentar Cecilia. "Seperti apa dia?"

"Hm ... aku kurang bisa mendeskripsikan orang, tapi bisa dibilang kalian cukup mirip dari segi sifat. Kalian juga sama-sama kecil dan berwajah agak bundar. Hanya saja, dia punya rambut hitam sepanjang betis."

"Sebetis? Kau bercanda, ya?"

"Tidak." Jaromir terkekeh. "Perempuan di keluarga kami punya rambut seperti porselen hitam, tetapi selembut kelopak mawar. Agak sayang kalau mereka memotongnya."

Cecilia refleks memegang kepangan rambut merah kejinggaannya yang ikal; tidak bisa dibandingkan dengan rambut indah adik Jaromir. "Tidak heran kalau mereka memanjangkan rambut."

"Tapi kau punya rambut yang bagus. Seperti langit sore hari," puji Jaromir. "Dari mana kau mendapatkannya, ibu atau ayah?"

"Ibu."

"Berarti Dion lebih mirip ayah kalian," tebak Jaromir.

Cecilia mengangguk. "Kurang lebih begitu. Dia juga sedikit mirip ibu tiriku pada bagian mata dan hidung. Namun tentu saja, adikku punya sifat yang lebih manis."

Mereka berdua duduk di lantai gua sembari mendengarkan beberapa cerita dari sang pejantan dewasa mengenai kehidupan naga awan di daerah setinggi ini serta penjelasan panjang-lebar mengenai kebenciannya terhadap musim panas.

Keseluruhan cerita memakan waktu kurang lebih dua jam. Setelah makan siang, Cecilia dan Jaromir sudah bisa bernapas lega setelah dibawa kembali ke dataran rendah.

"Setelah ini kita harus menunggu musim semi. Kebanyakan naga belum terlalu aktif sampai cuaca dingin berlalu," ujar Jaromir. "Kuharap kau mendapatkan pengalaman yang menarik di atas sana."

"Ya, banyak hal menarik, walau sebenarnya tidak serinci isi Ensiklopedia Naga. Namun, mendengar naga bercerita secara langsung memberiku banyak perspektif baru."

Jaromir memindahkan beban tubuh dari satu kaki ke kaki lain secara bergantian. "Sebenarnya aku tidak menyangka kau mengetahui dragenologi, mengingat ilmu ini dilarang di seluruh Arvelia. Bukankah seharusnya Ensiklopedia Naga juga demikian?"

"Kau benar. Singkat cerita, kakakku menemukan Ensiklopedia Naga secara kebetulan. Pada usianya yang kedua belas, dia hendak mengubur kucingnya yang mati karena sakit di bawah pohon sycamore di halaman belakang rumah. Ternyata, pemilik lahan sebelum keluarga Lockwood pernah mengubur sebuah kotak besi berisi beberapa buku tua, termasuk Ensiklopedia Naga," cerita Cecilia. "Semenjak Connor pergi, aku masih rajin membacanya. Dion juga ikut belajar, dan kami berjanji untuk tidak mengumbar-umbarnya."

"Ah, begitu rupanya." Jaromir terkekeh. "Kebetulan yang aneh. Seakan kau dan saudaramu memang ditakdirkan mengetahui dragenologi."

"Kalau keberadaan dewa-dewi memang nyata dan salah satu dari mereka memberiku kekuatan, maka aku juga percaya kalau hal-hal tertentu telah digariskan oleh takdir," ungkap Cecilia. Dia menghela napas panjang. "Seandainya kakakku ada di sini, pasti dia langsung menawarkan diri untuk membantu. Connor benar-benar menyukai dragenologi dan menemukan ketenangan dalam ilmu ini."

Diam-diam dia melirik ke arah Jaromir. Pria itu mengangguk pelan tanpa berkedip, hanya menatap lurus ke satu titik di tanah. Kemudian dia mengangkat kepala; ekspresi prihatin telah terpasang di wajahnya. "Kakakmu pasti akan bangga padamu, Cecil."

Perkataan Jaromir tidak memberi kepercayaan diri setitik pun dalam diri Cecilia, walau dia benar-benar ingin meyakini hal tersebut. Terkadang, kata-kata penyemangat hanya diucapkan sebagai formalitas semata.

"Aku lebih suka mendengar langsung darinya," Cecilia menjawab. "Sebaiknya aku mencari Sycamore. Perjalanan tadi benar-benar membuatku ingin segera pulang."

Daughter of Naterliva [#1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang