45

110 25 19
                                    

Sepanjang perjalanan di Neryma, yang Cecilia lihat hanyalah ketidakberaturan.

Setelah kerusuhan dua hari lalu, kota masih terlihat kacau-balau. Pada beberapa tiang lampu jalan, tergurat bekas goresan benda tajam. Jendela toko belum dipasang kembali dan keadaan di bagian dalam sebagian besar toko pun bagaikan habis tersapu badai.

Dion dan Connor menggenggam tangan Cecilia erat-erat sejak kereta kuda mereka memasuki Neryma. Masing-masing dari mereka duduk di samping kiri-kanan Cecilia. Tangan mereka bertiga sama-sama sedingin es. Sementara Papa duduk di seberang, tidak mengatakan sepatah kata pun sepanjang perjalanan.

Semalam Cecilia tidak bisa tidur. Tidak ada satu orang pun yang bisa. Alhasil, dirinya merasa lebih lelah hari ini.

Cecilia memikirkan kembali rencananya untuk mengasingkan diri ke hutan; sebuah ide yang telah lama tidak terpikirkan olehnya. Kini sudah terlambat jika dia ingin kabur. Kereta kuda telah tiba di kantor keamanan Neryma. Kedatangan mereka langsung disambut Bastian dan Aeryn, yang berada di sini sejak kemarin.

"Apa kau yakin ingin melakukannya hari ini?" tanya Aeryn. "Wajahmu terlihat masih pucat."

Cecilia mengangguk. "Lebih cepat  selesai lebih baik, bukankah begitu?"

Aeryn tersenyum kecil dan langsung memberi pelukan singkat bagi Cecilia.

"Ini akan berakhir," bisiknya.

"Terima kasih," Dibalasnya pelukan itu sebelum menarik diri agar dapat menyambut pelukan lain dari kedua saudaranya. Dia memberi kecupan di dahi Dion, lalu meraih wajah Connor dan memberi kecupan di pipi sang kakak. Keduanya membalas pada masing-masing pipi Cecilia. Dalam situasi seburuk apa pun, berada di antara kedua saudaranya adalah hal terbaik sedunia.

Kemudian ada Papa. Tentu saja pria itu tidak memeluk Cecilia. Dia hanya berdeham pelan dan berkata, "Cepat selesaikan urusanmu, supaya kita bisa segera pulang. Kau masih harus istirahat."

"Anda tenang saja, Mr. Lockwood," Bastian membantu menjawab. "Saya dan Aeryn akan mencari bukti dan saksi tambahan untuk membela Miss Lockwood."

"Terima kasih," Cecilia membalas pelan ke arah sang penyihir. "Kalian teman yang luar biasa, Magistra Ollenard, Magistra March. Tidak seharusnya aku merepotkan kalian sejauh ini."

"Tidak ada yang direpotkan," bantah Aeryn. "Aku dan Bas pasti akan menemukan sesuatu. Akan kami seret pelaku yang sebenarnya."

Cecilia mengangguk. Petugas keamanan di dekatnya sudah berdeham, memintanya cepat.

Perjalanan Cecilia menuju ruang interogasi serasa seperti melintasi gurun pasir Asmernia. Langkah yang diambilnya terasa berat, terlebih dengan kehadiran dua petugas tambahan yang mengawasinya dari belakang.

Ruang interogasi itu menguarkan aroma yang aneh. Campuran antara keringat dan kepengapan. Cecilia duduk di atas kursi kayu, mengistirahatkan kedua tangannya di atas meja. Pintu masuk ditutup di belakangnya, tidak memberi celah sedikit pun untuk mengintip ke luar. Di dalam ruangan tertutup itu hanya ada meja, dua kursi, beberapa lilin sebagai sumber penerangan, serta sebuah pintu di sebelah kanannya yang kemungkinan merupakan akses menuju ruangan lain. Dari pintu itu, seorang pria keluar. Jubah biru tua serta lambang bintang putih di tengahnya menjadi ciri khas yang menunjukkan statusnya sebagai seorang penyihir.

"Magistra Mamond," sapa Cecilia tatkala mengenali pria tersebut.

"Miss Cecilia Lockwood." Richard Mamond tersenyum. "Lama tidak berjumpa."

"Anda yang akan menginterogasi saya?"

"Tepat. Kuharap kau bisa mengerti alasanku ikut campur. Mengingat kau memiliki sihir dan hal tersebut memerlukan penanganan khusus."

Daughter of Naterliva [#1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang