11

138 31 8
                                    

Mendengar pekik dari anak naga sejak pagi sudah membuat kepala Freya terancam akan meledak. Bagaimana bisa Espen menghadapi makhluk-makhluk ini?!

Jaromir memasuki gua dengan langkah dihentak kasar. Pria itu meraih ukiran kayunya yang belum selesai dan melanjutkannya. Sementara Espen tidak terlihat di mana pun.

"Ada apa?" Freya bertanya setelah para anak naga pergi darinya. 

"Dia jadi berengsek sejak kemari," gerutu Jaromir, lebih kepada dirinya sendiri alih-alih bicara pada Freya. "Espen tidak biasanya seperti itu. Dia tidak pernah mengatai Marcus macam-macam. Tapi sekali bertemu adikku, dia malah bersikap seperti itu."

Freya hanya menarik napas sabar dan mengembuskannya perlahan. "Apa dia mengganggu Cecilia?" tanyanya, mencoba mengurai permasalahan.

"Lebih buruk. Dia mengatainya macam-macam." Jaromir meniup serpihan kayu dari ukirannya. "Aku tidak tahu kenapa Espen seperti ini."

Freya pun tidak tahu seperti apa sifat Espen pada umumnya, atau alasannya begitu kesal pada Cecilia. Satu hal yang pasti, jangan sampai pemuda itu membatalkan niat Cecilia untuk menolong mereka.

"Mungkin Espen hanya kesulitan beradaptasi," Freya menjawab asal. Dia tidak ingin memperpanjang masalah yang satu itu. Dicobanya untuk mengalihkan topik. "Kurasa kau perlu bicara pada adikmu. Cecilia pasti butuh dukungan dari seseorang yang bisa diajak bicara baik-baik."

Dilihat dari kerut wajahnya, Jaromir terlihat hendak membantah. Namun, keinginan pria itu untuk menemui adiknya jauh lebih besar.

"Aku akan bicara padanya nanti malam," pria itu berjanji dan kembali fokus pada ukiran kayunya.

≿━━━━༺❀༻━━━━≾

Cecilia menyelesaikan topi rajut barunya. Gabungan antara warna biru tua dan warna merah marun tampak serasi dengan rambut pirang Dion.

"Jadi," kata Dion, tanpa memalingkan wajah dari buku yang dibaca," apa yang terjadi?"

"Apanya?"

"Saat kau pergi tadi."

Cecilia mencari-cari gulungan benang baru untuk dibuat menjadi sarung tangan. "Aku sudah cerita semuanya padamu."

"Cecil, kau diam saja selama merajut, itu artinya kau sedang ada masalah," sergah Dion. Dia meletakkan buku ke atas pangkuannya dalam keadaan terbuka. Cecilia melihat sekilas grafik dan penjelasan panjang lebar yang kelihatan membosankan di matanya, tetapi entah bagaimana sangat menggugah hati sang adik.

"Aku heran kenapa kau bisa membedakan suasana hatiku hanya dari itu," kata Cecilia sambil ikut mengenyampingkan keranjang berisi benang wolnya.

"Aku bukannya baru mengenalmu kemarin," gerutu Dion. "Jadi kenapa?"

Cecilia mengatur ulang posisi bantalnya dan merebahkan diri. "Dion, kalau aku membantu mereka, maka kau dan Papa akan terkena akibatnya. Mungkin penjualan toko Papa akan menurun dan kau akan dipertimbangkan ulang untuk masuk ke Qarstone." Cecilia menghela napas. "Aku tidak suka pada risiko semacam itu."

Dion ikut berbaring di sebelah Cecilia. Bukunya ditaruh di sebelah Norle, yang sedang bersantai di tepi ranjang. "Aku memang mengkhawatirkan Papa. Tapi, aku yakin kalau Freya bisa menempuh jalur damai, maka kita bisa melakukan ini dengan baik pula."

"Kuharap begitu," Cecilia berkata lirih. "Aku tidak yakin harus berbuat apa. Rasanya aku bersikap egois terhadap kalian, tapi pada saat bersamaan aku tidak bisa mengabaikan para naga di situasi seperti ini."

Norle bergerak ke sebelah Dion. Cecilia mengamati adiknya memeluk sang kucing dengan lembut sambil menggaruk puncak kepalanya.

"Tidak usah mencemaskan diriku, Cecil," ujar Dion, setelah terdiam sesaat. "Kalau Qarstone menolakku, ya sudah. Artinya aku akan berada di sini bersamamu atau belajar langsung dari Papa."

Daughter of Naterliva [#1]Where stories live. Discover now