2. Murid Baru

1.4K 168 7
                                    

" Kalau kamu gak menemukan kebahagiaan pada satu tempat, yang perlu kamu lakukan itu cuma perlu mencari tempat lainnya. Bukannya malah terus stuck dan berharap pada tempat yang kamu sendiri pun tau kalau kamu gak akan pernah menemukan apapun disana. "








*
*
*
*
*
*









" Ara! Mau kemana? " Fiony menahan lengan Ara saat gadis itu hendak beranjak bangun dari duduknya cuma karena melihat kedatangan Chika dikantin.

" Ke Chika. " Balas Ara, sepasang mata hitamnya tak sama sekali teralih. Dia terus memperhatikan gerak-gerik gadis cantik itu dari seberang mejanya.

Ashel dan Marsha yang juga sedang duduk satu meja dengan Ara dan Fiony hanya dapat saling melempar pandangan. Mereka cukup bingung dan penasaran mengapa Ara terlihat sangat tertarik terhadap Chika? Seperti isi kepala Ara itu hanya selalu tentang Chika dan Chika.

" Kamu kenapa sih Ra? Dari kemarin aku liat-liat kamu kayak tertarik banget sama Putri es itu? " Seru Marsha akhirnya memberanikan diri untuk bertanya, ia sungguh tak dapat lagi menahan rasa ingin tahunya.

"Kamu gak suka Chika kan? " Tanya Ashel turut menimpali.

Ara menoleh lalu mengangguk lugu, " Suka kok. Aku suka sama Chika. "

Fiony, Marsha, dan Ashel kompak membulatkan keduanya matanya terkejut. Apa mereka tak salah mendengar? Ara menjawab pertanyaan itu dengan mudah, bahkan tanpa perlu berpikir lebih dahulu. Benar-benar tipikal anak yang lugu sekali.

" E-Eh.. Maksudnya bukan ke arah sana. A-Aku cuma mau berteman dengannya. " Sanggah Ara ketika sadar dengan maksud pandangan shock teman-teman barunya itu.

Ketiga temannya itu pun selanjutnya dapat menghela napasnya lega mendengar revisian maksud kalimat yang disampaikan oleh Ara. Hampir saja mereka semua berpikir yang tidak-tidak terhadap Ara apalagi melihat tingkah Ara yang sampai segitu tertariknya dengan semua hal yang menyangkut tentang Chika.

" Putri Es itu gak bisa diajak berteman Ra. " Marsha kembali menyahut seraya melipatkan kedua tangannya dimeja.

Ara terdiam menyimak.

" Marsha bener. Chika gak suka berteman. Selama ini dia emang lebih suka sendirian. " Tutur Ashel sependapat dengan Marsha.

Ara masih berdiam diri merenungkan pendapat dan informasi dari Marsha dan Ashel. Dan entah mengapa, kalimat 'sendirian' itu seakan terus berputar didalam kepalanya. Cukup menganggu isi kepalanya sekarang.

Rasanya bagaimana mungkin sih ada manusia yang sangat nyaman dengan kesendirian nya selama bertahun-tahun lamanya?

Apa kehidupannya tak pernah terasa sepi dan begitu membosankan?

Karena kalau Ara menjadi dirinya..

Dia pasti..

Ah.. Untuk sekedar membayangkan bagaimana hidup Ara saat menjadi Chika saja ia sudah menyerah tak sanggup apalagi kalau hal itu benar-benar terjadi padanya.

Karena karakter keduanya memang terlalu berlawanan. Bila Chika yang sangat nyaman dengan kesendirian dan keheningan disetiap waktu hidupnya, maka Ara berbeda. Dia adalah sosok gadis yang hangat, cerewet, dan ceria sehingga ia tak akan mungkin dapat hidup dengan kesenyusian seperti Chika. Ara juga mudah sekali dalam berteman dikarenakan sifatnya yang periang dan ramah, yang membuat oranglain pun jadi tak mungkin tak merasa senang kalau berada disekitar Ara.

Ya.. Tak seperti Chika yang selama ini kesulitan dalam berteman. Alias ia tak pernah punya teman.

" Aku gak bakal berhenti mencoba. Chika kan cuma belum terbiasa bukan gak bisa. " Ucapnya setelah cukup lama berperang dengan isi pikirannya sendiri.

Kisah Untuk Zahra Where stories live. Discover now