6. Rasa Itu Ada

1.3K 149 14
                                    

" Perasaan Chika jauh lebih penting, dia udah banyak nangis dari kemarin. Ara gak mau nambah kesedihan Chika lagi. "










*
*
*
*
*









Semilir angin berhembus mencoba untuk menelusuri setiap sudut isi bumi. Menyentuh dengan lembut setiap manusia yang tengah berlalu lalang mengitari jalan.

Mentari sore juga masih berada dikaki langit, masih selalu sibuk melambai pada seluruh manusianya. Walau terkadang gumpalan awan sering menutupinya tapi sinarnya masih tetap menembus. Seperti seakan memberikan sebuah kehangatan berikut harapan-harapan baru bagi setiap insan.

" Chikaa! "

Chika menolehkan kepalanya, menemukan sosok Ara saat ini sedang berjalan dengan semangat menghampirinya.

" Kenapa dia selalu ada dimana-mana sih. " Gumam Chika sebal dalam hati.

Ara mengulas senyumnya lebar bersamaan dengan kedua bola matanya yang sudah berbinar-binar melihat Chika. Sepertinya ia amat senang akhirnya dapat menemukan Chika setelah susah payah mencarinya ke semua tempat disekolah.

" Ara dari tadi nyari Chika kemana-mana. Pergi ke perpustakaan, ke kantin, ke uks, ke ruang guru, sampai ke kolong meja Ara cari juga gak ada. Eh Chika ternyata malah ada dirooftop. " Keluh Ara lalu ikut mendudukan bokongnya disebelah Chika.

Chika hanya memutar bola matanya malas. Untuk apa pula ia mencarinya setelah dari hari kemarin Ara terlalu banyak menghabiskan waktu bersamanya.

" Ara bawa bekal makan loh buat Chika. " Seru Ara bersemangat, ia mengangkat tangannya menunjukan kotak bekal yang ia bawa pada Chika.

" Nggak perlu. Aku gak laper. " Balasnya dingin.

Ara lagi-lagi cuma melempar senyumnya berusaha untuk tetap sabar menghadapi Putri es itu, " Chika kan belum makan apa-apa dari semalam. Mau ya makan dulu? Ara udah nyiapin ini spesial banget buat Chika. Janji beneran gak bakal ada racun atau obat pelet didalamnya! "

Chika lalu mengernyitkan dahinya seraya mengulum senyumnya sedikit terhibur mendengar ucapan Ara barusan. Sebenarnya kalau boleh jujur terkadang memang ada suatu waktu dimana kata-kata garing Ara ternyata bisa berpengaruh untuk moodnya.

" Kalau mau senyum ya senyum aja Chik. Kenapa sih kayaknya selalu berat banget ketimbang kasih senyum doang. " Kekeh Ara seraya menggelengkan kepalanya.

" Senyum itu kan ibadah. Jadi kalo semisalnya Chika kasih senyum, Chika juga lagi menambah pahala Chika ke Tuhan. "

" Bawel banget. " Chika berdecak bosan.

Ara kembali menghembuskan napasnya pasrah. Sepertinya kalau lama-lama seperti ini Ara bisa saja mendapatkan penobatan sebagai perempuan paling sabar dan tabah ditahun ini. Karena menghadapi Chika cukup melelahkan. Bahkan sepanjang hidup Chika pun cuma Ara dan Bobby lah yang dapat tahan berbincang lama dengannya.

Kemudian selanjutnya, Chika pun beralih memandangi langit-langit yang memang sebelumnya telah menjadi perhatiannya sebelum kedatangan Ara. Langit hari ini tampak kelihatan cerah, tidak panas tapi tidak juga mendung.

" Chika suka menatap langit? " Tanya Ara tiba-tiba.

Chika mengangkat kedua alisnya, " Dari mana pendapat itu keluar? " Tanyanya penasaran tentang bagaimana Ara selalu tahu dan suka menebak tepat banyak hal tentangnya.

" Ini bukan pertama kalinya Ara lihat Chika dirooftop. " Ucapnya sembari sibuk membuka kotak makannya.

Ah! Ternyata Ara cukup pintar. Chika selalu berpikir bahwa gadis itu adalah anak yang bodoh karena melihat dari bagaimana ia bersikap dan tutur katanya dalam berbicara.

Kisah Untuk Zahra Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang