8. She's More Than Perfect

1.1K 142 8
                                    

" Ara ingin menjadi bumi untuk Chika. Biarpun gak bersinar, bumi pasti akan selalu menjadi tempat Chika bernaung. Ara mau melindungi Chika sampai suatu hari nanti Chika mungkin akan sibuk mengagumi bintang. "









*
*
*
*
*










" Ra.. "

Ara menaruh jari telunjuknya tepat pada bibir Chika, meminta gadis itu untuk tak perlu berkomentar apapun soal pernyataan cintanya barusan. " Tenang aja Chika.. Ara nggak lagi nembak Chika kok. "

Chika lalu terdiam. Sepasang mata cokelatnya masih tak beralih menatap bibir Ara. Tepatnya ia menunggu gadis itu untuk segera menyelesaikan kalimatnya.

" Sebelumnya Ara minta maaf udah ngagetin Chika. Maaf juga udah buat Chika pasti jadi makin ilfeel sama Ara. Iya Chika.. Ara tau kalau ini salah dan emang gak seharusnya terjadi. Tapi Ara udah coba banget buat hilangin perasaan yang salah ini tapi semakin lama Ara coba dan semakin keras Ara berusaha, Ara malah jadi makin-makin suka ke Chika. "

Ara menunduk lalu meletakkan kepalanya lemas tepat dipundak Chika. Entah setan apa yang sudah merasuki pikiran Ara ditengah-tengah hujan lebat ini atau sekiranya dari mana keberanian yang berlebih itu Ara dapatkan sampai gadis itu benar-benar jadi selancang itu untuk mengungkap perasaan sukanya pada Chika. Padahal sudah sekuat tenaga dipendam olehnya.

Ara suka.

Ara benar-benar suka padanya.

Dia tak pernah bercanda selama ini.

Perkataan itu otomatis terus berputar didalam pikirannya bagai kaset rusak. Membuat mulut Chika terbungkam rapat. Nampaknya ungkapan perasaan yang Ara katakan barusan sukses mengguncang penuh dirinya.

Chika benar-benar terkejut. Selama hidupnya ia hanya tak pernah berpikir dan tak cukup menyangka sebelumnya bahwa suatu hari nanti gadis itu akan mendapatkan pengalaman atau pernyataan cinta dari sesama perempuan. 

" Apa hujan yang menyebabkan otak kamu jadi makin keluar dari tempatnya? " Setelah lama berdiam diri, Chika mulai mengeluarkan pendapatnya.

Ara sontak terdiam, seakan keberanian yang tadi ia dapatkan itu seketika langsung menciut setelah mendengar kalimat pedas yang barusan dikatakan oleh Chika.

" Aku harap kamu lagi bercanda kayak biasanya. " Balas Chika pelan lalu membalikkan tubuhnya membelakangi Ara.

" Maaf Chika. Maaf perasaan Ara udah kelewatan ke Chika. "

" Tapi Ara janji kalau masalah gimana isi hati Ara itu cuma hanya akan jadi urusan Ara. Jadi Chika gak bakal keganggu, Chika juga gak perlu balas atau repot-repot buat tolak Ara. Karena Ara ngomong ini supaya hati Ara lega. Bukan bermaksud buat minta Chika jadi pacar Ara. Gak gitu kok. " Jelas Ara, ia mengangkat senyumnya. Hatinya patah, matanya berkaca-kaca, namun bukan lah Ara kalau semisalnya ia tidak pintar untuk memainkan ekspresi wajahnya.

Ara tahu betul kalau memang tak sepantasnya ia berani berbicara seluas itu perihal perasaannya pada Chika. Terlalu nekat sekali untuk Ara berani mengungkapkan perasaan terhadap seorang gadis yang notebene-nya juga satu gender dengannya.

Ah.. Percayalah Ara pun juga sudah mencoba menahannya, tapi pertahanannya terus kalah oleh perasaannya yang semakin kuat.

Lagi pula bukankah cinta itu bukanlah sebuah pilihan? Bukanlah sesuatu yang dapat dipilih dengan logika oleh orang-orang?

Kisah Untuk Zahra Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang