Episode 2: momen masa lalu

1.1K 119 2
                                    

"(name), lihat. Ada poster tentang lomba cerdas cermat. Kamu mau ikut?" Tanya Jestlina, merupakan anak panti dan juga sahabatku di sekolah.

Aku pun hanya menoleh sekilas lalu menggeleng pelan. Aku sedang tidak ingin masuk ke lomba manapun.

"Eh, kenapa?"

"Aku nggak mau masuk ke lomba manapun kali ini." Sahutku yang kemudian dijawab 'oh' pelan dari Jestlina.

Hal itu terus dipertahankan olehku sampai pada suatu hari aku pun dipanggil oleh kepala sekolah. Kepala sekolah terus memohon pada ku untuk mengikuti perlombaan cerdas cermat ini.

Aku yang masih terkaget-kaget pun berkata, "bukannya masih banyak siswa yang bisa mengikuti perlombaan ini, Bu. Tolong berikanlah murid lain kesempatan untuk mengikuti perlombaan ini."

"Tolonglah (name)... Tolong ikut perlombaan ini dan menang. Kumohon jadilah perwakilan dari Smp ini ..." Mohon kepala sekolah.

Aku pun menghela napas. Ya... Kalau begini mah, kayaknya nggak bisa ditolak.

"Baiklah Bu, saya siap mengikuti lomba ini. Tapi apa saya boleh mengajukan permintaan Bu?"

"Apa?" Tanya Bu Kepala sekolah dengan antusias.

"Jika saya mengikuti perlombaan ini dan menang. Saya akan Hiatus mengikuti lomba selama tiga tahun berada di sekolah ini."

Bu kepala sekolah tampak memikirkan hal ini. Tapi kemudian Bu kepala sekolah tersenyum dan mengizinkan ku.

"Baiklah." Mendengar itu, aku pun tersenyum senang.

Waktu perlombaan tinggal 1 bulan lagi. Selama berminggu-minggu, aku terus giat belajar. Belajar di panti lah, di perpustakaan sekolah maupun di perpustakaan kota. Tentu saja demi Hiatus lomba selama 3 tahun.

Kalian mungkin bingung kenapa aku ingin sekali Hiatus lomba? Jawaban nya adalah, karena aku gak suka merasa yang diharapkan orang lain. Aku tidak suka jika terlalu diharapkan orang lain apalagi jika aku tidak mendapatkan yang sesuai dengan ekspektasi mereka. Singkatnya, aku tidak mau mereka semua kecewa dengan hasil yang ku peroleh. Aku ingin merasa, kalaupun aku tidak menang, tapi mereka tetap akan menghargai usaha ku. Hanya itu saja.

Tak terasa satu bulan sudah berlalu dan kini, aku sedang berada di sebuah perlombaan cerdas cermat antar kota.

Di perlombaan itu, ada ujian tulis dan ujian lisan. Ujian tulis diadakan di sebuah ruangan kelas. Ujian tulisnya tidak berbeda dengan ulangan di sekolah. Setiap siswa akan di beri tiga kertas. Kertas soal, kertas jawaban dan kertas oret-oretan.

Sedangkan ujian lisan, setiap peserta akan diberi soal dan peserta harus menjawabnya lebih cepat dari kelompok lain. Poin yang di dapat, minimal harus bisa menjawab 6 soal. Cukup sulit berarti. Karena setiap dua kelompok, akan diberi 10 soal. Kami harus berebut rebutan untuk menjawab soal itu agar mendapatkan banyak poin.

Di ujian tulis, aku mendapatkan nilai 100. Wah, nggak nyangka ternyata aku sangat jenius ya... Nggak sia sia aku belajar berminggu-minggu untuk lomba ini.

Sedangkan di ujian lisan saat setiap soal selesai di ucapkan, aku langsung mengangkat tanganku. Tanpa ada perasaan ragu ragu, aku selalu menjawab soal itu. Karena waktu menjawab soal sangat singkat dan jawaban yang ku jawab benar semua, aku juga dapat poin sempurna kali ini.

Pemenang lomba cerdas cermat pun di umumkan. Aku menjadi juara satu tentu saja. Siapa sih yang bisa mengalahkan skor sempurna? Ujian tulis ku dan ujian lisan ku masing-masing dapat nilai sempurna.

Aku pun maju ke depan dan menerima piala juara satu beserta medali emas nya. Hampir semua orang menatap iri pada ku. Mungkin karena aku sudah terbiasa menang lomba jadi mereka merasa iri padaku.

PEMBUNUH MERAH PUTIH// Assassination classroom season 1 x ReaderWhere stories live. Discover now