Episode 33: Momen Huru-Hara

385 56 0
                                    

Kami sekarang berada di bagian belakang gedung tinggi. Bukan, lebih tepatnya kami harus mendaki untuk pergi ke hotel itu. Padahal aku melihat tempat itu. Kelihatannya sangat curam... Tapi kami pasti bisa!

Pak Koro meminta Ritsu untuk memberitahu struktur bangunan yang akan kami kunjungi. Ah, kami harus mencapai lantai tertinggi hotel tersebut untuk mendapatkan penawar.

Pak Karasuma menyanggah, "Rencana ini terlalu berbahaya. Teknik yang rapi ini, bukankah terlihat jelas kalau musuh kita orang yang profesional?"

Kemudian Pak Koro menimpali, "Ya... Mungkin benar kalau menyerahkannya adalah pilihan yang terbaik. Bagaimana? Terserah kalian semua."

Curam sekali. Tapi... Aku mulai melangkahkan kakiku, mulai menaiki setiap bebatuan di bahwa hotel. Oke, mari kita sebut ini adalah gunung. Gunung ini memang curam, tapi karena kami sudah terlatih ketika Pak Karasuma menyuruh kami mendaki gunung saat pembelajaran olahraga, ini mah bukan apa-apa!

Kami semua pasti bisa mendakinya!

Aku juga melihat siswa-siswa yang lain. Mereka juga dengan cepat mengikuti kegiatan mendaki gunung ini. Terutama Okano. Dia cepat sekali mendaki gunung ini. Okano ini... Apa dia benar-benar manusia?

"Perhatian semuanya! Tujuan kita adalah lantai tertinggi hotel ini. Ini adalah misi penyusupan tersembunyi dari serangan kejutan. Kita akan gunakan sinyal tangan dan komando seperti saat latihan! Satu-satunya yang berbeda adalah target kita! Hafalkan peta itu dalam 3 menit. Operasi akan dimulai pukul 21.50!" seru Pak Karasuma mengomando.

Kami bersama mengangkat kepalan tangan kami dan bersorak, "baik!"

Aku dan yang lainnya mulai mendaki kembali. Okano masih saja gesit. Aku berseru, "Okano... Kamu kok cepet banget? Jangan-jangan temenku bukan manusia!" Ucapanku membuat langkah Okano terhenti. Ia terkekeh kecil. "Hehehe, lagian kalian lama sekali. Nanti aku tinggal loh..."

Dibandingkan kami, hanya satu dari tiga guru kami yang bisa bergerak. Pak Karasuma membawa Pak Koro yang masih di dalam wujud bola sedangkan Bu Bitch yang masih saja mengoceh tak jelas padahal jelas-jelas Pak Karasuma sedang menggendongnya agar ia bisa ikut dalam misi ini.

"Karma... (name)... Tungguin dong..." pinta Nagisa. Aku dan Karma sontak melihat Nagisa yang berada di bawah kami.

"Boleh saja, sih... Tapi kita tidak ada waktu, iya kan?" sahut Karma.

"Nagisa, ayo lebih cepat. Sudah separuh perjalanan kok." Aku menyemangati Nagisa. Nagisa kemudian mengangguk mantap."Baik, (name)!"

Aku terus naik ke atas. "Hati-hati batu yang satu itu tidak kokoh," peringat Karma. Ah, iya juga. Entah bagaimana jadinya kalau aku memegang batu yang satu ini. Mungkin aku akan jatuh ketika memegangnya.

Aku bingung. Pelaku yang mengenal Pak Koro, siapa dia sebenarnya?

Pintu masuknya dijaga oleh banyak orang. Tak kusangka kalau penjaganya akan sebanyak ini. Tapi tak masalah karena Bu Bitch bisa mengatasi hal ini. Ia mengambil perhatian para penjaga itu dengan berjalan santai layaknya orang mabuk. Selang beberapa waktu, ia menyuruh para penjaga untuk melihat keterampilannya bermain piano.

Nada-nada piano yang indah mulai terdengar. 'Sungguh guru yang menawan,' pikir kami semua. Sembari bermain, Bu Bitch memberi kami waktu 20 menit untuk mengukur waktu melalui gerakan tangannya. Bu Bitch memang guru yang bisa diandalkan. Kami pun berhasil masuk ke ruangan karenanya.

Karena kita berhasil melewati pintu masuk dengan penjagaan ketat, maka kita harus bersikap layaknya tamu yang berada disini. Ada rumor yang Pak Karasuma dengar yaitu anak-anak SMP juga menjadi tamu di tempat ini. Hanya beberapa anak-anak orang kaya atau anak dari artis ternama. Anak-anak ini dibesarkan layaknya seorang raja. Mereka melakukan perbuatan tak bermoral tanpa merasa berdosa sekalipun.

PEMBUNUH MERAH PUTIH// Assassination classroom season 1 x ReaderDove le storie prendono vita. Scoprilo ora