Episode 30: Momen Detektif

421 66 2
                                    

Aku tersenyum kearahnya, "Kamu... mau temani aku untuk menaiki roller coaster, tidak?"

Aku berhasil mengajak Shuu untuk menaiki roller coaster. Aku sering mendengar teman-temanku yang mengatakan bahwa menaiki roller coaster itu menakutkan, mengerikan maupun menyeramkan. Namun, aku malah tersenyum takjub melihat wahana ini.

Shuu tertawa ketika aku menarik tangannya."Aku kira kau menyukai hal-hal yang berbau feminim." Aku hanya tertawa menanggapinya.

—••—••—••—••—••—••—••—••—••—••—••—••—••—

Aku dan Shuu sekarang tengah berdiri untuk menunggu antrian menaiki roller coaster. Shuu ingin pergi sebentar untuk membayar roller coaster ini. Kuanggukkan kepalaku menandakan kalau aku mengizinkan Shuu pergi.

Aku terus saja berdiri menunggu disini. Hingga aku melihat pria bertopi dengan jaket merahnya. Ah, itu Shuu kah? Kok, cepat sekali.

Kutepuk bahu pria itu. "Shuu, kok kamu cepet sekali baliknya?" Pria itu membalikkan badannya dan bertanya, "Shuu? Siapa dia?" Hah? Ya, kamulah. Memang siapa lagi?

Pria itu mendongakkan kepalanya. Astaga, aku salah orang. Ternyata hanya jaket merahnya saja yang kebetulan sama. Saking malunya, aku seperti ingin segera menghilangkan diri saja dari permukaan bumi.

Aku segera membungkukkan badan sopan kearah pria itu, "Maaf... Aku ternyata salah orang." Aku harap pria itu dengan berbaik hati memaafkanku tapi ternyata aku salah. Dia mendorong tubuhku kasar hingga tubuhku menyentuh lantai.

Pria itu menyeringai jahat, "Maaf? Hanya itu? Kau pikir permintaan maaf bisa mengembalikan waktuku yang terbuang sia-sia?"

Sebentar, aku mengernyitkan dahi heran. Lah, bukankah kalau kamu meladeni orang sepertiku malah akan lebih membuang waktumu yang berharga? Kau itu... Orang yang bodoh atau tidak pintar?

Ia hendak memukulku namun tangannya ditahan oleh seorang perempuan. Aku bahkan sudah bersiap-siap untuk menangkis serangan pria itu.

"Sudahlah, biarkan saja gadis itu. Bukankah dia tidak sengaja?" ucap perempuan itu.

"Ta-tapi Nana..." Ucapan pria itu terhenti kala ia menatap mata tajam perempuan itu. Pria itu melirikku seram. Mungkin maksud tatapannya adalah, 'kali ini kau selamat. Gadis kecil...' Aku hanya meringis dengan kikuk. Tangan perempuan itu kemudian merangkul lelaki itu mesra. Oh, sepertinya dia pacar pria itu.

"Gadis kecil, kau tidak apa-apa?" tanya perempuan lain di sebelahku.

"Ah, tidak apa-apa."

"Dasar pria yang tidak punya hati! Disenggol sedikit saja langsung marah. Giliran dipelototi sama istrinya langsung bungkam," gerutu wanita itu. Aku hanya terkekeh pelan untuk menyahutinya.

Shuu sudah kembali kemari. "Selama aku pergi, kau tidak kenapa-kenapa, kan?"

"Ah, tidak..."

Wanita di sampingku langsung menyanggah sahutanku, "Gadis ini bohong. Baru saja dia didorong kencang oleh lelaki yang tak punya hati. Untung saja, pria tadi tidak menonjosnya."

Shuu yang awalnya memandang wanita itu, kini ia memandangi wajahku dengan tajam. Astaga, tatapannya sungguh menakutkan. "Tapi kau tidak kenapa-kenapa, kan?"

Aku kemudian mengangguk-anggukkan kepalaku pelan. Aku baik-baik saja. Hanya saja... telapak tanganku tadi kegores ketika terjatuh tadi. Tapi selain itu, aku merasa baik.

Shuu menyuruhku untuk memperlihatkan tanganku. Apa kau itu seorang detektif? atau jangan-jangan kau itu adalah seorang mata-mata? Mengapa pandanganmu sangat tajam bagi lelaki di usiamu?

Ia kemudian menempelkan sebuah plester ke tangan yang terkena goresan itu. Bahkan, ia memiliki plester. Lihatlah! Dia juga bahkan memiliki plester. Apa kau itu bisa melihat masa depan?

Ia berdecih pelan. "Cih, katanya baik-baik saja. Tapi lihatlah. Mengapa tanganmu bisa tergores seperti ini?" Aku hanya terkekeh geli.

"Itu hanya luka kecil, Shuu..."

"Tapi... aku tak mau kau terluka, (name)..." Mendengar hal itu, seketika mulutku menjadi bungkam. Aku tak tahu harus menjawab seperti apa lagi setelah ini.

Wanita yang melaporkan kejadian tadi ke Shuu kemudian berdeham pelan, "Ehm... Romantisnya dilanjutkan di rumah saja, ya... Kalau saja tadi pacar pria tadi tidak menghentikan pacarnya, mungkin gadis kecil ini sudah babak belur."

Hah? Kok bisa? Ya kali, seorang juara satu karate bakal babak belur sama om-om pemarah seperti tadi.

Aku menyanggah perkataan wanita itu, "Tidak akan. Aku takkan babak belur semudah itu." Shuu menjitak kepalaku dengan cara yang tak pelan. Shuu, sakit woi.

Sembari aku mengusap-usap kepalaku karena dijitak kencang olehnya, Shuu pun menimpali wanita itu, "Baiklah. Terimakasih banyak atas informasinya. Maaf karena teman saya yang satu ini membuat sedikit keributan disini. Akan kujaga dia sebaik mungkin." Kau kira aku bayi yang harus dijaga sebaik mungkin?

"Sip! Dijaga yang bener. Sekarang tolong mengantri ke belakang, ya... Semoga kedepannya semakin langgeng hubungan kalian, ya..." ujar wanita itu yang maju untuk menyelip antrian kami. Lah? Kok anda malah menyelip kami?

"Baik. Terimakasih banyak." Shuu membungkuk sopan kearah perempuan itu. Eh, sebentar? Sepertinya aku ngeload dulu. Loh? Lah? Eh? Wanita itu tadi bilang apa ke kami?

Seketika wajahku memerah saat itu juga. Astaga, malu sekali rasanya. Setelah itu, Asano dan aku langsung berpindah tempat ke belakang perempuan itu. Seperti yang kalian tahu, kalau jepang adalah negeri yang disiplin. Jadi, Shuu memilih untuk mengalah kepada wanita itu. Aku kini mencoba untuk menetralisir wajahku. Tarik napas, hembuskan...

Oke. Bisa. Saatnya menaiki roller coaster!

Awalnya roller coaster berjalan perlahan-lahan, namun nanti ketika berada di turunan yang curam, lajunya tiba-tiba menjadi ratusan kali lebih cepat dari kelajuan yang tadi.

"Shuu... Kau tahu kenapa aku ingin mencoba menaiki roller coaster?" tanyaku. Shuu hanya menggelengkan kepalanya.

"Tentu saja aku tidak tahu. Kau kan tidak pernah memberitahuku..." sahutnya lembut. Sejak kapan Shuu menjadi lembut seperti ini?

"Tutup matamu. Lalu rentangkan tanganmu begini." Aku mempraktekkan gerakan dan Shuu pun segera mengikuti gerakanku. "Lalu?" tanya Shuu. Tepat ketika kecepatan roller coaster menjadi lebih cepat, aku langsung berteriak kencang. "LALU RASAKAN SENSASINYA. AKU INGIN TAHU BAGAIMANA SENSASI KETIKA BERADA DI ROLLER COASTER!"

Kemudian, kami tertawa bersamaan. Senang sekali rasanya pergi liburan dengan teman detektifku!

Shuu bergumam pelan, aku hampir tak mendengarkan gumamannya yang amat kecil. Tapi aku mendapatkan sesuatu dari gerakan mulutnya. Pak Koro mengajarkanku memprediksikan gerakan mulut agar mendapatkan sejumlah informasi dari seseorang walauoun itu di jarak jauh sekalipun.

Aku menelan ludahku terkejut. Yang kudapat dari gerakan mulutnya adalah, "kukira kau itu anak yang begitu feminim seperti yang lainnya. Padahal aku tahu... Kalau kau itu berbeda dan itu jugalah yang membuatku semakin menyukaimu."

Astaga... Di sepanjang perjalanan roller coaster itu, aku mati-matian untuk membuat wajahku layaknya orang biasa yang menikmati perjalanan roller coaster ini. Ah benar juga... Bisa jadi kan, aku salah menerjemahkan gerakan mulut. Aku kan belum ahli dalam bidang mata-mata ini.

Diriku saja yang terlalu percaya diri... Dasar diriku!

1022 kata

PEMBUNUH MERAH PUTIH// Assassination classroom season 1 x ReaderWhere stories live. Discover now