Episode 39: Momen Nagisa

378 55 0
                                    

Malam yang dingin. Kepingan kaca dan cairannya bergelinang di lantai. Angin malam berhembus  kencang menerpa tubuh Nagisa. Dengan tangan yang gemetar, ia mengangkat pisau yang diberikan oleh Takaoka. "Aku... Akan membunuhmu!"

Takaoka tertawa meremehkan, "Cobalah membunuh aku, Nagisa!"

"Berhenti!" Satu seruan dariku membuat yang lain mematung. Aku menodongkan pistolku kearah Nagisa.

"(Name), apa yang kau lakukan?" pekik Kayano. Aku mengangkat tanganku, sebuah tanda agar yang lain tetap diam.

Aku kembali berteriak kencang, "Jangan khawatirkan yang lain, Nagisa! Meski dia jahat, membunuh tetaplah membunuh! Dengarkan aku, tak ada untungnya kau membunuh orang itu!"

Seperti yang dikatakan Smog, Terasaka masih terkena dampak dari virus itu. Tubuhnya masih lemas namun, dia masih bisa melempar senjata kejut listrik jarak jauh ke arah Nagisa. "Jangan sok kuat, Nagisa! Saat ia meledakkan penawarnya, kau menatapku dengan tatapan penuh iba itu, kan? Dasar payah, kau malah mencemaskan orang lain! (Name) baru saja memberikan penawar virus padaku dan ia bahkan juga sudah mengobati murid yang lain sehingga aku hanya butuh tidur sebentar untuk sembuh dari virus ini saja!" Semuanya sontak menoleh pada kami, aku dan Terasaka. Intinya, aku sudah menjelaskan situasi kelas E yang menjadi aman dibandingkan sebelumnya.

"Te... Terasaka... Kamu..."

Kataoka juga menyela pembicaraan sama seperti Isogai, "Eh, sebentar. Penawar virus?"

Namun Terasaka tak peduli, ia terus melanjutkan perkataannya, "benar kata (name). Meski dia memang berengsek, tapi membunuh tetaplah membunuh. Apa kamu mau naik pitam begitu saja?"

Pak Koro menanggapi, "Terasaka dan (name) benar. Tak ada untungnya membunuh orang itu. Sekalinya kamu mengamuk, itu malah akan merugikanmu. Lagipula yang lain sudah diobati oleh penawar yang didapatkan oleh (name). Kau hanya perlu membuatnya pingsan."

Takaoka mengacak-acak rambutnya. Rencana buatannya benar-benar kacau. Ini semua karena gadis kecil berbandana merah putih itu. Ia pun segera menyerang Nagisa yang baru saja menaruh senjata itu di pinggangnya. Di sela-sela pertarungannya, Nagisa melepas jaket lengan pendek yang ia kenakan, menyisakan tanktop miliknya.

Pak Koro berkata pada Karasuma, "Pak Karasuma... Kalau kau merasa nyawa Nagisa terancam, tolong jangan ragu-ragu dalam menembak. " Pak Koro yang bisa memperhitungkan situasi saja berkata seperti itu, apakah ini adalah situasi paling berbahaya yang paling kami hadapi? Ah, tidak. Bahkan menurutku, ini adalah situasi yang sangat berbahaya.

Mereka mungkin berhasil mengalahkan ketiga pembunuh tadi tapi kini keadaannya berbalik. Meski Nagisa mencoba mengubah situasi ini menjadi upaya pembunuhan, tentu saja perbedaan kekuatan mereka sudah terlampau jauh. Takaoka takkan memberi celah sedikit pun kepada Nagisa.

Teknik, fisik dan pengalaman, mengalahkannya pasti jauh lebih susah dibandingkan mengerjakan ujian matematika saat UAS.

Perut Nagisa ditendang menggunakan lutut Takaoka. Pisau yang dipegang Nagisa kini terjatuh dan tergeletak begitu saja di lantai. Takaoka kemudian memungut pisau itu dan memutar-mutar pisau itu dengan lihai. Hei, bukankah pertandingan ini harus dihentikan?

"Pak Karasuma, tolong tembak sekarang! Nagisa bisa mati kalau dibiarkan!" pinta Kayano histeris.

"Tunggu dulu," sanggah Terasaka.

Karena tak tahan, aku hendak menembak Takaoka tapi malah dihentikan Terasaka, "Bocil SD, sudah kubilang tunggu dulu! Jangan ikut campur!"

"Tapi pertandingan ini berat sebelah!" sahutku tak terima.

Karma ikut menimpali, "Kau masih ingin membiarkan ini, Terasaka? Aku saja sudah muak dengan ini dan ingin segera menghajarnya!"

Terasaka menyahut, "Karma sialan, kau selalu membolos latihan dan (name) yang bodoh waktu itu juga membolos latihan jadi pasti tidak tahu. Nagisa itu... Dia memiliki semacam teknik rahasia."

Pak Lovro mengajarkan sebuah teknik rahasia pada Nagisa namun teknik itu digunakan jika sedang berada di dalam tiga kondisi. Satu, kamu harus punya dua senjata. Kedua, kamu harus melawan musuh yang kuat. Dan yang ketiga, musuhmu harus tahu rasa takut jika terbunuh.

Nagisa tersenyum. Gerakan Takaoka tiba-tiba terhenti. Senyuman itu... senyuman yang membuat Takaoka trauma. Ia kini menjadi gemetar melihat senyuman itu. Ah, Takaoka cocok untuk menjadi kelinci percobaan Nagisa.

Meski ini adalah teknik rahasia, tapi bukan berarti trik ini akan langsung membunuh musuh. Justru sewajarnya, pembunuh bisa membunuh target di kondisi yang ideal tapi kenyataannya tak seindah itu terutama kalau sang target adalah musuh yang terampil dan tak mau memberi celah sedikit pun. Namun, teknik ini bisa kondisi yang pas untuk membunuh. Teknik ini disebut teknik mutlak untuk membunuh target.

Dari diam, bergerak secepat mungkin. Majulah sejauh dan sedekat mungkin.

Takaoka berdecak kesal, "Bo... Bocah sialan..."

Momennya... Tepat saat menjatuhkan pisau. Semakin dekat dengan musuh, konsentrasinya akan terarah ke pisau. Hancurkan fokusnya dengan membuang pisau ke bawah, lalu...

Prok!

Sebuah suara yang keras akan membuat syok target, membuat konsentrasi target pecah. Otak target akan menjadi sedikit lama merespon juga tubuhnya yang akan terhuyung kaku.

Takaoka mulai ambruk ke lantai. Ini adalah waktunya! Seorang pembunuh takkan melewatkan kesempatan emasnya! Cabut pedang kedua dengan natural dan cepat. Nagisa dengan gesit berpindah ke belakang Takaoka lalu menyetrumnya dengan senjata kejut listrik.

Aku terkesima dengan apa yang ditunjukkan Nagisa. Kulihat yang lain juga begitu. Terasaka dengan bangganya malah terkekeh. 'Kan, sudah kubilang juga apa..." Mungkin itu yang dipikirkannya.

"Selesaikan sekarang juga Nagisa. Tempelkan itu di lehernya dan dia pasti akan pingsan," pinta Terasaka dengan seringainya.

Nagisa melakukan perkataan Terasaka. Ia menempelkan ujung senjata ke leher Takaoka. Bagi Nagisa, Takaoka telah mengajarinya hawa membunuh. Bahwa ada hawa membunuh yang seharusnya tak kami miliki. Ia juga mengajari Nagisa bahwa ia juga memiliki teman yang bisa menahannya dari hawa membunuh. Rasa sakit dipukul dan rasa takut akan pertarungan, kami telah belajar cukup banyak dengan orang itu.

Walau ia melakukan hal-hal yang kejam, tapi tentu saja ia harus berterima kasih atas pembelajaran yang telah ia berikan. Dan kalau harus berterima kasih—

"He... Hentikan..."

Kurasa Nagisa harus tersenyum seperti itu.

"Tolong jangan akhiri dengan wajah itu. Senyuman itu... akan menghantuiku sampai ke mimpi. Hentikan..."

Dengan senyuman tulusnya, Nagisa berkata, "Pak Takaoka... terimakasih banyak..."

Bruk!

Tak lama setelah Nagisa menyetrum Takaoka di leher, orang itu pun pingsan. Air liur mengalir dari mulutnya.

Seketika, kami semua terdiam, menatap tak percaya dengan aksi Nagisa. Aku menutup mulut takjub.

Sugaya berseru senang, "Ber... hasil! Dia mengalahkan bosnya!" Sedetik kemudian kami semua juga ikut bersorak gembira, "Hore!"

Aku kemudian menghela napas lega sembari menatap langit malam yang biru dengan tenang. Huft... Ini hari yang panjang...

Karma di sebelahku menjentik dahiku kencang. Sakit woi... Lantas dia menggerakkan kepalan tangannya di pipiku. Hei, memangnya kau sedang membuat sambal terasi di pipiku?

"Kau tahu, kau dan Nagisa sangat membuatku cemas." Namun aku hanya terkekeh kecil mendengar celetukkannnya.

1035 kata

PEMBUNUH MERAH PUTIH// Assassination classroom season 1 x ReaderWhere stories live. Discover now