Episode 3: Momen SMP Kunugigaoka

1K 109 9
                                    

Aku akan masuk ke kelas 1 SMP walau umurku masih 9 tahun. Semalaman sudah kuhabiskan untuk belajar bahasa Jepang. Sekarang aku sudah bisa berbahasa Jepang walau hanya sedikit.

Tapi tetap saja, aku kurang memahami pelajaran yang diajarkan di sekolah itu karena kurangnya pengetahuanku dalam berbahasa Jepang.

Suatu hari nilai sastra dan bahasa jepang ku dapat nilai yang paling rendah di kelas. Semua siswa di kelas itu menertawakan ku. Apakah setiap siswa yang mendapat nilai rendah di sekolah ini mendapatkan perlakuan seperti ini? Kalau begitu, malang sekali nasib mereka.

Bahkan Albert Einstein saja bilang, kalau setiap anak itu pintar di bidang nya masing-masing. Kalaupun anak itu tidak pintar di bidang ini, kemungkinan anak itu hebat di bidang lain. Tapi hal itu tidak akan berlaku di sekolah yang sangat mementingkan nilai dan prestasi mereka di sini.

Ah, jadi rindu bersekolah di sekolah lamaku. Di Indonesia tentunya.

Aku pun lalu pergi ke perpustakaan sekolah itu. Demi meningkatkan nilai sastra dan bahasa jepang ku, aku pun mulai membaca satu halaman pertama sebuah buku.

Tapi tiba tiba saja, mataku terasa panas. Air mataku hendak memenuhi seluruh kantung mata ku. Karena tak dapat lagi membendung semua air mata ku, aku pun menangis sesenggukan. Entah kenapa ingatan mendapatkan nilai buruk lalu ditertawakan semua siswa di kelas seperti tadi, tiba tiba hinggap di pikirannya.

Aku harus berusaha keras untuk belajar. Hanya itu saja. Tapi kenapa materi yang kupelajari seperti tidak ingin masuk ke dalam otakku. Tidak ada materi yang kupahami sama sekali.

Lalu sebuah tangan dengan sebuah sapu tangan berada di depan mataku. Aku pun mendongakkan kepala ku untuk melihat orang itu.

Dia... Anak yang paling pintar di sekolah ini. Nama siswa itu adalah Asano Gakushuu. Aku dengar ia adalah anak dari pak kepala sekolah. Tapi kenapa ia malah mau menyodorkan sapu tangannya untukku?

"Jangan menangis disini..." Ucapnya datar.

Hah?

"Jangan menangis disini. Suaramu menganggu konsentrasi ku." Kata Asano dengan raut yang terlampau datar. Tapi entah kenapa, aku melihat kalau muka Asano terlihat agak... Ehm... Memerah? Apa ia sedang sakit?

"Ehm... Asano-san. Kenapa wajahmu... Ehm... Agak memerah? Apa kau sedang sakit?" Tanya ku lirih.

"Ehm... Tidak. Aku tidak sakit!" Sahutnya agak meninggikan suaranya. Eh, apa aku melakukan sesuatu yang kurang sopan ya?

"Eh, ma... maafkan aku kalau begitu! A... a...ku akan pergi dari sini!" Kataku terbata bata. Karena saking datarnya wajah sang anak kepala sekolah itu, membuatku ingin cepat pergi dari sini karena rasa gugup.

"Tunggu! Tadi di kelas nilai sastra dan bahasa Jepang mu yang paling buruk, kan? Bodoh, mau kuajari nggak?" Tanya Asano tanpa melihat wajahku.

Akan kujelaskan sesuatu. Asano itu salah satu anak sekelasku. Kami berdua berada di kelas 1A yang sama tentu saja. Asano selalu berada di bangku paling depan sedangkan aku selalu duduk di bangku paling belakang. Jadi tidak heran, kalau Asano mengetahui sesuatu dariku.

"Ya, setidaknya jangan mengejekku begitu dong kalau mau nawarin sesuatu." Gerutu kesal.

"Jadi mau kuajarin nggak!?" Tanya Asano yang mulai emosi padaku. Ehm... Daripada dikeluarkan dari sekolah cuma alasan tidak memperlakukan anak kepala sekolah dengan baik, kan lebih baik kalau menerima ajakannya saja. Apalagi mungkin setelah ini, nilai ku akan semakin bertambah besar.

Setelah seminggu belajar bersama Asano. Nilaiku pun mulai meningkat sedikit demi sedikit. Nilai bahasa sastra dan bahasa jepang ku pun meningkat drastis dari 52 menjadi 89. Keren kan, aku. Ini semua berkat bantuan dari Asano-san sang anak dari kepala sekolah. Berkat nya, nilai ku terus meningkat setiap harinya.

PEMBUNUH MERAH PUTIH// Assassination classroom season 1 x ReaderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang