5. Retak

3.1K 334 26
                                    

Apa arti pernikahan bagi bocah berusia 13 tahun? Kehidupannya terasa jungkir balik seketika. Jully lama kelamaan stress karena kegiatannya juga terbatas, dia tidak bisa bermain kesana kemari seperti dulu lagi. Jully bahkan tidak bisa bebas bertemu dengan teman-temannya, perutnya semakin lama semakin membesar. Belum lagi pinggangnya terasa sering pegal dan istirahatnya terasa tidak nyaman setiap malam. Yang dia lakukan setiap hari hanya makan, tidur, jalan-jalan. Sesekali ibu mertuanya menemaninya yoga untuk ibu hamil. Alec hanya sesekali saja menemani aktifitas Jully, selebihnya dia hanya akan sibuk sendiri. 

Alec menjadi semakin defensif ketika kebebasannya terenggut begitu saja. Dia anak tunggal yang terbiasa dengan segala kemanjaan, kini dia berstatus suami tanpa disengaja. Kehidupannya benar-benar jungkir balik. Alec tidak lagi bisa dengan bebas keluar bermain bersama temannya, ibunya akan mengomel bila Alec tidak menemani Jully. Alec mulai merasa keberadaan Jully sebagai beban. Dia cinta dengan Jully, dia juga senang ketika bayi dalam perutnya itu sesekali bergerak ketika dia memeluknya. Tapi Alec masih menginginkan kebebasan. 

"Alec stop, mau kemana?" tanya ibunya ketika Alec meraih kunci mobil. 

"Main," jawab Alec singkat. 

"Pastikan pulang sebelum jam 7 Alec, waktunya Jully periksa kehamilan," kata ibunya mengingatkan. 

"Bu, ayolah. Jam 7 itu satu jam lagi," keluh Alec kesal. 

"Berarti kamu punya waktu satu jam sayang, wees voorzichtig." Ibu Alec berpesan agar Alec berhati-hati dalam bahasa Belanda. 

"Alsjeblieft Bu, yang benar saja." Alec menjadi semakin kesal. 

Alec melempar kunci mobilnya dan menghempaskan tubuhnya di sofa, kenapa mesti harus begini. Alec tidak menyangka perbuatan terlarang itu membuatnya menjadi seorang suami dan calon ayah di usia sebelia ini. Alec mencintai Jully, juga baby itu. Tapi kehidupannya menjadi berantakan. Keberadaan Jully sekarang mengganggunya. Malam ini Alec seharusnya bermain dengan temannya, ada balapan tamiya di sebuah mall dan akan dilanjutkan dengan nonton hingga tengah malam. Kenapa malah ujungnya Alec harus mengunjungi dokter kandungan. 

"Alec, kamu seorang suami sayang. Suka gak suka Alec harus terima." Ibunya mengingatkan lagi akan tanggung jawabnya. 

"Sial," Alec menjadi semakin tertekan. 

***

Hari demi hari keributan selalu terjadi, ayah dan ibu Alec terkadang juga berusaha melerai. Tapi memang karena secara psikologis dia anak itu masih belum siap, kondisinya tidak menjadi lebih baik. Sesekali mama dan papa berkunjung di sela kesibukannya, mama dan papa seperti biasa kerap bepergian keluar kota. Keluarga Alec menerima Jully dan merawatnya seperti anaknya sendiri. Tapi pernikahan jelas tidak sesederhana itu. 

Alec baru saja memasuki kamar dengan wajah muram, dengan kesal dia duduk di ujung ranjang. Jully yang sedang menyisir rambut hanya melirik sekali dan tidak perduli. Jully merindukan kamarnya, dimana dia bisa dengan tenang membaca manga dengan memeluk boneka. Bukannya terjebak dengan anak laki-laki yang meski tampan tapi ternyata dia sangat menyebalkan. Waktu mereka berpacaran semua terasa indah, setelah pernikahan kenapa kehidupan menjadi seperti ini. Dunia orang dewasa itu sungguh rumit. 

"Bisa gak kalo lagi ada temenku gitu kamu sembunyi aja?" tanya Alec dengan nada datar. 

"Kenapa aku harus sembunyi?" tanya Jully tanpa rasa. 

"Ya kan apa nanti kata teman-temannya kalo tau kamu di sini, hamil pula." Alec memberikan alasannya. 

"Lec, aku udah sembunyi loh. Gak ketemu ama temenku semua lagi, putus kontak juga ama mereka semua. Kamu mo nyuruh apa lagi?" tanya Jully yang segera terpancing emosi. 

"Iya tau, tapi kan emang teman-temannya gak ngerti Jul. Kan pernikahan kita dirahasiakan, hamil kamu juga dirahasiakan. Makanya kalo ada temenku datang, kamu jangan keluar, di dalem aja." Alec masih juga bicara. 

"Ya jangan ajak temen kamu datang, beres perkara," jawab Jully dengan cuek. 

"Ya gak bisa gitu lah Jul, kan aku juga perlu bersosialisasi." Alec beralasan lagi. 

"Egois," gumam Jully kesal. 

"Jully, tolong dong ngertiin aku," kata Alec berusaha bicara terus. 

"Ngertiin apa? Kenapa aku yang harus ngertiin kamu, di sini aku yang bawa anakmu kemana-mana. Masih juga minta dingertiin?" tanya Jully dengan emosi. 

"Ya gimana yang hamil kan kamu," balas Alec dengan polos. 

"Emangnya aku hamil sendiri gitu, iseng aku tiup trus perutku mlembung gitu?? Kita ngelakuinnya bareng Lec, trus kenapa harus aku sendiri yang nanggung!" Jully berteriak kesal. 

"Aku juga udah tanggung jawab, kita udah nikah. Trus kamu mau apa lagi?" tanya Alec demikian polos, jujur saja dia tidak memahami situasi seperti ini. 

"Kamu pikir nikah doang udah cukup? Kapan kamu perhatiin aku?" tanya Jully dengan ketus. 

"Lalu aku harus apa Jully? Aku kan juga masih sekolah!" tukas Alec juga ikut kesal. 

"Pahamkan? Kalo gitu kenapa kamu gak urus aja diri kamu sendiri? Gak perlu mikir keberadaan aku kayak gimana, anggep aja aku gak ada." Jully meluapkan kekesalannya. 

"Aku juga gak suka keadaan ini, kamu dan perut kamu udah memporakporandakan hidupku." Alec mengeluh bingung. 

Jully yang awalnya menyisir rambutnya menjadi terdiam, apakah telinganya tidak salah dengar. Alec barusan playing victim, padahal masalah ini disebabkan oleh mereka berdua. Alec yang manis itu telah lenyap, cintanya kepada Alec sudah berganti murka. Cinta, memang apa itu cinta. Cintanya membawa kesengsaraan sedemikian rupa. Jully membenci Alec, sangat benci. 

"Kalo kamu saja porak-poranda, gimana dengan aku?" tanya Jully perlahan. 

"Memangnya kenapa kamu?" tanya Alec bingung. 

"Kamu, masih memiliki kehidupan kamu. Masih bisa maen, sekolah, ketemu temen, gimana dengan aku Lec? Aku cuman berdiam diri di rumah bahkan kalo ada temen kamu datang aja aku disuruh sembunyi." Jully mengungkapkan amarahnya. 

"Ya kan konsekuensi," gumam Alec. 

"Konsekuensi? Kamu ... mau jadi ayah, kakek, tubuh kamu masih normal. Sekarang buka matamu, lihatlah aku, semoga matamu tidak buta!" Jully menjerit marah. 

"Aku gak buta Jully," kata Alec. 

"Kalo gak buta, lihatlah. Setiap pagi aku gak enak makan, perutku semakin membesar dan pinggang ku semakin sakit. Lihat kakiku, sandalku yang imut gak lagi muat di kaki. Anakmu dalam perutku ini, sering membuat napasku sesak ketika dia menendang. Bila kamu tidak mempunyai empati, sebaiknya diam sajalah kau ... !" Jully menyembur marah. 

Alec memandangi Jully, betapa tubuh Jully berubah. Perut itu semakin membesar, dan segala yang bergumul di hati juga semakin membesar siap meledak. Alec mencintai Jully juga bayi itu, tapi semua terasa semakin memberat dan Alec berfikir ini adalah kesalahan. Alec menyesali segala yang sudah terjadi, tapi harus bagaimana lagi. Alec hanya bocah berusia 13 tahun yang masalah terbesarnya seharusnya hanyalah PR matematika. Alec bangkit dari ranjang dengan wajah datar. 

"Aku berharap, kamu gak ada di sini Jul," gumam Alec sebelum dia pergi dan membanting pintu. 

Jully hanya berdiri dengan gemetar dipenuhi amarah. Jadi itu yang Alec harapkan, baiklah. Alec akan mendapatkannya. 

***

Mommy, Please Say Yes !Where stories live. Discover now