58. Kecewa.

1.9K 275 30
                                    

Harusnya sore ini sempurna, pulang kerja dan bercengkrama dengan Aleccia, atau menikmati suasana dengan memandangi Alec dari jauh mungkin. Lelaki itu semakin lama semakin hot saja, sayangnya hati ini masih terbungkus dengan banyak ketakutan juga kenangan masa lalu yang buruk. Jully memelankan mobilnya, halaman ramai tapi bukan karena anak sekalian bapaknya.

Dua orang sedang gelud, dan satunya lagi Jully menatap dengan heran karena tidak ada berita dia mau berkunjung, kapan datangnya. Finn kembali dari Aussie dan muncul begitu saja di rumah, dan bertemu dengan Alec. Ya Tuhan kenapa ini bisa terjadi, dan di mana pula aleccia. Matanya tidak menemukan anak itu di mana pun. Setir itu dipegangnya dengan gemetar, baik Finn dan Alec sudah sama babak belur.

"Hentikan ... !! Kalian hentikan ... !" Jully berteriak histeris.

Jully gemetar memegangi daun pintu mobilnya, sepulang kerja yang ada di benaknya hanyalah bertemu dengan putrinya dan mereka akan bercengkrama hingga senja. Tapi yang ditemuinya malah dua pria dewasa yang sedang berkelahi seperti anak TK berebut permen. Baik Finn dan Alec terlihat tidak bagus, wajah itu tidak hanya memar tapi beberapa bagian juga mengeluarkan darah. Berkelahi sejak kapan mereka. Dan lagi, kenapa Finn datang mendadak sekali. Meski Jully belum mau menanggapi cinta Alec tapi tetap saja dia tidak perlu diperlakukan hingga seperti ini.

"Jully," gumam Finn melepaskan cengkraman tangannya dari kaos Alec yang berada di bawahnya.

Alec pun terkejut mendengar suara itu, perlahan tangan yang berada di leher Finn dilepaskannya. Sudah terlambat semua, Jully melihat semua pertandingan dua manusia yang bodoh ini. Sudah terlanjur, mau bagaimana lagi. Beralasan juga tidak ada gunanya, Alec telah memukuli kakak dari wanita yang disayanginya. Bila Jully marah, ya wajar saja. Alec mendesah pelan merasakan tubuhnya yang seperti remuk semua. Hanya pasrah dengan keadaan saja kalau sudah begini.

"Kalian ... Finn, hentikan. Dan kamu Alec, berdiri ... !" seru Jully.

Kakaknya sedikit menjauh dari tubuh orang yang baru saja dihajarnya itu. "Kenapa si brengsek ini di sini?!" tanya Finn marah.

"Finn stop ... ! Jangan ribut di rumahku. Mana Aleccia?!" teriak Jully panik.

Alec bangkit perlahan. "Aku suruh pergi ke rumah Lana, tolong nanti jemput dia." Alec menyeka bibir, asin anyir.

Mendengar suara Alec, lelaki degan logat asing itu kembali murka. "Shut up, apa hakmu bicara di sini?!" teriak Finn emosi.

"Dan siapa kamu yang berani mencampuri urusan kami ... !" teriak Alec tidak bisa lagi menahan diri.

Balasan itu membuat finn kembali naik darah, kemarahan ini tetap saja sama seperti belasan tahun yang lalu. Kenapa dia berada di sini bagai tidak memiliki dosa. Sudah lupakah dia dengan apa yang telah dilakukannya? Merusak adiknya lalu mengusirnya. Kalau tidak punya otak, kenapa terlalu diperlihatkan. Makanya jangan terlalu rajin, yang menderita itu adalah Jully dan Finn sampai kapan pun tidak akan memaafkan siapapun yang telah menyakiti adiknya.

"Bocah brengsek, kubunuh kamu ... !" seru Finn menendang dada Alec keras hingga terhuyung ke belakang.

"Ahhkh," desis Alec lirih, mau melanjutkan perkelahian dia sudah malas. Dan lagi ada Jully di sini, yang dilakukannya hanyalah menangkis saja dan merasakan dada yang baru kena hantam itu, nyeri.

"Tidak membalas ... bocah lemah," ejek Finn.

Ejekan itu memantik emosi, tanpa banyak bicara Alec menendang dari samping dan membuat Finn terhuyung jatuh. Yang dilakukannya ini salah, Alec tahu sekali, terbukti Jully segera berteriak nyaring. Mau menyesalinya sudah terlambat, lagipula Alec juga sudah pasrah. Entah apa jadinya kisahnya nanti, yang kusut semakin mengusut. Dan putrinya, akan dijawab apa nanti bila bertanya bapaknya babak belur seperti ini.

"Berhenti kalian berdua ... !" teriak Jully dengan tangis yang telah berderai.

"Bukan aku yang mulai," jawab Alex memegangi dadanya.

"Aku gak peduli, kalian tolong berhentilah ... !" lanjutnya dengan marah.

"Jul," panggil Alec pelan.

"Alec ... pergilah," ucap Jully memohon.

Seperti ada petir, ucapan itu lirih tapi terdengar menggelegar. Setelah berusaha bertahan demi semuanya juga babak belur tapi malah dia yang diusir. Padahal dia hanya berusaha memberi tahu, bukan dia yang memulai. Karena dia tidak mungkin tanpa sebab menghajar kakak dari wanita yang sedang dikejarnya. Paman kesayangan dari putri cantiknya. Tapi kalau dihajar duluan apa dia harus diam saja? Merasakan dirinya digebuki begitu saja? Alec kali ini kecewa.

Memang darah selalu lebih kental dari air. Mau bagaimana pun Jully pasti lebih membela kakaknya, dan lagi dengan reputasinya yang seperti itu tidak akan ada lagi yang tersisa nantinya. Dia dikenal sebagai bad boy, playboy, dan sepertinya tidak ada yang percaya kalau sudah tobat. Seburuk itu memang Alec di mata semua orang, termasuk Jully dan Finn. Hanya Aleccia lah yang bisa menerimanya tanpa bertanya, cinta suci seorang anak kepada bapaknya ini. Hanya cinta Aleccia saja yang demikian jujur diterimanya. Benar, hanya cinta dari anaknya lah yang merupakan cinta sejati.

"Jul," gumam Alec lemah.

"Tolong pergilah saja, please ... !" jawab Jully.

Alec menarik napas panjang meski dadanya terasa sakit, bibirnya tersenyum kecewa. Dengan dendam matanya melihat ke arah Finn yang juga menatapnya penuh amarah. Tidak menyangka hanya sekedar ini yang dia dapatkan bahkan setelah penantian belasan tahun lamanya. Dalam hati Alec mengiris pilu, tapi apa mau dikata. Kemarau satu tahun tidak akan bisa dihapus dengan hujan semalam. Demikian juga dirinya yang sudah terlanjur berstempel brengsek, selamanya mereka akan menganggapnya brengsek. Meski begitu, tidakkah mereka mencoba untuk memberinya kesempatan, meski hanya sekali. Alec membanting pintu mobilnya dan melarikannya pergi.

"Finn, kamu juga pergilah." Jully menatap kakaknya.

"Jul, buka matamu," balas Finn.

"Aku sudah dewasa Finn," jawabnya.

"Berapa kali dia menghancurkan kamu Jul, gimana bisa dengan mudah kamu membuka hati untuknya?" tanya Finn.

"Finn please, ini hidupku," gumam Jully.

"Dan kamu adikku," balas Finn perlahan.

"Maaf, aku dulu menyulitkan kamu. Aku ganggu hidup kamu." Jully menggumam lagi.

"Meski tidak suka, tapi tetap tidak akan aku mengusirmu Jul. Kamu hamil besar dan datang ke Melbourne dengan menangis, suamimu baru mengusirmu. Bagaimana aku bisa menahannya?" tanya Finn merasakan pedih.

"Aleccia menyayangi Alec, gimana bisa kupisahkan mereka? Sekuatnya kusembunyikan dia, tapi alam mengaturnya. Bila Tuhan sudah berkehendak aku bisa apa?" tanya Jully terisak.

"Aku, hanya tidak menyangka," gumam Finn.

"Sama, tapi gimana caranya aku melawan takdir yang sudah tergambar di tangan." Jully menyeka air mata.

"Apa?! Jangan bilang kamu mencintai si brengsek itu lagi ... ?!" Finn kembali marah. "Answer me Jully, do you still love him?" tanyanya yang hanya dijawab dengan anggukan.

"Bruakkk ... !"

Finn seketika naik darah, dia menendang meja yang berada di hadapannya. Apa adiknya ini bodoh ... ? Si brengsek itu memang kurang kerjaan, masih banyak wanita di sana tapi kenapa malah memilih kembali kepada adiknya. Finn mengurut kening,

"Alec sialan ... !"

***

Mommy, Please Say Yes !Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang