19. I don't Have Daddy.

3.8K 441 68
                                    

"Tanggung jawab deh kalian!" ucap Alec dengan tampang kusut.

Ami dan Mita mencebik menahan hasrat untuk tidak nyinyir. Yang salah siapa kenapa jadi mereka yang harus ikut bertanggung jawab. Orang kalau kelewat iseng itu memang demikian. Seharusnya bertanya atau bagaimana, bukannya begitu melihat ada makanan langsung saja main sambar. Kalau sudah begini, yang repot kan sudah pasti sekretaris sama asisten pribadinya. Memang agak repot kalau punya boss agak tidak tahu diri.

"Kenapa kami yang harus tanggung jawab Pak Alec?" keluh Mita.

"Mules nih, gegara makanan kalian," jawab Alec sewot.

"Bapak, makanya jangan rakus. Nanya dulu kan bisa Pak Alec, ya kali Bapak tidak ada alergi." Ami terpaksa buka suara sementara Mita sudah menyenggol Ami berulang kali. Pak boss sedang mengomel kalau disahutin bisa semakin lancar nanti marahnya.

"Makanya naruh makanan jangan asal, kan bikin orang kepingin." Alec kembali tidak mau disalahkan.

"Ya makanya Pak Alec jangan usil, ada orang makan spicy bites nimbrung aja." Ami mengungkap kebenaran.

"Ya kan pengen," Alec nyembur ketika memberi alasan.

"Ya kan Bapak kudunya sadar diri, tidak bisa makan pedas begitu kok ya asal comot." Ami mengomeli si boss dengan lancar.

"Nyalahin aku Mi?" tanya Alec kepada sekretarisnya.

Ami kembali mengurai stok sabar, bekerja dengan boss satu ini memang kerap menguras darah dan air mata. Orang yang selalu seenaknya sendiri. Memang urusan pekerjaan Pak Alec selalu disiplin dan profesional, tapi dalam kehidupan pribadinya, si boss satu ini kerap semena-mena. Sayangnya meski begitu tetap saja Ami dan Mita betah bekerja bersama manusia bernama Alec Andreas. Gaji yang cukup dan standart fasilitas yang diberikan cukup bagus. Kekurangannya adalah, si boss kurang akhlak.

"Bukan nyalahin Bapak," kata Ami segera mengoreksi.

"Bosen kamu kerja sama aku?" tanya Alec dengan galak.

"Bukan gitu Bapak, kenapa sensi amat sik. Aku yang mens Pak Boss yang ngamukan." Ami kembali berkata dengan gemas sementara Mita hanya diam tidak berani berkata-kata. Mita memang lebih pendiam daripada Ami yang memang sering memprotes ketika Pak Boss mulai rewel.

"Pak Alec, saya panggilkan dokter perusahaan ya?" tawar Mita dengan hati-hati.

"Ogahhh," jawab Alec galak.

Ami dan Mita kembali mengelus dada, diantar ke RS tidak mau, di panggilkan dokter perusahaan menolak, datang ke klinik perusahaan juga protes. Ami dan Mita juga menyodorkan beberapa obat resep dari dokter untuk menangani alergi cabenya, tapi si boss cuma melirik. Andai saja Pak boss masih bocil, udah seret sajalah daripada membuat emosi.

"Angkatin!" perintah Alec kepada sekretarisnya ketika smartphone berdering. Padahal smartphone itu berada di meja tepat di depan Alec.

"Baik Pak," jawab Ami mengalah, suka-suka boss lah.

Tapi belum sempat Ami mengambil smartphone itu, tangan Alec sudah secepat kilat menyambar ketika mengetahui pesan itu ternyata datang dari Aleccia. Sejenak Alec melupakan mulas dan mual juga pusing di kepalanya. Alec bimbang, dia sedang mulas tiada tara setelah makan spicy bites milik Ami dan Mita, sementara anak ini meminta jemput dengan mengirim foto yang manis dengan pipi yang menggembung.

"Siapkan mobil, aku mau keluar. Meeting internal kamu wakilin," perintah Alec yang segera beranjak dari kursi.

"Pak Alec mau kemana?" tanya Ami segera.

"Kepo aja ama urusan orang. Aku pergi sendiri, kalian gak usah ikut." Alec menjawab dengan cuek membuat orang naik darah.

Alec tergesa keluar dari ruangannya diikuti tatapan gemas sekretaris juga asisten pribadinya. Tadi mengeluh sakit perut mengalahkan anak balita, setelah menerima pesan langsung saja berubah seperti Ksatria baja ringan layaknya pahlawan super. Sakit perut yang tadi ngibul atau cuma cari perhatian saja.

Mommy, Please Say Yes !Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu