24. Bukan Sugar Baby.

25.8K 1.5K 50
                                    

Wanita yang galak sepanjang masa itu sedikit membuka diri dan beri kesempatan, yang begini jangan dilewatkan atau situasi akan kembali rumit seperti dulu. Menghadapi Jully tidak bisa grusa-grusu, pelan saja jangan terburu-buru atau dia malah akan defensif dan semua hancur berantakan.

Alec berangkat lebih pagi, sejak malam dia sudah tidak bisa tidur antara bahagia juga karena nyamuk yang menggila. Menjemput putrinya langsung di depan rumah, ini lebih dari sekedar mimpi indah, seumpama ini mimpi pun Alec tidak keberatan, dia akan tidur saja terus tidak usah terbangun.

Bento untuk Aleccia sudah siap, dengan sengaja Alec memesan satu lagi untuk wanita yang sempat mengisi hatinya itu. Menurut putrinya, Jully tidak bisa memasak, membuat telur ceplok saja bentuknya seperti serabi, membuat mie rebus saja lembek setengah mati. Alec jadi agak kepikiran, bagaimana Jully memberi makan anak mereka. Aleccia ini doyan makan.

"Buat apa?!" tanya Jully galak ketika Alec menyodorkan sebuah catering box yang berisi menu sarapan.

"Buat kamu," jawab Alec dengan tenang.

"Aku punya uang untuk beli sendiri Lec!" seru Jully dengan tidak suka.

"Sebelum beli sendiri, dimakan dulu aja. Ngamuk juga perlu energi." Alec menjawab omelan wanita itu masih dengan sikap tenang.

Jully hampir saja meluapkan emosi sebelum menyadari itu hanya akan membuatnya terlihat bodoh. Dia melupakan satu hal tentang Alec, pria itu tidak mudah diintimidasi. Terkadang dia mempunyai ketenangan yang luar biasa dan mampu menjawab setiap perdebatan. Bertukar kalimat dan adu bacod dengan Alec, menghabiskan waktu saja.

"Mommy, Aleccia pamit," kata Aleccia yang baru selesai memasang sepatu.

"Hati-hati sayang," balas Jully yang memeluk dan mencium Aleccia.

"Jully, aku pamit," kata Alec.

"Ya, pergilah." Jully menjawab dengan ketus.

"Gak ada peluk cium? Seperti Aleccia?" tanya Alec sambil tersenyum menggoda Jully.

"Sebaiknya kamu cepet pergi atau akan aku hajar kamu," jawab Jully yang masih juga dingin.

Aleccia tertawa terbahak sementara Alec hanya tersenyum sinis. Dasar, masih saja galak setengah mati. Meski begitu kenapa dia masih juga tetap terlihat cantik. Tidak mengapa, ini masih hari pertama. Masih ada hari yang lain dan Alec akan terus mendekati Jully.

"Aleccia udah bilang Daddy, Mommy itu galak." Aleccia berkata tapi dengan meneruskan tawanya.

"Kayaknya daddy gak punya kesempatan," gumam Alec kemudian.

"Kenapa mudah menyerah, padahal baru kena sembur aja. Ah Daddy ini lembek." Aleccia mengomel pelan.

"Apa Aleccia bilang?! Daddy lembek? Tau kata lembek dari mana?!" Alec bertanya membabi-buta.

"Dari aunty Lana," jawab Aleccia.

"Dasar mak Lampir satu itu, makin tua nyablak nya masih aja pedes." Alec bergumam kesal.

"Daddy, beneran suka sama mommy gak?" tanya Aleccia.

"Mommy kamu cantik, galak, siapa yang gak suka Aleccia?" Bukannya menjawab Alec malah bertanya balik.

"Daddy harus cepat," ujar Aleccia.

"Kenapa kudu cepat-cepat?" tanya Alec heran.

"Soalnya mommy lagi dekat ama om Ardi," jawab Aleccia polos.

"Siapa itu?" tanya Alec penasaran.

"Teman kerja mommy, dokternya Aleccia," jawab Aleccia.

"Gimana orangnya? Ganteng? Baik?" tanya Alec mengejar.

Mommy, Please Say Yes !Where stories live. Discover now