9. Datang Dan Pergi

25.4K 1.5K 41
                                    

Kedatangan Alec disambut dengan berita bahwa ibunya koma karena serangan jantung. Alec tidak banyak bicara sejak itu, yang dia temui setiap hari hanya ibunya yang sudah tidak lagi bisa membalas tegur sapanya. Padahal Alec saat ini begitu membutuhkan dukungan ibu dan ayahnya. Tapi malah semua yang terjadi menambah beban di pundaknya. Jully belum juga dia temukan sementara Finn sialan itu malah menyodorkan surat cerai. Dia memang manusia tidak berdarah dan berair mata.

Hari berganti ibunya masih tetap sama, wajah cantik bangsawan Belanda itu pucat pasi. Alec kecil menghabiskan waktunya bersama ibunya, memang mau apalagi, istrinya saja sudah pergi. Sekuat tenaga Alec mencari tapi anak berusia hampir 14 tahun bisa apa. Alec hanya seperti bola yang dioper kesana kemari tapi tanpa hasil, penyesalan yang terucap memang sudah tiada guna. Maaf itu Alec simpan untuk nanti, bila dia bertemu Jully, meski entah kapan Alec tidak tahu.

"Malam Son," sapa ayahnya yang berkunjung masih dengan memakai jas sepulang dari kantor.

"Baru pulang?" tanya Alec tanpa tenaga.

"Ayah banyak kerjaan, makasih ya udah jagain Ibu," jawab ayahnya yang mengelus tangan istrinya perlahan.

"Ibu gak bangun juga," gumam Alec yang menyandarkan kepalanya di bahu ibunya.

"Kita berdoa saja ya, ayo sekarang kita makan," ajak ayahnya dengan sabar.

"Gak pengen makan," jawab Alec dengan watak kaku.

"Alec, jangan merajuk. Kalau ibumu mendengar, dia pasti sedih." Ayahnya kembali membujuk.

Alec tersenyum, ayahnya selalu punya cara untuk membujuknya. Padahal Alec menikmati kebersamaannya bersama ibunya. Memang ibunya hanya terbujur terdiam, tapi itu sudah cukup, paling tidak Alec masih bisa bersama dan memandangnya. Tidak diliputi kerinduan semacam yang dia rasakan kepada Jully dan janin yang terkadang sudah bisa bergerak ketika mereka menyentuhnya. Dengan tanpa suara Alec mengikuti saja langkah ayahnya menuju kantin.

"Besok ulang tahunmu Son, apa yang kamu inginkan?" tanya ayah.

"Gak ada," jawab Alec menggeleng pelan.

"Kamu bisa berpesta kalau kamu mau, bilang saja dengan pak Rajev," tambah ayah penuh perhatian.

"Gak Yah, gak sepantesnya Alec berpesta, ibu saja masih belum bangun." Alec menjawab dengan logika.

Ayah sudah tidak bisa lagi berkata, yang dirasakan oleh putranya ini memang sudah bisa diperkirakan. Ayah tahu putranya sangat mencintai Jully, tapi jiwa labil remaja awal seperti dia memang terkadang naik turun. Alec dan Jully sama-sama dalam usia yang belum cukup umur untuk mengerti dan mempersiapkan segala. Yang dirasakan oleh putranya ini memang semikian berat, rasa bersalah yang bertumpuk dengan rasa rindu, juga harga diri yang sudah tidak bisa dijelaskan.

Robin menelan makanannya dengan pahit, dia sudah gagal menjadi seorang ayah.

***

Di salah satu sudut di Melbourne, aunty Lyssa dan uncle Clark sedang ribut mempersiapkan persalinan Jully. Berulang kali Jully mengeluh sakit perut padahal tidak diare. Perutnya semakin besar dan dia semakin tidak nyaman. Mama papa datang setelah diberi kabar, persalinan Jully tinggal menunggu waktu saja. Sepanjang hari Jully mengomel saja, kenapa sakit perutnya sedemikian menyiksa. Mama berulang kali menjelaskan, si baby sedang mencari jalan keluar, Jully harus sabar. Tapi mendengar itu Jully malah semakin mengomel dan memaki Alec. Mama hanya bisa mengelus dada.

Tapi seharian Jully berjuang tapi pembukaan hanya mentok 5 saja sedangkan Jully sudah meracau kesakitan sambil mengomel. Dokter akhirnya memutuskan untuk SC saja, dan akhirnya seorang bayi perempuan itu terlahir ke dunia dengan tangis yang kencang. Keluarga Jully menyambut bahagia kehadiran bayi itu. Dia bayi perempuan mungil yang sedikit mirip dengan Jully. Tapi selebihnya dia lebih mirip Alec. Mata itu lebih berwarna cokelat dan rambutnya juga sama, bayi itu memiliki hidung Alec juga bentuk bibirnya. Tapi mata itu sepenuhnya mirip Jully.

Mommy, Please Say Yes !Where stories live. Discover now