27. Dilema Aleccia

23.6K 1.4K 70
                                    

Berita Aleccia memiliki daddy super hot segera tersebar dengan cepat, rumor sugar baby entah kenapa memudar seketika. Bisik-bisik kini berganti, bagaimana mungkin kedua orang tua Aleccia masih demikian terlihat muda. Bukannya bahagia, gadis itu malah terlihat risih dah tidak nyaman. Home room teacher-nya, miss Karin beberapa kali sempat bertanya kabar, mungkin hanya basa-basi tapi tidak tahu juga karena sedang ikut trend.

Beberapa kali dia harus menjawab berbagai pertanyaan, daddy namanya siapa, umur berapa juga bekerja di mana. Di mata para garanganwati si daddy terlihat begitu sempurna. Darah campuran Belanda Indonesia itu teraduk dengan baik, ditambah dengan selera fashion yang lumayan. Jangan lupakan tongkrongannya, sebuah mobil sport atau sedan mewah ketika daddy membawa sopir. Potret daddy Alec memang tergambar terlalu sempurna.

"Kayaknya aku telat lahir, bapaknya Aleccia udah tua akunya masih kecil." Trisha meratapi nasib setelah melihat Alec menurunkan putrinya.

"Enak juga jadi Aleccia, tiap hari nemplok orang ganteng," sahut Lorna yang datang dengan keripik kentang di tangan.

"Eh aku juga ganteng, sama aku aja gimana?" tanya Jovian yang tiba-tiba muncul.

"Jelangkung satu ini, muncul tiba-tiba ngagetin aja." Trisha menggerutu mendorong Jovian menjauh.

"Ogah ama Jovian," jawab Lorna.

"Sukur deh kalo kagak mau, kan aku demennya sama Aleccia bukan kalian." Jovian malah cuek.

Aleccia menghampiri teman-temannya, sejak dari kejauhan terlihat mereka sedang ribut. Tidak kaget juga, selama mereka berkumpul pasti akan ada keributan. Apalagi ada Jovian si biang usil itu, dia tidak akan suka membiarkan temannya menghirup udara menikmati indahnya kehidupan semesta alam.

"Dateng-dateng manyun, mo dikuncir itu mulutnya?" tanya Trisha sensi.

"Kepang aja sekalian, kasih pita." Lorna ikut mengejek.

"Jahat," jawab Aleccia.

"My sweet beibeh Aleccia, emang jahat mereka tu." Jovian malah membuat panas.

"Bunyi lagi sambit nih Jov!" seru Trisha.

"Ke kelas aja yok, tinggalin dah ini kurcaci." Jovian menggandeng tangan Aleccia meninggalkan dia gadis yang dibilang kurcaci tadi.

Trisha dan Lorna tidak menanggapi, mereka mengekor saja menuju kelas dengan hanya suara kunyahan keripik kentang saja. Beberapa gerombolan anak-anak melirik dan membicarakan banyak hal, sudahlah buat apalagi mengurusi mereka. Yang penting tidak mencari musuh itu sudah cukup, sekolah memamg terkadang menjadi tempat yang subur untuk tingkah anak muda menyalurkan tenaga berlebih, emosi juga yang lainnya. Terkadang bullying menjadi tidak terhindarkan juga.

Untungnya, gerombolan yang dipimpin oleh Judith sudah tidak mengganggu. Kalau dihitung, sejak pertemuan mereka dengan Aleccia di sebuah pusat perbelanjaan. Sedikit drama dan Alec mentraktir semua makan es krim, kecanggungan dan permusuhan akhirnya sirna. Memang itulah yang dimaksudkan oleh Alec, dia tidak ingin bersikap defensif yang bisa membuat posisi putrinya di sekolah semakin sulit.

"Lec," panggil Judith begitu Aleccia masuk kelas.

"Hadohhh apalagi masih pagi juga," gerutu Aleccia ketika mendengar suara itu.

"Lec," panggil Judith lagi.

"Iya apa?" tanya Aleccia yang tak urung berhenti juga.

"Papa kamu, nanti jemput gak?" tanya Judith ragu.

"Aleccia gak punya papa," jawab Aleccia dingin.

"Yang kemarin itu, om Alec." Judith menambahkan.

"Itu daddy, bukan papa." Aleccia kembali sarkas.

Mommy, Please Say Yes !Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz