33. Pintu Yang Sedikit Dibuka.

21.7K 1.2K 101
                                    

Akhirnya setelah menimbang, gw keknya iyain nulis di sana. Toh work gw di sana juga dah ada tiga biji. Yah mo gw taruh di sana adalah, si Om Sandy. Sang sugar Daddy.

Karena yang dipasang adalah sugar Daddy lawan ayam kampus, jadinya ya banyak nganu, scene yang anget kuku bikin kipas-kipas. Cemana lagi. Makanya mo gw taruh di sini agak nganu, takut lapak gw kepanasan kena global warming.

Tak hanya yang nganu2, tapi sisi om Sandy sebagai proxy juga bakal gw kupas. Kek apaan sih proxy itu, kerjanya kek mana, tugasnya trus nganu2nya. Gitu deh keknya.

Pertanyaannya, bakal nyamper kagak lu?

Beklahhh, kembali ke kisah kawannya om Sandy ini, teman sejati sepanjang masa. Alec Andreas yang mengejar cinta.

👇👇👇👇👇👇👇👇👇👇👇👇
_____________________________________________
_____________________________________________

Sepanjang malam Alec tidak tidur, setelah berpanik ria di ruang emergency, Alec masih terus mengawasi Aleccia selama observasi. Semalaman pikirannya kacau.
Jully juga sama kacaunya, rencananya dia baru pulang keesokan harinya, mendengar kabar dari Alec Jully langsung pulang malam itu juga, tidak lupa dia menumpahkan kemarahannya kepada Alec di sepanjang perjalanannya.

Sekarang Alec menatap lurus ke depan, ranjang putrinya. Dia sudah bangun, dan sedang asyik bermain game di smartphone dia. Begitu santainya seperti tidak terjadi apa-apa. Alec tidak tau harus bicara apalagi. Tadi malam dia hampir mati karena gagal napas, sekarang sudah asyik main game. Sementara bapaknya disini nyawanya yang separuh belum juga kembali.

Jadi bapak segini amat susahnya, Alec berulangkali mengusap wajahnya. Perutnya berulang kali berkeruyuk. Herannya Alec sama sekali tidak ingin makan.

"Daddy, aku mau es krim strawberry," pinta Aleccia sambil terus bermain.

"Sementara makan saja menu yang di sediakan rumah sakit Aleccia," jawab Alec pelan.

"Aku tidak suka bubur, aku tidak suka sup," jawab Aleccia ngeles.

"Minum saja susunya," jawab Alec menahan kesabaran.

"Aku mau es krim Daddy, lebih segar," tolak Aleccia ngeyel.

Alec memejamkan matanya, dia berusaha menahan kesabarannya. Alec yang biasa temperamen, harus bisa lebih sabar. Apalagi menghadapi putrinya. "Nanti, setelah dokter bilang Aleccia sudah bisa pulang. Kita beli es krim," jawabmya mengalah.

"Oke," jawab Aleccia.

Fiuh dada Alec terasa lega. Menghadapi putrinya memang harus bisa memanipulasi kata. Jangan bilang tidak, dia hanya akan merengek dan marah.

***

Seperti yang diduga oleh Alec. Jully datang dengan segala kemurkaannya. Dia memang selalu bersikap frontal tentang semua yang berhubungan dengan putrinya. Seperti induk ayam yang sedang mengerami telurnya, galak. Dengan seksama Jully melihat Aleccia, juga monitor di sebelahnya. Baru setelah itu Jully memeluk dan mengelus kepala putrinya. Wajah panik seorang ibu terlihat jelas sekali.

"Kamu memang sudah menjelaskannya di telpon, tapi aku ingin bertanya lagi. Apa instruksiku sebelum berangkat kurang jelas?!" Jully bertanya tapi dengan nada menuduh.

"Instruksi apa? Aku tidak mengerti," balas Alec bingung.

"Aku sudah memberitahumu semua keperluan Aleccia. Semuanya. Bahkan alerginya," kata Jully berapi-api.

"Kamu memang bilang Aleccia ada alergi, sengatan lebah bukannya hanya menimbulkan nyeri dan bengkak saja?" Alec masih juga tidak paham.

Jully semakin marah. "Itu kalo kamu yang disengat. Kalo anakmu, gejalanya akan terlihat sangat cepat, jalur napasnya membengkak. Dia bisa berhenti bernapas. Apa kamu tidak dengar dokternya bilang tadi malam dia sudah hampir gagal napas?! Putrimu bisa mati Alec ... !!" Jully tidak bisa menahan marahnya, berteriak dan akhirnya menangis.

Mommy, Please Say Yes !Where stories live. Discover now