5. Secarik Kenangan

219 73 35
                                    

***

Suasana ruang sekretariat BEM yang cukup berisik mendadak menjadi hening ketika seseorang yang ditunggu dalam agenda siang ini telah menampakkan batang tubuhnya. Dengan langkah tegap dan tidak terburu-buru Demas memasuki ruangan. Dan kembali riuh, dalam sesaat.

"Udah kumpul semua?"

"Udah kak, tapi ada empat orang izin karena ada mata kuliah yang pindah jadwal"

"Ya udah gak papa"

Demas mengambil posisi duduk bersila didekat papan tulis berukuran sedang yang menyandar pada tembok dekat pintu. Semuanya telah tertib tempat masing-masing

Tiba-tiba mata jernih Demas menangkap satu pemandangan yang merubah tatapannya menjadi awas melihat sosok yang juga berpengaruh dalam pikiran kalutnya akhir- akhir ini. Niko Evans

Demas tampak menilai dari tempatnya duduk Niko pemuda yang diketahuinya sebagai kekasih Naira sedang dalam keadaan baik-baik saja, wajah cerahnya seolah tidak menanggung beban berat seperti apa yang sedang gadis di rumahnya alami.

"Dem, ada apa?" tanya Radit, mengikuti arah pandangan pemuda itu.

"Hah? gak ada apa-apa kok. yuk mulai aja rapatnya"

"Ini lagi nungguin Lo mulai, liatin apa sih? ada demit di ruangan ini?" ucap Radit merasa aneh, sambil berbisik-bisik ingin tahu apa yang sedang Demas lihat sampai ditatapnya begitu intens.

Demas yang mendengar pertanyaan Radit dengan sengaja mengabaikannya.

Dan susah payah Demas berusaha fokus pada rapat siang ini, untuk persiapan menuju agenda terakhir dalam kepengurusan BEM kampus, sebelum Demas sebagai ketua dan teman-teman satu angkatannya demisioner karena masa jabatan yang akansegera habis, mereka akan mengadakan sebuah Pekan Festival Seni Kampus.

Waktu terselenggaranya festival tersebut memang masih jauh sekitar tiga bulan lagi. Namun tak dianggap sepele, untuk mengadakan acara besar dan mempertaruhkan nama kampus pihak BEM membutuhkan persiapan yang dilakukan dari jauh jauh hari.

Seperti ambisi Demas acara tersebut harus sempurna dan berkesan. Sekitar dua jam mereka saling berdiakusi tak terasa rapat telah selesai, dengan hasil pembentukan struktur kepanitiaan acara.

"Dem jangan gue Napa ketupel nya, gue gak bisa ngomong tau ganti kek" ucap Radit yang mengekor pada Demas keluar dari lorong gedung

"Terus siapa?"

"Ya siapa kek masa gue si, gue kayak biasanya aja bagian PDD" takut-takut Radit mengatakan bandingnya.

"Kan ada Riko, Evan, William, Niko atau tuh cewek cewek Nadia, Tantri, Nia apa yang lainnya deh" imbuh Radit mengalihkan pandangan, ketika Demas menatap berhenti dan menatap tajam kepadanya.

"Gak ada ganti ganti, mereka udah dapet tugasnya masing-masing Dit!" ucap Demas galak.

"Ya udah tukeran deh asal jangan gue Ketupelnya?" masih mengeyel, Radit berhasil membuat Demas berdecak.

Demas mengeluarkan mata elangnya menatap tajam Radit yang berwajah memelas. Dan tatapan itu semakin menbuat Radit menciut tak ada harapan.

"Sama siapa Dit, Lo mau tukeran sama siapa?"

"Yang bagian perlengkapan siapa? Kan gue biasanya disitu Dem."
Demas menggaruk kepalanya yang tidak gatal, merasa kesal dengan Radit.

"Divisi perlengkapan dipegang sama William dan Evan kenapa Lo mau gantiin salah satu dari mereka? Kalo jadi anggota divisi gak bisa ini agenda terakhir soalnya"

"Yahh kok duo reseh itu disatuin, gue gak bisa jadi satu sama salah satu mereka, Maless banget" umpat Radit kesal, pilihannya tidak sesuai ekspektasi.

Demas kembali berjalan keluar gedung. Yang tetap diikuti Radit, pemuda itu terus melangkah menuju parkiran.

"Dem please lah"

"Ckk ya udah tukeran sama gue mau gak?"

Demas berhenti tepat didepan kendaraan Radit yang terparkir, dengan suara lirih Demas geram memberi Radit pilihan terakhir.

Spontan Radit terdiam, tak mampu lagi membantah Demas.

"Kalo lo mau gue malah seneng banget, jadi gue bakalan bebas dan fokus mantau kalian aja, gimana?"

Radit masih diam, dia merasa sudah tidak bisa terselamatkan lagi. Radit sadar tidak mungkin dia menerima tawaran Demas sedangkan tugas pemuda itu double, menjadi penanggung jawab sekaligus koordinator lapangan. Tidak mungkin ia bisa menanggungnya, menjadi ketupel saja Radit sudah ketar-ketir.

Melihat Radit yang diam karena merasa terbebani. Demas menghela nafas panjang, berusaha mendinginkan kepalanya. Pemuda itu memegang kedua bahu Radit mengguncangnya berharap Radit sadar.

"Radit, ketupel itu ketua pelaksana Lo tau itu kan? apa yang Lo takutin? Justru jadi ketua pelaksana itu tugasnya yang paling enak, Lo gak perlu siapin ini itu Dit sederhananya tugas Lo itu cuma 4 M" ucapan Demas berhasil membuat dahi Radit berkerut penasaran

" Memimpin, Melimpahkan Tugas, Mengawasi anggota, dan Mengevaluasi, simple"

"Lo capek kan sama orang-orang yang selalu ngeremehin Lo bodo amat dia siapa dan dimana, ini timing yang pas saatnya Lo tunjukin Dit kedunia kalo Lo gak bisa diremehin gitu aja, percaya sama gue"
Radit menatap horor Demas, ucapan pemuda itu memang ada benarnya tapi itu terlalu menakutkan bagi mahasiswa cupu sepertinya.

"Tenang Dit, ntar gue bantu arahin gimana Lo harus melakukan tugas negara ini"

Demas terkekeh, melihat ekpresi wajah Radit ia merasa geli seperti meyakinkan anak kecil yang takut harus tidur sendirian.

"Udah gak usah gila... Nah sekarang gue nebeng oke"

"Motor Lo belum diambil" tanya Radit dengan suara lemah.

"Belum, tangan gue masih sakit soalnya yuk cabut"
Keduanya pergi meninggalkan kawasan kampus.

***

Naira berbaring di atas kasur Demas, meluruskan punggungnya yang pegal karena lelah setelah membereskan beberapa perabotan yang berantakan, terutama dapur Demas. Sambil menatap ke atap kamar, Naira menarik ingatannya pada kejadian tadi malam. Ketika Demas mengucapka satu pertanyaan yang membingungkan hatinya.

"Kenapa Nai? Harus ketemu lagi dalam keadaan kaya gini. Ketika gue udah melupakan semua masa-masa kecewa. Gue harus ngomong apa sama Niko nanti"

Perasaan Demas untuknya bukan bohong belaka. Jadi selama ini Naira telah mengecewakan pemuda itu. Siswa yang dulu paling bandel disekolah, yang selalu terlambat masuk sekolah, langganan berdiri di barisan siswa hukuman saat upacara, sering mejahili para remaja putri, dan menjadi keluhan semua para guru.

Dan lebih jauh lagi, Naira ingat ketika masa itu Demas menyatakan perasaan untuk pertama kalinya saat mendapat hukuman dari guru biologi karena telah memenuhi buku cetak perpustakaan dengan tulisan-tulisan yang menggunakan kalimat percintaan.

Dari sinar matahari aku berterimakasih, sebab telah kulihat mata coklat nan jernih itu milikmu, bibir ranum yang merona itu juga milikmu, dan wajah ayu natural itu masih milikmu. Wahai nona nona sang nona bisakah berikan aku separuh hatimu yang kan kujaga sampai akhir dengan balasan yang kan kuberikan seluruh jiwa dan raga ku
Akan aku persembahkan istana peri untukmu, menjadikanmu ratunya para ratu sebagai pendamping diriku dalam sisi raja para raja. Membangun satu cinta dalam keabadian cerita panjang perjalanan kita menjadi bapak dan ibu rakyat sebuah negeri. Saling merapatkan tangan kita setia tuk selalu bergandengan mesra memadu kasih memelihara alam semesta.

Delapan Agustus, 2016. Untukmu aku persembahkan, Naira X IPA 3

Dari sekian banyak yang siswa nakal itu coretkan, itu adalah satu sajak yang paling Naira ingat kala Demas dipaksa untuk membacakannya lewat microphone studio radio sekolah. Bukannya takut justru dengan lantang ia katakan tanpa malu-malu.

***

Yey bisa update lagi, Alhamdulillah.
Untuk dua hari kemarin maaf tidak bisa menepati janji untuk Update karena author ada beberapa urusan yang tidak bisa ditinggal jadi baru bisa update lagi hari ini.

Insyaallah hari ini update bisa lebih dari satu. Tungguin ya. Oh iya jangan lupa untuk terus apresiasi cerita author ya, apresiasi kalian sangat berharga bagi ku apapun bentuknya baik baca komment vote maupun kritik dan saran author sagat terbuka oke, jadi jangan sungkan.

See you

Nice To Meet You (END)Where stories live. Discover now