33. Kejadian tidak terduga

66 8 2
                                    

***

Sore hari telah tiba, sesuai perjanjian Demas, Shalimar, Naira, dan Isti sudah bersiap di depan gerbang rumah yang sudah di kunci menunggu taksi online yang akan membawa mereka berempat pergi ke TPU, dan mang Ijun yang sudah diajak untuk ikut harus absen karena ada pekerjaan mendadak.

Setelah taksi online datang, dan semuanya masuk ke dalam mobil hanya ada keheningan, Shalimar yang duduk di samping pak sopir tampak tenang memperhatikan jalan, sedangkan Isti orang kepercayaan Shalimar sibuk memangku beberapa bunga tabur juga bucket bunga Lily yang Shalimar persiapkan.

Naira yang ditengah merasa sempit dengan keribetan Isti, mau tidak mau sedikit menggeser tubuhnya dan membuatnya lebih dekat dengan Demas yang berada dipinggir. Kontak fisik keduanya membuat canggung selama perjalanan.

Dan sesampainya mereka di TPU, Shalimar meminta jalan diikuti Isti dengan segala barang bawaannya. Demas dan Naira yang tertinggal berjalan di belakang, posisi mereka  berbanjar dan Demas yang berada di paling belakang. Seperti janjinya pemuda itu mengawal tiga perempuan didepannya.

Didepan pusara yang saling bersanding, setelah Shalimar mengucapkan salam diikuti yang lain air mata perempuan itu menetes dengan deras.

"Diana, mas Arga aku datang, lihat Dewa juga datang."

Diusapnya sebuah pusara dimana Shalimar bersimpuh berada disisi makam yang bertuliskan Diana Sasmita. Demas yang melihat itu semua mendekati Shalimar sekaligus bersimpuh menjejeri perempuan itu dan merengkuhnya menyalurkan kekuatan.

Naira dan Isti berdiri di belakang keduanya, dengan keadaan yang sedang berbadan dua Naira agak pegal berdiri terlalu lama, belum lagi beberapa waktu lalu perutnya sempat kram membuat gadis itu memucat dan sedikit berkeringat karena menahan ketidaknyamanan, tangan gadis itu terus memegangi perut buncitnya.

"Di... terimakasih untuk semuanya, jika waktu bisa diputar harusnya aku yang berbaring disini dan kamu masih bisa berkumpul dengan Demas Dewanggana kita."

"Ibun, kenapa ngomong gitu." ucap Demas lirih.

"Ibun udah serakah Dewa, dengan segala kekurangan Ibun seharusnya Ibun tidak pantas meminta umur panjang, sehingga membuat mama mu berkorban seperti ini."

Naira yang menahan segala rasa tidak nyamannya berusaha menguatkan diri, masih tidak mengerti percakapan Shalimar dan Demas tentang hubungan mereka. Karena sebelumnya Shalimar hanya berbicara mengenai ziarah ke makam ayah Demas, dan tidak membicarakan makam bertuliskan Diana Sasmita yang keduanya bersimpuh disisi makam tersebut.

Jadi ini sebenarnya Demas bukan anak kandung Ibun Shalimar atau bagaimana? Batin Naira ditengah keringat yang terus mengucur.

"Tapi gimana sama papa Bun, rasa bersalah Dewa gak pernah berkurang sedikitpun kalau aja Dewa bisa nerima Ibun sepenuhnya dulu dan gak bersikap bodoh, Papa juga pasti harusnya masih hidup kan?"

"Dewa?!, Nak jangan bicara seperti itu."

Keduanya saling memeluk menumpahkan rasa bersalah masing-masing.

"Udah sayang, mungkin ini memang sudah garis Tuhan dan sekali lagi terimakasih sudah menerima Ibun sepenuhnya sekarang."

"Tapi Dewa terlambat Bun?" ucap Demas bersuara gemetar.

"Engga sayang engga, sama sekali engga. Dengan kamu tidak sekaku dulu Ibun udah seneng banget apalagi sekarang Dewa sudah bisa peluk Ibun seperti ini...." kalimat yang menggantung itu diteruskan dengan tangis haru keduanya.

"Kita harus ikhlas ya."

Dalam pelukan Shalimar, Demas mengangguk mantap. Tidak lupa pemuda itu juga meneteskan air mata yang Ia sembunyikan dalam pundak Shalimar.

Nice To Meet You (END)Where stories live. Discover now