21. Syarat Jatuh Cinta

82 11 3
                                    

***

Wanita yang Demas panggil Ibun akhirnya memeluk pemuda yang sedang berkaca-kaca itu. Membuatnya tidak lagi sanggup melanjutkan kata-kata. Semua penjelasan yang Demas berikan sesuai dengan fakta yang ada, tidak dilebihkan juga tidak mampu Demas kurangi.

Bahkan bagaimana perasaannya kepada gadis yang sudah beraninya Demas bawa ke hadapan Shalimar.

Penuh kasih sayang Shalimar mengusap-usap punggung Demas. Menenangkan anak muda yang sedang terjebak dalam pikirannya sendiri.

"Kamu sungguh masih mencintainya Dewa? Setelah apa yang terjadi dengannya? Kamu yakin itu masih rasa cinta bukan rasa empati?"

Shalimar berusaha meyakinkan Demas soal perasaan pemuda itu. Dan
tanpa mengucapkan sepatah katapun Demas mengangguk mantap, tanda keyakinan dirinya.

"Berarti kamu harus berjuang lebih keras Dewa untuk merebut hatinya lagi tanpa membuat ia benci dengan masa lalunya, karena dari masa lalu itu ada yang sedang dia perjuangkan juga."

"Gimana caranya Dewa bisa merebut hatinya lagi Bun? Sedangkan Naira selalu mengartikan perhatian yang Dewa beri menjadi tempatnya merasa bersalah yang menumpuk."

Shalimar tersenyum hampa, mendengar kalimat Demas yang penuh rasa pedih itu.

"Itu artinya Naira sudah membalas perasaan kamu Dewa, dari segala rasa bersalahnya dia takut membuatmu kembali kecewa, apalagi dengan keadaannya sekaran."

"Apa artinya itu juga dengan rasa kasihan?"

"Ibun tanya, apa sekarang semua yang ada di mata Naira adalah sorot kasihan? Apa Naira selalu menatap kamu dengan tatap kasihan?"

Demas menggeleng perlahan, tidak yakin. bahkan pikiran itu baru saja terlintas di kepalanya.

"Itu menjadi pilihan kamu Dewa untuk melihat sudut pandangmu sendiri, dan tugas pentingnya adalah bagaimana kamu membuat yang katamu rasa kasihan menjadi perasaan cinta yang sebenarnya dengan segala usahamu untuk membuatnya sadar dari rasa bersalah itu"

"Kenapa kamu menyimpulkan sendiri nak? Dewa, Naira itu sedang melawan arus hidupnya nak, yang ada di kepalanya sekarang adalah bagaimana nanti dia membawa anaknya hidup, jadi prioritasnya bukan soal perasaan lagi tapi rasa aman dan nyaman. "

"Tapi Dewa udah kasih semuanya, sebisa mungkin Dewa kasih perhatian kepada Naira juga kasih apa yang Naira butuhkan...."

"Kamu yakin perhatian dan apa yang kamu kasih sudah membuat Naira aman dan nyaman?" potong Shalimar, menyela kalimat pemuda itu

Demas terdiam, tidak bisa menjawab sebab tidak tahu jawaban apa yang tepat untuk pertanyaan intens Shalimar, karena jawabannya ada pada hati Naira. Hanya Naira yang bisa menjawabnya. Hanya Naira yang tahu.

"Bisa jadi Naira ada di samping kamu sekarang karena memang tidak ada pilihan lain nak bukan karena perasaan ataupun kasihan, karena kamu satu-satunya yang bisa Naira andalkan, dan ubah pikiran buruk kamu soal rasa kasihan dan dimanfaatkan tapi berpikirlah bahwa kamu memang ditakdirkan untuk menjadi perantara Tuhan menolong Naira, soal perasaan biar Tuhan yang bisa membolak-balikkan hati hamba-Nya."

Sambil berkalimat Shalimar menggenggam tangan besar Demas. Menyalurkan energi positif, semua kalimat Shalimar seolah mengendalikan emosi Demas, membuat hati pemuda itu jauh lebih tenang dari sebelumnya.

"Jangan menekan diri sendiri hanya karena kamu takut kehilangan dia, kamu tidak berhak menahannya, dia tidak kemana-mana Dewa, perasaannya juga harus kamu beri ruang untuk berfikir kamu itu yang tepat atau sebuah tempat."

"Syarat jatuh cinta itu harus bahagia dan tulus nak, jadilah pria yang tulus dan bahagia terlebih dahulu sebelum kamu jatuh cinta, jangan libatkan dia dalam masa lalu jangan paksa dia mengerti keadaan yang bahkan kamu sendiri tidak mau repot-repot menjelaskan alasannya kenapa, perempuan itu mengutamakan perasaan makanya mereka rapuh, jadi jangan jatuh cinta kalau tulus mu tidak membawanya bahagia dan bahagia mu tidak pernah menciptakan senyum tulus diwajahnya. Jangan pernah bilang kalau kamu tulus mencintainya sedangkan hatimu merasa tidak bahagia jika kamu masih berharap lebih dan memaksa keadaannya." Lanjut Shalimar menasehati putranya.

Demas mengangguk perlahan, semua kalimat Shalimar dia cerna untuknya mengintropeksi diri bagaimana dirinya bersikap kepada Naira. Demas sadar jika dirinya tulus tapi kenapa dirinya belum sepenuhnya bahagia dan selalu mengharapkan sesuatu yang mungkin bukan miliknya.

***

Naira seperti mimpi terbang ke langit dan tidur di atas putihnya gumpalan awan. Matanya masih terpejam tapi Naira mampu menyunggingkan senyuman manis di pagi hari yang redup nan dingin karena gerimis.

Sebentar saja Naira ingin melupakan kenyataan. Bau petrikor pasca hujan membuat penciumannya merasa candu.
Sebelum matanya benar-benar terbuka dan dikuasai kesadaran Naira ingin merekam semua ini dengan rapih di kepalanya. Sampai-sampai rekaman itu membuai Naira untuk kembali terlelap. Dan sekelabat bayangan seseorang yang berdiri dihadapannya membuat mata Naira sudah berat sebisa mungkin untuk mengenali siapa sosok tersebut.

"Nai... Maaf ya karena udah buat Lo jadi kaya gini."

"Niko?"

Naira tersadar, matanya kini terbuka lebar. Gadis itu bangkit, pandangannya kesana-kemari mencari siapapun yang mungkin ada di ruangan itu. Tetapi nihil, mimpi Naira seperti kenyataan.

Belum sepenuhnya sadar dengan situasinya, Naira dikejutkan dengan suara ketukan pintu. Menatap horor ke arah pintu perlahan gadis itu beranjak dari ranjang. Bersamaan dengan itu Naira sadar jika dirinya tidak ada di kamar Demas.

Handle yang Naira tarik kearah tubuhnya membuat pintu terbuka dan menampilkan sosok wanita yang sudah cantik dan wangi diusianya yang tak lagi muda itu  tersenyum lebar menantikan wajah Naira penuh antusias.

"Hai, good morning cantik gimana tidurnya? Nyenyak? Ibun kira kamu belum bangun sayang."

Naira sedikit menyungging senyum membiarkan wanita itu masuk dan mengikutinya dari belakang.

"Sekarang Naira mandi abis itu sarapan, Ibun udah siapin sarapan spesial buat kamu."

"Eh jangan, udah biar aja. Nanti kamar ada yang beresin yuk yuk mandi, kamu mandi di kamar mandi luar dulu ya... Kamar ini udah beberapa tahun kosong jadi kamar mandinya rusak."

Tangan Naira dicekal, ketika dirinya mencoba untuk merapikan tempat tidurnya. Dan gadis itu pun digiring keluar kamar oleh Shalimar.

Sampailah keduanya di depan kamar mandi yang dimaksud Shalimar tadi.

Kebiasaan Naira, setiap berada di tempat baru dia akan menyusuri setiap sudut ruangan. Di depan cermin besar kamar mandi yang cukup mewah nan elegant ini Naira berdiri. Jelas sekali Naira bisa lihat dirinya sendiri. Ditanggalkannya pakaian luar yang menempel ditubuhnya, Naira lagi-lagi meneteskan air mata.

Entah sejak kapan dan sudah kesekian kalinya Naira mulai sering mengeluarkan air mata. Tapi ini terlalu memilukan untuk Naira lihat sendiri, bagaimana kondisi tubuh putih pucatnya yang sekarang terdapat beberapa warna biru keunguan.

Kejadian mengerikan kemarin membuat Naira benar-benar ketakutan, tidak habis pikir jika orang-orang sekitar Demas akan menduga dirinya seorang pencuri yang berkomplot dengan tukang service elektronik yang Demas panggil.

Naira benar-benar tidak menyangka jika dirinya akan dipukuli seperti itu oleh sesama perempuan. Dia pikir tidak akan mengapa jika membiarkan tukang service itu mengambil televisi rusak Demas namun ternyata salah paham begitu cepat menguasai dan membabi buta keadaan Naira.

Jika Naira tidak pernah memberi air kran secara gratis kepada anak-anak pecinta ikan hias kala itu mungkin tidak ada yang akan melerai kesalah pahaman besar kemarin, dan mungkin saja Naira bisa kehilangan sesuatu yang sedang dijaganya.

Naira menunduk membayangkannya saja dia tidak sanggup, ditatapnya sendu perut yang sudah mulai membesar. Diusapnya penuh kasih kepada makhluk yang sedang bertumbuh didalam dirinya yang Naira sadari jika dia selemah ini.

Demas benar, tanpa mengucapkan secara gamblang waktu itu tapi dia sudah mengetahui keadaan Naira yang sebenarnya. Jangankan Demas orang awampun pasti akan berfikiran hal yang sama jika melihat keadaan Naira sekarang bukan.

"Kamu baik-baik aja kan sayang?" lirih Naira gemetar, terlalu takut dengan isi kepalanya sendiri.
sambil berlinang air mata gadis itu memaksa tersenyum.

***

😌😌😌 Ada yang ikutan sedih...
Kenapa gini amat si Nai, Dem. Huhu aku pengen meneteskan air mata. Susah banget bikin kalian bahagia.

Teruntuk kalian yang sudah baca dan memberikan vote / comment terimakasih. Kebahagiaan senantiasa mengikuti kalian ya.

See you in next part.

Nice To Meet You (END)Where stories live. Discover now