41. Kebenaran yang terpendam

68 5 0
                                    

***

Radit yang berusaha tidur di sofa rumah sakit tak bisa memejamkan mata, dinginnya angin malam dari jendela yang sengaja Demas buka mengganggu kenyaman Radit.

Jika ini bukan permintaan dan amanah dari Shalimar sendiri Radit pasti menolak untuk menemani Demas disini. Tidak tega rasanya jika tidak mengabulkan permintaan Shalimar, sedangkan Radit tahu kalau wanita itu sangat kelelahan menjaga Demas selama ini.

Geram. Akhirnya Radit melangkah gontai menghampiri dinding kaca rumah sakit yang bisa dibuka sebagai pintu darurat menghadap ke luar bangunan, dan menutupnya dengan kasar.

"Dit jangan ditutup, gue gerah mau nikmati angin malam."

"Gak ada, gue dingin gak bisa tidur kalo gerah nyalain AC aja kan bisa." ketus Radit.

"Sialan Lo dit."

Radit mengedikan bahunya acuh, dan mulai memasang badan untuk membaringkan tubuh di atas sofa. Matanya mulai memejam, meninggalkan Demas dalam kesendirian.

Demas yang melihat pemandangan itu hanya bisa menghela nafas pasrah, karena malas jika harus kembali berjalan untuk membuka jendela.

Pemuda itu tidur berbantalkan lengan kirinya yang bebas dari jarum infus. Menatap langit-langit putih kamar rumah sakit. Mengingat-ingat kejadian terakhir yang menimpa dirinya. Demas tidak tahu lagi bagaimana kelanjutan kisah yang malam itu dia bawa sedangkan kisahnya sendiri berakhir mengenaskan seperti ini.

Ingin sekali rasanya Demas menuntaskan rasa penasaran yang sejak kembalinya kesadaran Demas. Tapi situasinya tidak memungkinkan untuknya membuka mulut.

***

Beruntungnya Demas karena tak sampai terduduk di kursi roda meski kakinya kini harus di topang satu tongkat karena cidera cukup parah di bagian tendon lututnya. Mungkin itu efek dari sebuah tendangan atau pukulan benda tajam Demas tidak ingat.

Susah payah pemuda itu melangkah menuju teras rumah didampingi Shalimar dan mba Isti di sampingnya.

"Welcome back home."

Sorakan beberapa belas anak memegang spanduk bertuliskan sama dengan kalimat yang baru saja disebutkan secara serentak, membuat Demas terperangah kaget.

Entah ide norak siapa, tapi yang jelas ini membuat Demas sedikit salah tingkah menahan malu mendapatkan kejutan yang bertemakan seperti anak SD ini, bagaimana tidak jika semua yang Demas lihat mulai dari dekorasi dan pernak pernik yang digunakan mulai dari balon huruf, balon-balon, serta topi segitiga yang mereka semua kenakan layaknya suasana acara ultah anak-anak.

Karena ada Shalimar yang tersenyum lebar di samping Demas, maka senyum Demas ikut melebar tapi dengan paksa.

"Kak Demas lekas sembuh ya."

"GWS Lo Dem."

"Semoga cepat sembuh ya Demas."

Beberapa dari mereka berbasa-basi mendoakan kesembuhan Demas yang ditanggapi pemuda itu dengan anggukan dan senyuman yang kali ini penuh ketulusan tanpa paksaan karena dua Minggu di rumah sakit cukup membuat Demas hampir gila.

"Idenya Radit, gue gak ikut-ikutan Dem." bisik Dara mendekati Demas.

Rupanya empat tahun dalam organisasi yang sama membuat Dara mulai memahami gerak-gerik Demas termasuk wajah kaku dan senyum terpaksanya pemuda itu saat pertama kali melihat rombongan norak itu.

"Pantes aja."

Kemudian suasana berubah menjadi hangat ketika Shalimar membuat rombongan itu duduk untuk menikmati hidangan yang sudah ia sediakan.

Nice To Meet You (END)Where stories live. Discover now